Pada suatu bulan Desember di Konya, Maulana Rumi Ra. Memasuki hujrah-nya (ruang kecil tempat meditasi) untuk melaksanakan sholat malam. Saat waktu sholat fajar tiba, ia tidak muncul. Para pengikutnya menjadi bertanya-tanya karena selama dua puluh tahun Maulana tak pernah absen melakukan sholat berjama’ah bersama mereka. Ketika waktu sholat berlalu dan para murid bertambah gelisah, akhirnya seseorang memutuskan untuk membuka paksa pintunya. Di dalam, mereka terkejut menemukan Maulana dengan janggutnya membeku menempel di lantai, sedang berjuang membebaskan dirinya. Dalam do’a-do’anya, ia mulai menangis demikian banyaknya sehingga terjadi genangan air mata, dan sujudnya begitu panjang di musim dingin sehingga air mata itu membeku, menjerat janggutnya.
Manshur Al Hallaj Ra. Terkenal dalam sejarah tashawuf karena dinyatakan bersalah menyalahi apa yang menjadi orang Salaf. Namun, ia benar-benar diadili dan hukuman dengan tuduhan membuka rahasia-rahasia Tuhan yang telah didengarnya secara diam-diam dari saudara perempuannya, seorang wanita shufi. Pengadilan itu berlangsung selama 8 tahun. Ketika Manshur al Hallaj duduk menanti eksekusinya pada Minggu terakhir hidupnya, ia melewati waktunya dengan melaksanakan sholat secara tepat waktu, dan pada hari terakhir hidupnya ia melaksanakan 500 raka’at sholat.
Kaum shufi adalah pendukung sholat yang paling kuat. Ada suatu cerita tentang Hazrat Abdul Qadir Jaelani Ra. Pada suatu pagi ia hampir saja kelewatan waktu sholat Shubuh. Seekor kucing datang ke sampingnya ketika ia tertidur lalu mulai menyentuh-nyentuhnya sampai ia bangun. Sadar akan keterlambatannya, Abdul Qadir Ra. cepat-cepat mengerjakan sholat dua raka’atnya. Ketika ia selesai, ia memandang kucing tersebut, dan dengan pandangan spiritualnya ia melihat bahwa kucing itu sebenarnya jelmaan syetan. Hal ini membingungkan orang shufi besar itu. Maka ia bertanya, “Aku tahu kau adalah syetan, mengapa engkau bangunkan aku untuk sholat fajar”.
Si kucing menjawab, “Anda memang saleh dan pandai persis seperti yang dikatakan sesama setanku. Karena Anda telah mengetahui saya, maka saya juga akan memberitahu Anda. Saya tahu bahwa jika Anda terlewat sholat wajib, Anda akan mengerjakan seratus raka’at sebagai gantinya, maka saya bangunkan Anda agar hanya mendapat keuntungan dari dua raka’at”.
Penyembuhan Para Shufi, Mu’inuddin Chisty.
************
Dua malaikat yang sedang turun dari langit bertemu di perjalanan.
“Aku turun ke dunia untuk suatu urusan yang aneh. Allah memerintahkanku untuk menggagalkan sesuatu yang telah lama diangan-angankan oleh salah seorang Waliyullah. Ia pun kemudian mati tanpa merasakan yang diidam-idamkannya,” kata malaikat yang pertama.
“Adapun aku, aku turun ke bumi juga untuk suatu urusan yang aneh yang bertentangan dengan tugasmu. Ada seorang kafir yang menginginkan jenis ikan yang hanya terdapat di suatu lautan tertentu. Letak lautan itu terpisah oleh 7 lautan dari tempat si kafir. Allah memerintahkanku untuk membawa ikan itu ke lautan si kafir dan meletakkannya ke dalam jarring seorang nelayan. Sehingga nelayan itu kemudian dapat menjualnya si kafir. Orang kafir itu telah menawarkan kepada para nelayan bahwa siapa saja yang mempunyai jenis ikan ini akan dibelinya dengan harga berapa saja,” ucap malaikat yang kedua.
