Selasa, 29 April 2008

Perseteruan Bapak dan Anak

Ada seorang murid mempunyai Bapak yang tidak menyetujuinya ikut pengajian di Al-Idrisiyyah. Apa yang diekspresikan oleh anaknya yang Idrisiyyah ini selalu dhadapi dengan sikap anti pati. Sang anak bahkan pernah diintimidasi oleh bapaknya selama 3 bulan dengan tidak diberikan makan. Hal ini dilakukan bapaknya agar anaknya mau meninggalkan pengajian yang dianggapnya ortodok, ketinggalan zaman.
Mengenai kondisi kecintaan murid ini kepada Gurunya, menurut saya tidak diragukan lagi. Setiap aktivitas yang akan ia kerjakan, ia selalu berucap, ‘Madad Syekh Akbaar!’ Berulang-ulang kalimat itu terdengar di dalam rumah, membuat sang bapak merasa risih mendengarnya. Si Bapak berkata, ‘Sedikit-sedikit Syekh Akbar, sedikit-sedikit Syekh Akbar! Emang-nya Syekh Akbar itu siapa sih, fanatik banget kamu ini!’ Sang anak hanya terdiam sambil senyum-senyum saja.
Foto Syekh Akbar yang ada di dinding rumah pun ia komentari, ‘Foto siapa nih? kenal juga enggak!’ Mengenai busana (berghamis dan bersurban), bapaknya berceloteh, ‘Kamu ini berpakaian kayak kiyai saja! Kiyai bukan, ustadz juga bukan, nyantri juga enggak!’
Begitulah kira-kira sikap seorang bapak yang sangat kontra terhadap anaknya yang sedang berusaha mengamalkan ajaran-ajaran Islamiyyah. Si anak hanya terus berdo’a semoga Allah membukakan pintu hati bapaknya agar mau menerima ajaran Idrisiyyah yang sedang diamalkannya ini.
Nah, baru kemarin saya mendengar cerita terbalik mengenai bapaknya ini. Si anak menceritakan kepada saya perihal bapaknya ini. Dan saya tahu persis bagaimana watak bapaknya ini, temperamennya sangat keras!
Suatu ketika bapaknya membaca buku Hadiqah Riyahin (buku wirid jama’ah Al-Idrisiyyah), si anak melihatnya. Lalu anak yang polos ini berlalu di hadapan bapaknya dan bertanya spontan, ‘Bapak sedang ngapain?’ Buru-buru tangan Bapak yang sedang memegang buku tersebut meletakkan kembali buku wirid tersebut di atas meja, sambil menjawab, ‘Ah, gak baca apa-apa, Bapak cuma lihat-lihat buku apa ini di meja’. Si anak mendengarnya dengan penuh tanda tanya.
Beberapa hari kemudian, ia mengintip kamar bapaknya. Dan ia mendapati bapaknya sedang komat-kamit memegang buku Hadiqah Riyahin, seolah-olah sedang menghafalkan apa yang sedang ia baca. Sang anak hatinya berbunga, karena ada perubahan sikap dari bapaknya tersebut.
Beberapa hari kemudian, ia melihat Hp bapaknya tergeletak di meja. Lalu si anak melihat tampilan layar Hp tersebut berbunyi, ‘Kang, Alhamdulillah nih, saya setelah mengamalkan wirid yang diamalkan anak saya, saya tidak jadi dioper (mutasi) ….”. Si anak meletakkan kembali Hp tersebut. Maka mulai cerahlah pandangan matanya melihat peluang bapaknya untuk menjemput hidbapak untuk mau menerima ajaran Al-Idrisiyyah.
