Sabtu, 30 Juni 2007

Keutamaan Dzikir Akhir Zaman

Laa ilaaha illallaah Muhmmadur Rosuulullaah, fii kulli lamhatiw wanafasin ‘adada maa wasi’ahuu ‘ilmullaah.

Dalam kandungan dzikir ini terdapat 3 kategori dzikir:
(Pertama) dzikir kepada Allah, yakni Laa ilaaha illallaah.
(Kedua) dzikir kepada Ilmu Allah, yakni Muhammadur Rosuulullaah. Mengapa dikatakan demikian? Karena melalui Nabi Muhammad Saw, Allah menurunkan Ilmu-Nya.
(Ketiga) dzikir kepada ciptaan-Nya, yakni fii kulli lamhatiw wanafasin ‘adada maa wasi’ahuu ‘ilmullaah.
Adanya dzikir tambahan setelah Laa ilaaha illallaah menunjukkan pengagungan / perhormatan terhadap keberadaan selain Allah. Yaitu mengakui adanya Utusan Allah, dan mengakui Allah menebarkan hukum lain yang tidak tertulis berupa alam semesta beserta kejadian-kejadian yang ada di dalamnya setiap saat.
Al ‘Arif billah Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra. pernah mengungkapkan bahwa di antara keutamaan dzikir ini adalah bagi siapa yang melanggengkannya akan meraih pahala se-eling nafas makhluk. Maksudnya ia akan mendapatkan pahala seluruh makhluk Allah yang berdzikir.
Selain itu orang yang berdzikir dengan kalimat tersebut akan mengejar maqam (kedudukan) yang dicapai oleh para sahabat Rasulullah Saw.
Dikisahkan ada seorang jama’ah Tarekat yang melanggengkan award ini, saat ini ia telah dipanggil Allah SWT (wafat). Beliau tidak luput melazimkan dzikir ini sebanyak 10.000 setiap hari karena demikianlah yang ia terima dari orang tuanya, dan orang tuanya tersebut menerima dari Gurunya di Jabal Abu Qubais.
Singkat cerita, pada saat meninggalnya terjadilah suatu keanehan. Jenazahnya berada dalam suatu bilik bambu yang belum ada penerangan listrik saat itu. Anaknya meninggalkan bilik tersebut beberapa saat ayahnya telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Malam itu saat ia mondar mandir di dalam rumah ia mendengar suara gemericik air. Setelah ia selidiki ternyata suara tersebut berasal dari dalam bilik tempat jenazah sedang dibaringkan. Dengan hati penasaran ia mencoba mengintip apa yang terjadi di dalam bilik itu.
Subhanallah, ia hampir menjerit. Ia menyaksikan sendiri ayahnya sedang berdiri memandikan orang yang sedang berbaring yang tiada lain adalah ayahnya sendiri. Lebih jelasnya bahwa ayahnya tersebut memandikan jenazahnya sendiri. Wallaahu A’lam.
Cerita ini disampaikan oleh cucunya (sambil mengenang kisah kakeknya yang telah tiada). Dan saat ini kakeknya dikenal di daerah Sulawesi Selatan (entah apa nama desa atau kotanya) sebagai salah seorang Wali Allah, maqamnya banyak diziarahi orang.
Uraian ini menunjukkan bahwa benar apa yang difirmankan Allah:
Walaa taquuluu lmay yuqtalu fii sabiilillaahi amwaat, bal ahyaa-uw walaakil laa tasy’uruun.
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”. (Q.S. Al-Baqarah: 154)
Demikianlah juga apa yang terjadi pada Syekh Ahmad bin Idris Al-Fasi, yang mendapatkan bimbingan dari Rasulullah Saw, sehingga beliau diberi karunia yang teramat besar dari Beliau Saw. Di antaranya adalah dzikir akhir zaman ini.
Apabila seorang umat seperti yang dikisahkan cerita di atas saja dapat terlihat hidup sesudah matinya, apalagi Rasulullah Saw. Beliau tetap hidup, membimbing umatnya lewat khalifah beliau di setiap masa.
Lamhatin (kedipan) bukan hanya mata, namun lamhatin di sini merupakan gerakan terkecil dari makhluk seperti kepakan sayap burung atau serangga.
[1]
Dan nafasin bukan hanya pengertian nafas, akan tetapi jiwa. Juga bukan hanya makhluk hidup, makhluk (benda) mati dapat mengekspresikan dzikir (lihat kisah pelepah kurma di zaman Rasulullah Saw).
Banyaknya bilangan yang meliputi suatu dzikir ada yang diperlihatkan (dibukakan) dan ada yang tidak. Yang tidak mampu manusia menjangkaunya terangkum pada khazanah luasnya Ilmu Allah Jalla Jalaaluh (wasi’ahu ‘ilmullah).
Wallaahu A’lam wa ‘Ilmuhuu Atam.
[1] Belalang mengepakkan sayapnya 12 hingga 15 kali per detik, dan agar dapat terbang serangga-serangga lebih kecil harus mengepakkan sayapnya lebih cepat lagi. Lebah madu, tawon dan lalat mengepakkan sayap 200 hingga 400 kali per detik, dan pada ganjur dan sejumlah serangga merugikan yang berukuran hanya 1 milimeter (0.03 inci), kecepatan ini meningkat ke angka mengejutkan 1000 kali per detik! Sayap-sayap yang mengepak terlalu cepat untuk dapat dilihat mata manusia telah diciptakan dengan rancangan khusus agar dapat melakukan kerja yang terus-menerus semacam ini. (Sumber: Harun Yahya)