Tak lama kemudian turun malaikat yang ketiga dari langit. “Janganlah kalian merasa heran. Allah memerintahkanku untuk menceritakan perihal kedua orang itu kepada kalian. Sang Wali itu pernah bermaksiat kepada Allah sekali,maka Allah tidak memenuhi keinginannya agar kekecewaannya dapat menghapus dosa maksiat yang dilakukannya, sehingga di akhirat nanti ia seakan-akan tidak pernah memiliki dosa. Adapun si kafir, ia telah berbuat kebajikan. Allah memberikan balasan di dunia agar di akhirat nanti ia tidak memiliki kebaikan sama sekali, sehingga hanya nerakalah yang pantas baginya,” jelas malaikat ketiga.
Tuhfatul Asyraf, Sayid Muhammad bin Hadi bin Hasan bin Abdurrahman as Segaf.
Sabtu, 08 Desember 2007
Adab dengan Syekh
Menuntut Karamah dari Syekh
Di antara adab murid kepada Syekh adalah selalu memelihara adab kepada Syekhnya dan tidak menuntut karamah darinya, kejadian-kejadian luar biasa, penyingkapan, dan sebagainya. Barang siapa manuntut karamah dari Syekhnya hingga ia menurutinya, maka sekarang ia tidak lagi mempercayai Gurunya sebagai bagian dari orang-orang yang mengetahui jalan Ahlullah.
Syekh Abul Abbas al-Mursi Ra. berkata, ‘Berhati-hatilah, wahai muridku, agar engkau jangan meminta karamah dari Syekhmu hingga engkau mengikutinya dalam perintahnya dalam kebaikan dan larangannya dari kemungkaran. Meminta karamah darinya adalah adab yang buruk dan hal itu merupakan bukti keraguanmu dalam Islam, karena sesuatu yang diserukan Syekhmu kepadanya bukanlah yang ia syariatkan. Akan tetapi Rasulullah Saw mensyariatkannya, dan ia hanya pengikut, bukan yang diikuti. Sekiranya rahmat Allah tidak mendahului kermukaan-Nya, tentulah semua orang yang menentang perintah penyeru pada kebaikan akan binasa seketika itu juga’.
Berkeinginan dekat dan beradab dengannya
Pada suatu hari Syekh Abul Hasan asy-Syadzili Ra. berkata kepada muridnya Abul Abbas al-Mursy,
‘Wahai Abul Abbas, aku tidak menyertaimu kecuali engkau menjadi aku dan aku menjadi engkau’.
‘Engkau harus menahan diri dari mengunjing Syekhmu, sekalipun ia mengusirmu. Teruslah mendekatinya, karena para Syekh yang tidak menyukai seorang Muslim bukanlah disebabkan oleh dorongan naafsunya. Hal itu dilakukan karena untuk memberikan pembelajaran’.
‘Kalau seorang murid mengetahui rahasia-rahasia yang dimiliki Syekhnya, maka ia akan patuh kepadanya dan tidak dapat menjauh sekejap matapun, serta ia rela menempuh jalan yang panjang karena tekad dan keinginannya yang kuat’.
Syekh Abul Abbas Ra. berkata, ‘Aku pernah tinggal di Babul Bahr di Mesir. Setiap hari, aku pergi ke Iskandariyah dan di siang hari aku kembali. Aku membacakan kitab Khatm al-Awliya, karya Hakim at-Turmudzi kepada Syekh Abul Hasan’.
‘Jika seorang murid mendengar sesuatu dari Gurunya dan takut lupa, maka sebaiknya ia menitipkannya kepada Allah, karena titipan yang ada di sisi-Nya tidak akan hilang. Orang yang berilmu sebaiknya melakukan hal tersebut bila takut lupa pada hukum-hukum syariat agar orang-orang dapat memanfaatkannya’.
‘Murid yang tidak mampu memahami ucapan Syekh-nya hanyalah disebabkan kebodohannya dan tebal hijab (penghalang pada dirinya). Oleh karena itu ia wajib mengilapkan cermin hatinya dan tidak mengatakan kepada Gurunya, ‘Jelaskanlah jawabannya padaku!’ Ini tidak berguna dalam Tarkat kaum Shufi. Sebab, mereka tidak merasa puas dengan ilmu. Mereka mencari dzauq (rasa) dengan batin untuk menyelaraskan lidah dan hatinya serta keluar dari sifat kemunafikan’.
‘Kalian harus memelihara adab kepada Guru kalian, walaupun ia menyenangi kalian, karena hati para Wali bagaikan hati para Raja yang dapat berubah dari santun menjadi marah dalam waktu singkat. Jika perasaan Wali menjadi sempit, maka orang yang menyakitinya binasa pada waktu itu juga. Jika sedang lapang, maka ia mampu memikul penderitaan yang ditimpakan golongan jin dan manusia’.