Suatu hari saat ia sebelum sholat, dengan sengaja (sambil memegang erat pundak bapaknya dari belakang) ia berteriak sekencang-kencangnya: ‘Madaad Syekh Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan!’ Bapaknya langsung kaget, sambil menoleh ke belakang anaknya yang ingin menjadi makmum, ‘Eh, begitu-begitu amat kelakuan! Jantung Bapak mau copot nih!’ Lalu mereka pun sholat.
Setelah sholat, sebagaimana biasa mereka berdzikir. Sama-sama berdzikir tapi masing-masing bacaan dan aturannya. Kalau sang Bapak duduk berdikirnya, si anak dengan cuek berdiri sambil berdzikir dengan keras. Laa Ilaaha Illallaah Muhammadur Rosuulullaah, fii kulli lamhatiw wanafasin ‘adada maa wasi’ahuu ‘ilmullaah!
Sang Bapak punya seorang ustadz di kantornya, dan kerap kali ia mengungkapkan sosok ustadz tersebut kepada anaknya. Dan ia ceritakan keilmuan dan kelebihannya. Begitu pula dengan si anak, ia pun menceritakan perihal Syekh al-Akbar dengan ajaran Idrisiyyah-nya. Ia pun memberikan kepada bapaknya beberapa buku yang terbit di Idrisiyyah untuk dibaca dan ditelaah bapaknya. Pernah sang anak diajak bapaknya ke kantor. Pada saat ia duduk, bapaknya dihampiri oleh seseorang yang bernama Pak Hasan (bukan nama sebenarnya) yang tak lain adalah ustadz yang selama ini diceritakan Bapaknya. Pak Hasan berkata, ‘Ron, pengajian yang dilakukan anakmu itu adalah haq (benar), tidak ada yang menyimpang. Saya sudah meneliti buku-buku yang kamu berikan kepada saya!’ Seketika anaknya menoleh, lalu ia tatap raut wajah bapaknya. Sang bapak segera ngeloyor pergi menutupi rasa malu di depan anaknya.
Suatu hari si anak sengaja menaruh foto berbingkai Syekh Akbar di meja. Bapaknya menegur si anak, ‘Kenapa sih foto orang sholeh ditaruh tergeletak sembarangan. Coba dong dipasang di dinding! Kan pantes!?
Lain waktu dilihat Bapaknya celingak-celinguk (takut ketahuan), ia mendekati foto Syekh Akbar, kemudian foto yang berada di dinding tersebut diusap-usap dan dibersihkannya dengan kain. Anaknya yang melihat dari tempat rahasia senyum bercampur geli, karena sikap Bapaknya kepada Syekh Akbar dan Al-Idrisiyyah sudah berubah. Tapi ia tetap menyembunyikan apa yang ia ketahui selama ini.
Hari kemarin sebelum cerita ini ditulis, ada musibah yang menimpa bapaknya yang membuat hati anaknya senang. Lho kok begitu? …. Bapaknya jatuh terperosok lubang, lalu spontan berteriak, ‘Madaad Syekh Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan!’ Si anak di samping kaget mendengarnya. Bapaknya menjadi malu setengah mati.
Selanjutnya penulis belum tahu apa yang akan terjadi pada Bapaknya ini. Dan kejadian apa lagi yang akan membuahkan cerita dari hasil ‘perseteruan’ bapak-anak ini. Yang diketahui hanyalah do’a sang anak semoga Bapaknya menjadi murid. Aamiin.
18 April 2008

