Senin, 16 Juli 2007

Susah itu Ada Gunanya

Seorang anak sedang asyik mengamati kupu-kupu yang sedang berusaha keluar dari kepompongnya. Ia melihat betapa susah payahnya kupu-kupu tersebut berjuang untuk melepaskan diri dari kepompongnya. Menit-menit berlalu, kupu-kupu tersebut masih terus berjuang untuk melepaskan dirinya. Lamban sekali kemajuannya untuk keluar dari kepompong itu. Didorong oleh rasa kasihan, anak itu mengambil gunting dan memotong bagian kepompong yang belum terbuka itu. Akhirnya dengan cepat kupu-kupu tersebut keluar dari kepompongnya. Kupu-kupu itu bebas terbang ke mana pun juga. Tetapi, yang terjadi justru mengenaskan. Kupu-kupu tersebut tidak dapat menggerakkan sayapnya untuk terbang. Akhirnya, ia terjatuh dan mati. Mengapa demikian?
Menurut pakar serangga, kepompong itu membelenggu kupu-kupu sedemikian rupa sehingga ia dipaksa untuk bersusah payah menggeliat dan membentuk otot-ototnya. Akibat susah payah tersebut, otot-ototnya terbentuk dan kupu-kupu tersebut siap dan mampu untuk terbang. Setelah lewat segala susah payah itu, kupu-kupu tersebut siap untuk terbang. Membebaskan kupu-kupu dari susah payahnya sama dengan memberinya hukuman mati.
Manusia pilihan Allah diberi kepahitan dan cobaan hidup agar jiwanya akan membentuk pribadi yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan.

Pohon Menyindir

Berdzikir mudawamah (langgeng/ tidak henti) adalah dianjurkan sekali bagi orang-orang ingin mengharapkan perjumpaan dengan Allah dan Hari Akhirat. Begitulah, Syekh al-Akbar memerintahkan kepada salah seorang muridnya yang sedang dilanda kerindan, ‘Teruslah berdzikir, jangan sampai terhenti!’ Perintah ini ia laksanakan dengan kesungguhan sammpai akhirnya ia lelah, dan terhenti dari berdzikrullah. Tiba-tiba datanglah pohon di dekatnya berkata, ‘Mengapa berhenti? Saya saja tidak henti-henti menyebut-nyebut nama Allah!’ Si murid menjadi malu terhadap pohon tersebut dan segera melanjutkan dzikirnya tanpa menghiraukan rasa lelah yang dideritanya.
Menurut ingatan si murid, pohon tersebut adalah pohon durian dan nangka sirsak. Mengapa pohon ini yang datang kepadanya. Pohon ini menjelaskan bahwa buah-buah ini disenangi oleh Syekh al-Akbar. Dan buah-buahan yang disenangi dan dimakan oleh Beliau akan berdzikir untuk Syekh al-Akbar.
Pada saat ia berdzikir, ia mengalami Fana, lalu dibawalah ruhaninya itu ke langit pertama. Di sana ia diperlihatkan hamparan biru sutera yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Berkatalah ia kepada al ’Arif billah Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan, ‘Saya ingin melanjutkan (perjalanan saya) ke langit berikutnya Syekh al-Akbar!’ Dalam hati si murid, di langit pertama saja suasananya saja begitu indah, apalagi langit ke tujuh hingga ’Arasy. Namun Syekh al-Akbar berkata, ‘Belum saatnya kamu ke sana, sekarang sampai di sini saja dulu. Suatu saat kamu akan Bapak antar ke sana’. Akhirnya si murid terdiam.
Lalu ia diperjalankan melihat seluruh permukaan bumi. Ia melihat pemandangan rumah-rumah, gedung-gedung, dan sebagainya hingga ia ditampakkan negara Amerika, Eropa, Indonesia, semuanya begitu kecil. Bumi yang dilihatnya dari langit hanya sebesar mangkuk bakso. Syekh al-Akbar berkata, ‘Begitulah dunia, jika ada orang yang menginginkan dunia, sama saja ia seperti menginginkan semangkuk bakso. Tidak lebih dari itu’.
Di langit bumi itu ia mendengar suara banyak orang berdzikir, entah dari mana suara itu, ia dekati. Setelah ia mendekat ia menyadari bahwa asal gemuruh suara dzikir itu berasal dari kumpulan orang berpakaian serba putih berkumpul bersama melaksanakan dzikir. Menurut si murid, ada salah seorang di antara mereka yang datang kepadanya dan berkata, ‘Kami semua adalah malaikat yang berada di atas bumi (langit pertama, red), sedang menunggu Syekh al-Akbar untuk memimpin dzikir’.
Si murid menjadi kaget. Iapun bertanya, ‘Memang kalian tahu siapa Syekh al-Akbar itu?’ Para malaikat itu menjawab dengan suara meyakinkan, ‘Oooh, kami tahuu siapa Syekh al-Akbar. Seluruh malaikat di sini tahu siapa Syekh al-Akbar itu. Siapa yang tidak tahu beliau di seluruh penjuru langit (pertama) ini. Beliau memang kurang begitu terkenal di bumi namun Beliau (Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan) sangat terkenal di sini’.
Menjadi pahamlah si murid. Dan ia menyaksikan betapa syahdunya mereka (para malaikat berdzikir), berirama dan berdzikir sambil berdiri dengan penuh kekhusyuan. Terlihat asyik dan nikmat, mereka melakukan dzikir. Gerakan dzikirnya begitu teratur dan enak sekali dipandang.
Inilah bukti bahwa berdzikir kepada Allah sambil berdiri itu memang diperintahkan, bukan hanya jama’ah Idrisiyyah saja yang melakukan, akan tetapi para penduduk langit juga melakukan hal seperti itu.
************