Senin, 23 Juli 2007

Mesti ada wasilahnya!

’Hai Shohib (sahabat), mampir dong ke tempat Ane!’ Panggilan itu terngiang-ngiang di telinga seseorang yang tengah dalam perjalanan. Maka ia pun mampir ke tempat suara tersebut.
Yang memanggilnya adalah Sayid Ahmad bin Alwi al-Haddad (alias Habib Kuncung)[1]. Di makam yang letaknya di Kalibata itu orang itu berdzikir membaca Shalawat ’Azhimiyyah.
Saat ia membaca shalawat tersebut, cahaya besar dan menakjubkan muncul di hadapannya naik ke atas langit, namun ia turun kembali. Ia baca lagi, kemudian cahaya itu naik lalu turun kembali. Kejadian itu berulang-ulang, hingga ia mengingat-ingat apa yang mesti ia lakukan.
Akhirnya ia teringat, setelah ia berwasilah dengan Gurunya Asy-Syekh al-Akbar M. Daud Dahlan Ra. Imamuz Zaman, cahaya awrad itu kemudian mencuat ke atas, dan disambut oleh Gurunya tersebut. Lalu, diantarlah bacaan tersebut hingga ke hadirat Allah ’Azza wa Jalla.
Ia bergumam, ternyata ’mesti berwasilah’ jawabannya.

[1]Habib Kuncung wafat dan dimakamkan di Kali Bata pada umur 93 tahun yaitu pada tanggal 29 Sya’ban 1345 Hijriyah/1926 M.

Bersentuhan dengan alam ruhani

Ada seorang murid Idrisiyyah memiliki pembantu yang dapat berinteraksi dengan makhluk-makhluk gaib. Mungkin ekses dari ’keahliannya’ ini seperti sering pingsan atau tak sadarkan diri menyebabkan majikannya terdahulu tidak tahan. Namun dengan keberadaannya di tengah keluarga murid Idrisiyyah ini ternyata membawa barokah yang besar.
Hal ini sebagaimana diceritakan kepada saya beberapa minggu lalu (awal Juli 2007). Saat itu memang kebetulan sekali
Asy-Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra. mampir ke rumahnya, karena dekat dengan tempat khutbah Beliau di Masjid Pelita Air Service, Pondok Cabe.
Setelah duduk, Beliau Ra. dipertemukan dengan pembantunya yang sering mendapat masalah dengan mentalnya (karena banyak hal-hal aneh) yang ia lihat di rumah tersebut sejak ia menjadi pembantu beberapa bulan belakangan ini. Kepada Asy-Syekh al-Akbar bahkan si murid menanyakan apakah ia mesti ’dipertahankan’ sebagai pembantu di rumahnya.
Asy-Syekh al-Akbar mengatakan biarlah ia tetap di rumahnya. Karena di tempat lain belum tentu ia akan mendapatkan tempat sebagaimana sekarang ini. Ia perlu diasuh dan dijaga, mudah-mudahan membawa berkah rumah tangganya.
Saat pembantu itu bertemu, ia mencium tangan
Asy-Syekh al-Akbar. Setelah itu ia mencium tangan kepada ’seseorang’ di sebelah Beliau Ra. Dan juga ’satu lagi’ yang berada di sebelahnya. Betapa herannya majikan (si murid) menyaksikan keanehan yang diperlihatkan pembantunya ini. Sang manjikan pun berkata, ’Kamu mencium tangan siapa?’ Si pembantu menjawab, ’Orang yang mengiringi Bapak ini (Asy-Syekh al-Akbar). Kok keduanya tidak diajak bicara?’ Pembantu itu malah balik bertanya.
Asy-Syekh al-Akbar sudah mengerti apa yang terjadi. Namun Beliau sembunyikan untuk ’PR’ buat tuan rumah.
Sepulangnya
Asy-Syekh al-Akbar dari rumahnya, ia menginterogasi pembantunya dalam rangka mencari tahu apa yang dilakukan pembantunya siang tadi. Akhirnya, ingatlah ia kepada sebuah buku wirid Tarekat Idrisiyyah. Ia pun memperlihatkan buku tersebut kepada pembantunya. Dan si pembantu membulak balik halaman buku tersebut. Sesampainya pada halaman terakhir yang memuat foto Guru-guru Tarekat Idrisyyah, akhirnya ia berucap histeris, ’Naah, ini dia yang saya lihat tadi siang!’ sambil menunjukkan telunjuknya kepada foto Asy-Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra. dan Syekh al-Akbar Abdul Fattah Ra.
Cerita ini menambah haru bagi keluarga si murid, dan merasakan kehadiran pembantu itu membawa hikmah yang besar dalam rumahnya. Saya pun memahami kehadiran keduanya, sebagai rasa senangnya Gurunya tersebut (
Asy-Syekh al-Akbar Abdul Fattah Ra.) yang kebetulan adalah kakeknya. Karena si cucu sudah lama belum kembali ke pangkuan Idrisiyyah, sedangkan kepemimpinan Tarekat ini adalah merupakan generasi yang ketiga di Indonesia.
Tidak hanya itu, si isteri juga menceritakan mimpi yang indah sekali. Suatu ketika ia terganggu kembali dengan penyakit vertigo (kepala) yang sudah lama ia derita. Ia mengalami ketidaksadaran cukup lama yang membuat khawatir suaminya.
Setelah sadar, sang isteri bercerita, bahwa ia telah diajak ’jalan-jalan’ ke alam ruhani oleh
Asy-Syekh al-Akbar Abdul Fattah Ra. Ia sempat dibawa ke sebuah gedung seperti masjid yang indah sekali. Tidak ada yang cacat dari sikap para dayang-dayang yang menyediakan suguhan makanan dan minuman kepadanya. Semuanya cantik-cantik dan begitu ramah kepadanya. Belum sempat ia menikmati suguhan itu, ia beranjak ke luar ruangan. Di luar gedung itu ada sebuah gerbang. Dan di sanalah ia sudah ditunggu Asy-Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra. Seketika ia terbangun dari tidurnya.
Saya tertegun, rasa syukur mendengar ini karena ruhani suci memberi aroma wewangian yang harum dan keindahan rasa bagi keluarga ini. Saya berharap ia menjadi semangat menjadi seorang murid, dan semoga langgeng bahtera rumah tangganya di bawah bimbingan Imam Zaman ini.