Kamis, 25 Oktober 2007

Lailatul Qadr 2007

Malam Lailatul Qadr yang penuh dengan keagungan itu dinanti-nanti sekian miliar penduduk muslim di dunia. Banyak muslim mencarinya dengan memperbanyak i’tikaf di malam ganjil terakhir di bulan Ramadhan. Kita dapat menyaksikan antusias muslimin dan muslimat beribadah di malam-malam tersebut, di daerah Condet (al-Hawi) misalnya, setiap malam ganjil terakhir berduyun-duyun manusia berjejal untuk melaksanakan tarawih bersama hingga tengah malam. Peristiwa ini menyebabkan lalu lintas di sekitarnya menjadi macet.
”Saya tadi malam habis i’tikaf di masjid Sunda Kelapa!” Ujar seorang kakek tua asal Sumatera Barat. Ia menceritakan bahwa sudah menjadi kebiasaannya berkeliling ke masjid-masjid yang mengadakan i’tikaf di bulan Ramadhan, terutama menanti malam yang agung tersebut. Masjid hingga halaman masjid penuh dengan pria maupun wanita berdzikir dan mendengar renungan muhasabah hingga shalat Dhuha, katanya.
Di masjid-masjid lain banyak mengadakan hal serupa. Demikian halnya di masjid Jami’e Al-Fattah di Batu Tulis. Namun yang berbeda di masjid ini dengan lainnya, jika di bulan Ramadhan di masjid lain mengadakan tawaquf (berhenti sementara) terhadap majelis taklim/dzikirnya, tetapi masjid ini terus mengadakan pengajian di bulan Ramadhan.
Hal lainnya yang berbeda adalah kegiatan menghidupkan malam Lailatul Qadr di masjid ini diadakan pada malam yang sudah diyakini sebagai malam Lailatul Qadr berdasarkan petunjuk ruhaniyah. Melalui petunjuk ruhaniyah inilah malam Lailatul Qadr dapat diketahui secara pasti.
Berkenaan dengan petunjuk malam Lailatul Qadr tahun ini ada sedikit kisah yang dapat menjadi informasi yang cukup berharga bagi kita semua yang ingin menyimak di balik peristiwa malam Lailatul Qadr.
Informasi awal tentang malam yang dinanti-nantikan tersebut adalah malam 25 atau 27. Petunjuk ini didapat melalui beberapa murid Idrisiyyah yang bersua dengan ruhani Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra. Melalui Nabi Khidir As. Bahkan ditambahkan, di antara kedua tanggal tersebut terserah Syekh al-Akbar Muhammad Daud untuk menentukannya. Melalui berita ini Syekh al-Akbar M. Daud dipersilahkan untuk memutuskan kapan malam Lailatul Qadr.
Satu lagi cerita, seorang murid yang beri’tikaf di qubah menceritakan pada suatu malam ia mendengar suara dua orang mengobrol di ruangan qubah. Namun ia tidak tahu asal suara tersebut. Setelah ia selidiki suara itu berasal dari ruang khalwat Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan. Dari dalam qubah tersebut terdengar suara Syekh al-Akbar dengan Nabi Khidhir As. Ia berjalan perlahan-lahan untuk memastikan apakah benar suara tersebut berasal dari dalam kamar. ”Ehm, ada yang nguping pembicaraan nih?” suara keras terdengar dari dalam kamar, yang menyebabkan ia lari berjingkat karena malu ketahuan menguping.
Segera ia memposisikan diri duduk menghadap makam. Sambil memejamkan mata, ia berdo’a, ”Ya Allah, jika benar itu adalah Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan, guru saya, maka datangkanlah ia padaku!” Hatinya terus berkata demikian sambil berdebar-debar memikirkan apa yang sedang terjadi.
Assalamu’alaikum!” Salam itu terdengar hingga 3 kali, sehingga menyebabkan ia terhenyak dari posisi duduknya. ”Kamu memanggil Bapak?” tanya seseorang yang berdiri tegak di hadapan si murid. Si murid menjawab dengan menunduk, ”Benar Syekh al-Akbar!” Kepalanya tidak mampu ia tegakkan, ia tidak berani menengadah untuk memandang wajah Syekhnya tersebut.
”Sampaikan kepada orang yang dekat dengan Bapak itu (sambil memberi isyarat), besok malam (malam 25) malam Lailatul Qadr. Lihat ke langit, semuanya sudah menunggu-nunggu! Cepat segera beritahu!” Betapa kagetnya si murid begitu ia menengadahkan kepalanya ke langit. Subhanallaah! Para malaikat berjejal memenuhi seluruh langit, seolah-olah sedang mengambil ancang-ancang untuk meluncur ke bumi. Rupa-rupanya mereka telah bersiap-siap untuk ’turun’ menunggu titah Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra. sebagai wakil Allah yang dikuasakan oleh Rasulullah pada masa ini.
Di siang hari, sebelum datangnya malam Lailatul Qadr kabut tipis seolah menutupi seluruh lapisan langit. Wujud matahari tak tampak tertutupi olehnya. Bukanlah pula awan mendung menyelimutinya, karena hanya diiringi angin semilir yang menenangkan suasana di tengah teriknya kemarau.
Akhirnya malam itu seluruh jama’ah berpesta dzikir hingga sahur menjelang.