Selasa, 30 Oktober 2007

Mereka ikut merasakan

”Pada saat pasukan FPI merusak kendaraan-kendaraan kami, kami sudah tidak berdaya. Mobil yang saya tumpangi sudah tidak mampu bergerak lagi. Satu persatu mobil-mobil kami dirusak, hingga ada seorang dari mereka berdiri di atas mobil kami, lalu menghujamkan linggisnya bertubi-tubi ke kaca mobil depan. Namun sebelum mereka menghantamkan linggis tersebut, salah seorang penumpang kami berteriak, ’Madaad Syekh Akbaaar!’ Sungguh mengherankan, Linggis yang dihantam ke kaca mobil kami, tidak berhasil memecahkan kaca mobil kami sedikit pun! Kami pun merasa beruntung, karena mobil kami tidak rusak seperti mobil kawan-kawan yang lain.”
Demikianlah paparan seorang penggerak sebuah ormas yang mewadahi orang-orang miskin di ibukota. Namun keberadaannya yang sering melakukan demo ini dicurigai oleh pihak-pihak yang tidak menyenangi keberadaannya sebagai kelompok yang beraliran komunis dan berbasis kekuatan rakyat bawah. Akhirnya, entah mengapa pihak FPI tiba-tiba menyerang mereka dengan alasan ketidaksetujuannya dengan komunis. Apakah mereka dibayar oleh pemerintah? Wallaahu A’lam.
Di balik peristiwa itu, ada catatan kecil namun penting bagi koorninator ormas ini. Yakni apakah sebenarnya ungkapan Madad Syekh al-Akbar itu. Rupa-rupanya ungkapan ini diucapkan oleh seseorang yang bukan dari jama’ah Tarekat Al-Idrisiyyah. Lalu dari manakah ia mendapatkannya. Setelah diselidiki, ternyata ada seorang murid Idrisiyyah yang mengajarkan kepadanya ungkapan tersebut. Lalu ia lakukan dalam berbagai hal sebelum ia mengalami suatu peristiwa. Bahkan ketika ia teriris pisau, ia menjadi latah mengucapkan kalimat tersebut.
Selanjutnya, pimpinan organisasi ini datang sowan kepada Syekh al-Akbar untuk memohon kepada Beliau memberikan bimbingan kepada anggotanya, agar lebih mengerti atau memahami ajaran Islam. Apalagi perjuangan yang selama ini ia lakukan sebenarnya masih belum sempurna, karena pendekatannya masih bersifat duniawi (ekonomi). Banyak umat Islam yang miskin secara ekonomi, juga miskin secara spiritual. Agamanya sendiri saja belum banyak diketahuinya.
Akhirnya Syekh al-Akbar memberikan restu, dan mendukung apa yang sedang diperjuangkan pimpinan ormas ini, asal tidak melupakan majelis pengajian untuk menimba agama Islam lebih serius.

LAILATUL QADR 2007 (lanjutan)

Sebagaimana diceritakan sebelumnya bahwa berita malam Lailatul Qadr itu pada awalnya terdapat 2 waktu, yakni malam 23 atau 25. Sebenarnya menurut seorang murid lainnya, mengutarakan isyarat malam Lailatul Qadr awalnya jatuh pada malam 25 (malam Ahad). Kemudian Allah merubah waktu tersebut menjadi 23.
Dalam hati si murid bertanya-tanya, ’Mengapa demikian?’ Pada saat ia melaksanakan shalat malam pertanyaan itu terjawab, ada sebuah suara terdengar, ’Allah menghormati Kekasih-Nya!’ Hal ini menjadi renungan baginya, sehingga ia membandingkan sebuah peristiwa yang pernah terjadi pada masa dahulu di mana ketika Allah mengabarkan akan menjadi seorang khalifah di muka bumi. Maka serentak para malaikat mempertanyakannya. Maka Allah berfirman, ’Aku Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui!’
Refleksi peristiwa malam Lailatul Qadr yang diubah waktunya juga demikian. Pada awalnya para malaikat telah mengetahui ketetapan bahwa malam Lailatul Qadr itu adalah malam 25. Namun para malaikat bertanya-tanya mengapa malam itu diubah. Cerita berikut akan menjelaskan pertanyaan ini.
Sebelum dzikir tengah malam diadakan, Syekh al-Akbar pamit dari ruangan masjid setelah memberikan taushiyah untuk beristirahat sejenak (karena sesuai jadwal panitia Ramadhan beliau akan kembali lagi ke masjid memimpin shalat sunat pada jam 2 malam). Semua jama’ah menyaksikan Beliau keluar ruangan. Namun apa yang dilihat oleh seorang murid berbeda. Ia mengatakan bahwa sosok Syekh al-Akbar itu tetap ada di daerah mimbar sedang duduk mengikuti jalannya majelis dzikir.
Di tengah malam itu, di masjid Jami’e Al-Fattah dipenuhi dengan ratusan jama’ah dari berbagai daerah. Mereka berdzikir bersama, bermunajat dan memohon ampun kepada Allah. Saat berkumandang, ’Astaghfirullaahal ’azhiim wa atuubu ilaiih!’ ruhani Syekh al-Akbar naik ke atas dalam posisi duduk. Semakin dalam ungkapan taubat itu semakin tinggi naiknya Syekh al-Akbar ke atas langit.
Begitu disuarakan istighfar shogir ’Astaghfirullah!’ ’Astaghfirullah!’ berulang kali Syekh al-Akbar berdiri. Ada sebuah tangga yang beliau pijaki hingga ke tasa langit. Jumlah anak tangga tersebut sejumlah Guru-guru (Masyayikh) Al-Idrisiyyah, dari Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra., terus sampai kepada Syekh Abdul Aziz ad-Dabbagh Ra. Tampak jelas saat Beliau menapakinya satu demi satu. Namun ketika sampai tangga selanjutnya yang berhadapan dengan ’Arasy, ada 2 buah tangga yang ketika Beliau (Syekh al-Akbar M. Daud Dahlan) menapakinya tubuh beliau sudah tidak kelihatan lagi. Yang tampak hanyalah kedua mata kaki beliau saja.
Setelah itu lenyaplah seluruh tubuh Beliau. Tiba-tiba ada sebuah suara keras menggema, ’Kalian lihat! Saksikan oleh kalian mereka yang sedang berdzikir kepada-Ku! Lihatlah! Masih ada di zaman yang penuh kerusakan ini hamba-hamba-Ku yang bertaubat, memohon Ampun kepada-Ku dengan sungguh-sungguh!’ Lihatlah mereka, karena seseorang yang Aku utus kepada mereka!’ Menurut si murid yang mendengarnya, suara tersebut mengalahkan gemuruh dzikir jama’ah masjid Jami’e Al-Fattah ketika itu. Suaranya begitu keras dan berulang-ulang seolah-olah suara tersebut ingin memberikan bukti agar yang mendengarnya percaya.
Setelah muncul suara itu, seperti sekumpulan burung-burung di atas langit yang melihat setumpuk makanan di persada bumi, para malaikat bersegera turun berduyun-duyun menengok sekumpulan orang yang berdzikir di masjid Jami’e Al-Fattah. Inilah bukti firman Allah ’Tanazzalul malaaikatu war-Ruuhu fiihaa!’ Ternyata firman Allah itu begitu nyata, malaikat-malaikat dengan sayapnya turun ke bumi tampak jelas terlihat. Pemandangan yang begitu mengesankan jiwa. Lailatul Qadr bukanlah legenda di sisi orang-orang yang telah dibukakan mata hatinya.