Senin, 28 April 2008

Fadhail (Keutamaan) Parade Birokrasi Ilahiyyah

Abu Laits as-Samarqandi adalah seorang ahli fiqh yang masyhur. Suatu ketika dia pernah berkata, ayahku menceritakan bahwa antara Nabi-nabi yang bukan Rasul ada yang menerima wahyu dalam bentuk mimpi dan ada yang hanya mendengar suara.
Maka salah seorang Nabi yang menerima wahyu melalui mimpi itu, pada suatu malam bermimpi diperintahkan yang berbunyi, "Esok engkau mesti keluar dari rumah pada waktu pagi menuju arah barat. Dan engkau mesti melakukan, pertama; apa yang engkau lihat (hadapi) maka makanlah, kedua; engkau sembunyikan, ketiga; engkau terima, keempat; jangan engkau putuskan harapan, yang kelima; larilah engkau daripadanya."
Pada keesokan harinya, Nabi itu pun keluar dari rumahnya menuju ke barat dan kebetulan yang pertama dihadapinya ialah sebuah bukit besar berwarna hitam. Nabi itu kebingungan sambil berkata, "Aku diperintahkan memakan apa yang aku lihat pertama kali, tapi sungguh aneh sesuatu yang mustahil yang tidak dapat dilaksanakan." Maka Nabi itu terus berjalan menuju ke bukit itu dengan hasrat untuk memakannya. Ketika dia menghampirinya, tiba-tiba bukit itu mengecilkan diri sehingga menjadi sebesar kotak roti. Maka Nabi itu pun mengambilnya lalu disuapkan ke mulutnya. Bila ditelan terasa sungguh manis bagaikan madu. Dia pun mengucapkan syukur 'Alhamdulillah'.
Kemudian Nabi itu meneruskan perjalanannya lalu bertemu pula dengan sebuah mangkuk emas. Dia teringat akan arahan mimpinya supaya disembunyikan, lantas Nabi itu pun menggali sebuah lubang lalu ditanamkan mangkuk emas itu, kemudian ditinggalkannya. Tiba-tiba mangkuk emas itu muncul kembali. Nabi itu pun menanamkannya lagi hingga tiga kali berturut-turut. Maka berkatalah Nabi itu, "Aku telah melaksanakan perintahMu." Lalu dia pun meneruskan perjalanannya tanpa disadari oleh Nabi itu yang mangkuk emas itu keluar kembali dari tempat ia ditanam.
Ketika dia sedang berjalan, tiba-tiba dia melihat seekor burung elang sedang mengejar seekor burung kecil. Kemudian terdengarlah burung kecil itu berkata, "Wahai Nabi Allah, tolonglah aku." Mendengar rayuan burung itu, hatinya merasa iba lalu dia pun mengambil burung itu dan dimasukkan ke dalam bajunya. Melihat keadaan itu, lantas burung elang itu pun datang menghampiri Nabi itu sambil berkata, "Wahai Nabi Allah, aku sangat lapar dan aku mengejar burung itu sejak pagi tadi. Oleh itu janganlah engkau patahkan harapanku dari rezekiku."
Nabi itu teringat pesanan petunjuk dalam mimpinya yang keempat, yaitu tidak boleh memutuskan harapan. Dia menjadi bingung untuk menyelesaikan perkara itu. Akhirnya dia membuat keputusan untuk mengambil pedangnya lalu memotong sedikit daging pahanya dan diberikan kepada elang itu. Setelah mendapat daging itu, elang pun terbang dan burung kecil tadi dilepaskan dari dalam bajunya.
Selepas kejadian itu, Nabi meneruskan perjalanannya. Tidak lama kemudian dia bertemu dengan satu bangkai yang amat busuk baunya, maka dia pun bergegas lari dari situ karena tidak tahan mengcium bau yang menyengat hidungnya. Setelah menemui lima peristiwa itu, maka kembalilah Nabi ke rumahnya. Pada malam itu, Nabi pun berdoa. Dalam doanya dia berkata, "Ya Allah, aku telah pun melaksanakan perintah-Mu sebagaimana yang diberitahu di dalam mimpiku, maka jelaskanlah kepadaku arti semuanya ini."
Dalam mimpi Beliau diberitahu oleh Allah S.W.T. bahwa, "Yang pertama; engkau makan itu ialah amarah. Pada mulanya nampak besar seperti bukit tetapi pada akhirnya jika bersabar dan dapat mengawal serta menahannya, maka marah itu pun akan menjadi lebih manis daripada madu. Kedua; semua amal kebaikan (budi), walaupun disembunyikan, maka ia tetap akan nampak jua. Ketiga; jika sudah menerima amanah seseorang, maka janganlah kamu khianat kepadanya. Keempat; jika orang meminta kepadamu, maka usahakanlah untuknya demi membantu kepadanya meskipun kau sendiri berhajat. Kelima; bau yang busuk itu ialah ghibah (menceritakan hal seseorang). Maka larilah dari orang-orang yang sedang duduk berkumpul membuat ghibah."
