Sabtu, 07 Juli 2007

Hubungan Amal Lahir dengan Hati

Kesucian pakaian, kemudian kesucian badan adalah kulit lapis kedua (yang dekat dengan hati). Kesucian hati adalah inti batin yang terdalam. Kesucian hati dari kotornya akhlaq yang tercela adalah kesucian yang terpenting, tetapi pengaruh pancaran hati tidak terlepas dari kesucian lahir. Karena apabila anda menyempurnakan wudhu dan merasakan kebersihan anggota badan lahir anda, maka anda akan merasakan ketentraman dan kejernihan dalam hati anda yang tidak anda rasakan sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya misteri hubungan antara alam Syahadah (alam kasat mata) dengan alam malakut (alam tidak kasat mata). Sesungguhnya anggota badan lahiriyah termasuk alam syahadah, sementara hati termasuk alam malakut secara asal fitrah. Ketika turun ke alam syahadah, ia seperti orang yang asing dari wataknya sendiri.
Adalah sebagaimana mengalirnya pengetahuan hati menuju anggota badan, maka begitu pulalah cahaya akan memantul naik dari kondisi anggota badan menuju hati. Oleh karenanya manusia diperintah shalat, padahal shalat itu sendiri merupakan gerakan anggota tubuh yang termasuk alam syahadah. Itulah sebabnya Rasulullah SAW menjadikan shalat sebagai amal yang dilakukan di dunia (bukan akhirat) dan merupakan bagian dari dunia. Beliau-pun pernah bersabda: “Ada tiga hal dari dunia kalian yang menjadi kesukaanku,…. .” (al Hadits)
Bila setelah bersuci dan menyempurnakan wudhu ternyata tidak merasakan sedikitpun kejernihan hati yang kami jelaskan, maka ketahuilah bahwa kotoran yang menimpa hatinya dari keseluruhan syahwat dunia dan kesibukannya telah menyebabkan kepenatan pada kepekaan hati sehingga tidak mampu lagi merasakan sentuhan-sentuhan lembut dan hal-hal yang tersembunyi dan halus.
Oleh karena hanya memahami hal-hal yang bersifat konkrit saja, maka perlulah ia mencurahkan perhatian untuk mempertajam kepekaan hati dan menjernihkannya. Hal itu adalah sangat penting baginya.
(Al-Asrar Fil Awliya)

Kisah ketaatan seorang hamba

Seorang lelaki beribadah kepada Allah selama 70 tahun. Amalnya naik ke langit dalam keadaan bersih. Para malaikat takjub melihatnya. “Yaa Allah, izinkanlah aku menguji lelaki ini,” kata malaikat. “Ujilah dia kalau kau mau,” kata Allah.
Malaikat itu lalu turun, menemuinya. Ia mengucap salam, lelaki itu membalasnya. “Aku adalah malaikat utusan Allah. Allah berkata bahwa meskipun kamu beribadah kepada-Nya seperti ini kamu tetap akan menghuni neraka”.
“Aku menyembah Allah bukan karena takut neraka atau ingin syurga. Akan tetapi aku tahu bahwa ketaatan adalah perbuatan yang Ia cintai, karena itu aku akan selalu taat sampai aku mati. Terserah pada-Nya untuk menempatkan aku di syurga atau neraka. Aku tidak pantas memilih. Aku hanyalah seorang hamba. Aku tidak boleh menentang Qadha dan Qadar. Dan aku tidak punya hak untuk menilai Tuhanku, Pemberi segala kebaikan”.
(Tuhfatul Asyraf, Sayid Muhammad bin Hadi bin Hasan bin Abdurrahman as Segaf)


Berdialog Langsung Dengan Allah

Adalah Soedjono Oemardani yang pernah bertemu dengan Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra., dan ia langsung menyatakan bahwa ia dapat langsung bercakap-cakap dengan Allah, tanpa perlu melaksanakan shalat.
Mendengar hal itu Syekh al-Akbar mengatakan, ‘Coba buktikan pengakuanmu itu!’ Lalu Pak Soedjono berdiam sejenak menutup mata untuk bermeditasi. Beberapa menit kemudian ia membuka matanya. Belum sempat ia mengutarakan apa yang dialaminya, Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra. mengatakan, ‘Yang engkau katakan adalah begini-begini dan begini! Dan bisikan yang menjawab bahasa hatimu adalah begini dan begini! (Syekh al-Akbar menguraikan dialog batin yang terjadi pada diri Pak Soedjono)’.
Betapa kagetnya Pak Soedjono, ‘Lho kok Pak Kiyai tahu apa yang batin saya katakan?’ Tanpa menjawab kemudian Syekh al-Akbar memerintahkan, ‘Sekarang, lakukanlah apa yang sebelumnya kamu lakukan (bermeditasi lagi, red)!’
Setelah beberapa lama tak kunjung selesai meditasi Pak Soedjono, hingga akhirnya sambil menggeleng-gelengkan kepala ia membuka pelupuk matanya. Raut mukanya menandakan rasa kecewa, tidak sebagaimana keceriaan yang tampak saat pertama berjumpa. Apa yang terjadi?
Syekh al-Akbar bertanya, ‘Sekarang, apa yang akan kamu ceritakan?’ Pak Soedjono berkata, ‘Saya heran, mengapa saya tidak dapat jawaban dari yang gaib. Padahal saya sudah berusaha semaksimal mungkin!?’
‘Mau tahu apa yang terjadi?’ Tanya Syekh al-Akbar, ‘Sesungguhnya yang menjawab ungkapan hatimu itu adalah jin. Dan jin itu sekarang telah saya usir, sehingga kamu tidak dapat jawaban lagi darinya!’
Pak Soedjono terdiam seribu bahasa, ia tidak menyangka bahwa bahasa kalbunya tidak mujarab lagi untuk dijadikan alasan bahwa ia dapat langsung berbicara dengan Allah.

Belum Saatnya Mati

Seorang murid yang berada di Surabaya menceritakan pengalamannya yang tidak akan pernah terlupa. Ia mengungkapkan beberapa tahun lalu saat melakukan dinas kerja (proyek) di daerah Sulawesi Utara, ia pernah mengalami sakit parah. Selama seminggu ia tidak mampu menggerakkan badannya. Yang terpikirkan olehnya adalah sebentar lagi ia akan meninggalkan dunia yang fana ini.
Pada detik-detik yang sangat kritis ruhnya bergerak meninggalkan tubuhnya. Saat yang begitu lemah itulah ia sempat menyaksikan pergerakan ruh tersebut, sampai ia merasa kaget, ‘Bukankah itu (ruh) adalah saya?!’ Belum sempat ia menela’ah apa yang terjadi tiba-tiba datanglah ruhani Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan. Beliau berkata, ‘ Wahai ruh, kembalilah kepada jasadmu karena belum saatnya engkau meninggalkan tempatmu!’ Kemudian si murid menyaksikan sendiri ruh tersebut masuk kembali ke raganya.
Alhamdulillah, setelah kejadian itu ia kembali sehat. Kejadian yang tidak terlupakan itu mengisyaratkan bahwa dirinya yang sedang kritis ditolong dan diperhatikan oleh Guru Mursyidnya.