Kutipan Kitab Lawaqihul Anwar al-Qudsiyyah, Syekh abul Mawahib Asy-Sya’rani Qs.
Di antara adab murid kepada Syekh adalah selalu memelihara adab kepada Syekhnya dan tidak menuntut karamah darinya, kejadian-kejadian luar biasa, penyingkapan, dan sebagainya. Barang siapa manuntut karamah dari Syekhnya hingga ia menurutinya, maka sekarang ia tidak lagi mempercayai Gurunya sebagai bagian dari orang-orang yang mengetahui jalan Ahlullah.
Syekh Abul Abbas al-Mursi Ra. berkata, ‘Berhati-hatilah, wahai muridku, agar engkau jangan meminta karamah dari Syekhmu hingga engkau mengikutinya dalam perintahnya dalam kebaikan dan larangannya dari kemungkaran. Meminta karamah darinya adalah adab yang buruk dan hal itu merupakan bukti keraguanmu dalam Islam, karena sesuatu yang diserukan Syekhmu kepadanya bukanlah yang ia syariatkan. Akan tetapi Rasulullah Saw mensyariatkannya, dan ia hanya pengikut, bukan yang diikuti. Sekiranya rahmat Allah tidak mendahului kermukaan-Nya, tentulah semua orang yang menentang perintah penyeru pada kebaikan akan binasa seketika itu juga’.
Berkeinginan dekat dan beradab dengannya
Pada suatu hari Syekh Abul Hasan asy-Syadzili Ra. berkata kepada muridnya Abul Abbas al-Mursy,
‘Wahai Abul Abbas, aku tidak menyertaimu kecuali engkau menjadi aku dan aku menjadi engkau’.
‘Engkau harus menahan diri dari mengunjing Syekhmu, sekalipun ia mengusirmu. Teruslah mendekatinya, karena para Syekh yang tidak menyukai seorang Muslim bukanlah disebabkan oleh dorongan naafsunya. Hal itu dilakukan karena untuk memberikan pembelajaran’.
‘Kalau seorang murid mengetahui rahasia-rahasia yang dimiliki Syekhnya, maka ia akan patuh kepadanya dan tidak dapat menjauh sekejap matapun, serta ia rela menempuh jalan yang panjang karena tekad dan keinginannya yang kuat’.
Syekh Abul Abbas Ra. berkata, ‘Aku pernah tinggal di Babul Bahr di Mesir. Setiap hari, aku pergi ke Iskandariyah dan di siang hari aku kembali. Aku membacakan kitab Khatm al-Awliya, karya Hakim at-Turmudzi kepada Syekh Abul Hasan’.
‘Jika seorang murid mendengar sesuatu dari Gurunya dan takut lupa, maka sebaiknya ia menitipkannya kepada Allah, karena titipan yang ada di sisi-Nya tidak akan hilang. Orang yang berilmu sebaiknya melakukan hal tersebut bila takut lupa pada hukum-hukum syariat agar orang-orang dapat memanfaatkannya’.
‘Murid yang tidak mampu memahami ucapan Syekh-nya hanyalah disebabkan kebodohannya dan tebal hijab (penghalang pada dirinya). Oleh karena itu ia wajib mengilapkan cermin hatinya dan tidak mengatakan kepada Gurunya, ‘Jelaskanlah jawabannya padaku!’ Ini tidak berguna dalam Tarkat kaum Shufi. Sebab, mereka tidak merasa puas dengan ilmu. Mereka mencari dzauq (rasa) dengan batin untuk menyelaraskan lidah dan hatinya serta keluar dari sifat kemunafikan’.
‘Kalian harus memelihara adab kepada Guru kalian, walaupun ia menyenangi kalian, karena hati para Wali bagaikan hati para Raja yang dapat berubah dari santun menjadi marah dalam waktu singkat. Jika perasaan Wali menjadi sempit, maka orang yang menyakitinya binasa pada waktu itu juga. Jika sedang lapang, maka ia mampu memikul penderitaan yang ditimpakan golongan jin dan manusia’.
Kutipan Kitab Lawaqihul Anwar al-Qudsiyyah, Syekh abul Mawahib Asy-Sya’rani Qs.
Langganan:
Postingan (Atom)