Dari cerita di atas menunjukkan bahwa perintah yang Allah turunkan itu terkadang tidak dipahami maksudnya oleh hamba-Nya yang serba lemah. Demikian pula apa yang dinstruksikan oleh Syekh al-Akbar Ra. kepada murid-muridnya untuk mengadakan Dakwah Damai Parade Simpatik (DDPS) Al-Idrisiyyah pada bulan Mei 2008. Sikap yang mesti didahulukan terhadap apa yang diperintahkan oleh seorang Syekh al-Akbar selaku Mandataris Ilahiyyah adalah Sami’naa wa Atho’naa (kami dengar dan kami patuhi).
Perintah itu pada awalnya tidak dimengerti oleh kebanyakan murid-murid sehingga ada yang berharap kebijakan lain bisa ditempuh untuk gerakan Publikasi Birokrasi Ilahiyyah (selain mesti turun ke jalan). Kebijakan gerakan itu rupanya telah ditunggu-tunggu oleh Rasulullah Saw beserta para Nabi dan Awliya-Nya. Hal ini sebagaimana dilukiskan dari sebuah peristiwa ruhani yang dialami seorang murid Al-Idrisiyyah,
Pada waktu selesai sholat Isyraq seorang murid ditampakkan I’tibar (gambaran) ruhani yang mempesona. Ia melihat sosok Rasulullah Saw sedang berbicara dengan Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra. di mana Beliau duduk sambil mendengarkan uraian sabda Nabi Saw. Betapa tingginya adab Nabi Muhammad Saw menghargai keberadaan Sulthan al-Awliya, Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra., sehingga Beliau Saw berbicara menggunakan bahasa Sunda. [Hal ini pernah terjadi pada masa Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra. di mana menurut penuturan Beliau sendiri Rasulullah Saw pernah datang berdialog dengan Beliau menggunakan bahasa Sunda].
Rasulullah Saw selanjutnya mengungkapkan (dengan bahasa Sunda), ‘Bagaimana programnya, kapan ingin dilaksanakan?’ Demikianlah kalimat pertanyaan itu berkali-kali diungkapkan kepada Syekh al-Akbar. Tapi Beliau Ra. hanya tertunduk diam. Program ini mesti dilaksanakan, kata Rasulullah, karena berbagai musibah telah banyak terjadi di mana-mana. Jika tidak segera dilaksanakan dunia ini akan terus dilanda musibah yang semakin dahsyat.
[Jadi, sebenarnya program ‘penampakkan’ Birokrasi Ilahiyyah ke masyarakat luas itu sudah lama ingin dilaksanakan. Namun Syekh al-Akbar menilai kemampuan murid-muridnya yang sangat terbatas pengalaman dan keilmuannya. Sehingga dengan kebijaksanaan Beliau program ini masih beliau tahan sampai waktu dan kondisi yang tepat.]
Sementara Syekh al-Akbar duduk diam termenung, ruhani para Nabi dan Wali mendatanginya menciumi pipi dan kening. Beliau sebagai tanda dukungan mereka terhadap program yang akan dilaksanakan. Mereka berikrar akan membantu perjuangan Syekh al-Akbar dalam mewujudkannya. Semuanya akan mendukung terhadap apa yang akan dilakukan Syekh al-Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan Ra. Mereka sekarang sudah datang hadir mengiringi perjuangan Syekh al-Akbar.
Kemudian para malaikat berkata, ‘Kami akan menaburkan mutiara di kaki para murid yang akan berjalan mengusung parade Birokrasi Ilahiyyah ini’. Para malaikat juga akan membentangkan sayapnya menaungi perjalanan massa Idrisiyyah. Secara ruhaniyah, para malaikat akan menghamparkan butiran mutiara sepanjang perjalanan Parade.
Para leluhur (keluarga) murid yang sudah wafat ikut menyertai parade simpatik nanti. Mereka hadir, tidak peduli apakah leluhurnya itu murid atau pun tidak, semuanya akan ikut serta. Mereka dalam ampunan dan kebebasan dari siksa-Nya.
Pepohonan, batu-batuan, benda-benda yang berada di bumi pada gerakan massa nanti semuanya akan hormat dan tunduk kepada Syekh al-Akbar. Syekh al-Akbar akan diberikan pakaian kewalian yang belum pernah diberikan oleh seorang Wali pun sebelumnya.
Orang yang mengikuti perjuangan Birokrasi Ilahiyyah nanti pahalanya lebih utama daripada menghidupkan malam Lailatul Qadr. Subhaanallaah.
Sebelumnya, para penghuni alam ghaib dari kalangan bangsa Jin dari Kerajaan Sumur mengabarkan bahwa mereka siap untuk membantu mengiringi parade Birokrasi Ilahiyyah. Mereka bahkan ingin ditalqin dahulu menjadi murid Syekh al-Akbar, karena selama ini mereka mengalami kesulitan menembus alam ruhani Birorasi Ilahiyyah. Jika mereka sudah ditalqin, menurut mereka akan terbuka pintu gerbang dunia Birokrasi Ilahiyyah di hadapannya sehingga mereka dapat membantu mendampingi perjuangan setiap murid Syekh al-Akbar dalam kehidupannya sehari-hari.
*Menurut mereka pasukan (‘agen’) mereka tersebar dari Timur hingga Barat. Adapun kalau ingin membuat geger penduduk bumi, mereka (dengan Qudrat Iradat Allah) bisa melakukannya dari bawah (dasar) bumi yang mereka diami.

Mangkuk yang Cantik, Madu dan Sehelai Rambut

Rasulullah SAW, dengan sahabat-sahabatnya Abakar r.a., Umar r.a., Utsman r.a., dan 'Ali r.a., bertamu ke rumah Ali r.a. Di rumah Ali r.a. istrinya Sayidatina Fathimah r.ha. putri Rasulullah SAW menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan sehelai rambut terikut di dalam mangkuk itu. Baginda Rasulullah SAW kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut).
Abubakar r.a. berkata, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut".
Umar r.a. berkata, "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
Utsman r.a. berkata, "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
'Ali r.a. berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
Fatimah r.ha.berkata, "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-cadar itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
Rasulullah SAW berkata, "seorang yang mendapat taufiq untuk beramal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
Malaikat Jibril AS berkata, "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
Allah SWT berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Rasulullah Saw dan Pengemis Buta

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya". Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.
Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.ha menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah Itu?", tanya Abubakar r.a. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah r.ha.
Keesokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu?". Abubakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa". "Bukan!, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan padaku dengan mulutnya sendiri", pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abubakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar r.a.
Allaahumma Sholli 'alaa Muhammad wa 'alaa aalih.

Jumat, 18 April 2008

Identitas sebagai tanda Kepastian

Betapa identitas atau penampilan Muslim mempengaruhi respect seseorang kepadanya.
Cuek is the best memang sudah mempengaruhi tabiat umat Islam sehingga salam atau tegur sapa tidak terjadi saat mereka saling berjumpa.
Kalau peristiwa tersebut terjadi di Bali, misalnya, hal itu mungkin bisa kita maklumi karena mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Tapi apa yang akan kita katakan apabila rasa cuek itu terjadi si sebuah Rumah sakit Islam?
Banyak hikmah berbusana taqwa yang dapat diambil setelah beberapa hari Guru kami Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra. dirawat di Rumah Sakit Islam. Di antaranya adalah saat kami hendak menjenguknya. Kami lupa ruang manakah Syekh kami dirawat. Hanya beberapa langkah kaki kami bergerak dari pintu masuk, tiba-tiba resepsionis RS berseru kepada kami, ‘Kamar Kiyai (Syekh) ada di sebelah kanan no. 4, Arafah bawah!’
Kami tertegun, mengapa begitu spontan petugas komunikasi RS melontarkan kata-kata itu kepada kami padahal kami belum bertanya kepadanya.
Kami dalam hati langsung memahami, bahwa pakaian taqwa yang kami kenakan sudah menjadi perantara komunikasi yang efektif, yang menunjukkan kami adalah pengunjung pasien Syekh al-Akbar dilihat dari kesamaan busananya.
Begitu pula dengan waktu jenguk yang bebas kami lakukan ke RS. Saat kami melewati pintu jaga Satpam RS, 2 orang Satpam memberi jalan kami untuk masuk. Tapi tidak bagi orang-orang lain. Karena (menurut mereka) identitas yang kami kenakan cukup jelas, sehingga tidak menimbulkan rasa was-was bagian keamanan RS.
Lalu lalang orang berpapasan dengan kami, selalu ada sapaan salam. Apakah kami atau mereka yang terlebih dahulu mengucapkan salam. Mereka mengucapkan salam kepada kami, tapi tidak kepada yang lain. Mengapa? Sekali lagi, identitas kemusliman kami jelas!
Di RS Islam sekalipun ucapan salam tidak sembarang dilontarkan. Satu pengunjung dengan pengunjung lainnya saling tidak peduli (padahal mereka muslim). Mereka lebih yakin untuk menyuarakan salam kepada kami. Mereka mendapati suatu kepastian.
Apa yang mereka lihat sehingga mereka mengucapkan salam kepada orang-orang yang mengenakan Libasut Taqwa? Apakah mereka melihat batin (iman) seseorang sehingga mereka mau mengucapkan salam? Oh, ternyata mereka melihat apa yang kami kenakan (lahir) bukan batin kami.
Inilah yang kami fahami mengapa Dienul Islam yang fitrah ini bukan disebut sebagai Agama Iman, tapi Agama Islam, karena mengedepankan nilai lahir yang merupakan bagian fitrah manusia.
************
Saat seorang berghamis datang kepada Kapolres, ia berkata, ‘Saya berpakaian begini (Libasut Taqwa, red) mencoba bersikap professional sebagai seorang muslim’. ‘Coba Bapak (Kapolres) buka baju seragam polisi yang Bapak kenakan, lalu ganti dengan baju biasa. Bagaimana orang-orang di suatu kampung melihat Bapak? Pasti mereka tidak ‘memandang’ (peduli) kepada Bapak. Mereka baru peduli ketika Bapak mengenakan pakaian resmi! Pakaian yang menunjukkan sikap professional Bapak sebagai seorang Polisi!’
‘Nah, begitulah saya ini. Saya belajar bersikap professional sebagai seorang muslim dengan mengenakan busana taqwa seperti yang Bapak lihat!’
Dengan mengenakan Libasut Taqwa, kepastian orang melihat seorang muslim menjadi jelas.