Jumat, 10 Desember 2010

JADIKAN DUNIA MENJADI AKHIRAT

Puncak keberuntungan seorang hamba adalah diterimanya amal kebaikannya di sisi Allah. Amalnya tidak cacat, sebagaimana tidak diterimanya barang yang rusak untuk dijual oleh sebuah perusahaan.

Sebaliknya kesialan yang menimpa seorang hamba di hadapan Allah adalah ketika ia merasa yakin dengan amal yang ia lakukan tapi Allah tidak menerimanya. Ia pun menjadi rugi karena jerih payahnya sia-sia.

Amal yang diterima itu memiliki tanda sebagaimana kita mengajukan sebuah proposal, akan menerima tanda terima surat yang menandakan bahwa surat kita telah diterima meskipun belum tentu pengabulannya diterima, dan yang akan kita terima belum tentu sesuai dengan apa yang kita angan-angankan.

Tanda diterimanya amal, pertama, nikmatnya amal menimbulkan keinginan untuk tidak meninggalkannya. Jika tertinggal maka timbul rasa penyesalan dalam dirinya. Kedua mendapatkan buah amal tersebut (seperti shalat dapat mencegah pekerjaan keji dan munkar, berdzikir menimbulkan ketenangan hati). Ketiga mendapatkan pengetahuan (petunjuk) dari Allah sehingga bertambah amalnya secara kualitas maupun kuantitasnya.

Hadirin Yang Berbahagia,

Allah menawarkan kenikmatan akhirat dengan sesuatu yang belum pernah mata melihat, telinga mendengar. Artinya kenikmatan syurga itu teramat mahal, bukan hal yang murah. Sesuatu yang mahal itu seimbang dengan nilai yang ditawarkan. Adalah pantas syurga itu mahal karena orang yang mau beribadah, mau mengaji, mau menginfakkan masjid itu jumlahnya lebih sedikit. Orang yang betah di mall lebih banyak daripada di mesjid. Orang yang memegang remote tv di waktu maghrib lebih banyak daripada memegang mushaf Al-Quran.

Sabda Nabi Saw: Alaa inna sil’atallaahi ghooliyah. Ketahuilah, Perniagaan Allah itu mahal nilainya. Yaitu Syurga.

Rasulullah Saw menyatakan bahwa betapa banyak amal dunia menjadi amal akhirat lantaran baik niatnya, yakni amalnya diterima. Baiknya niat bisa diciptakan dan diinspirasikan dengan memahami ajaran-ajaran Islam lewat pengajian, mendengarkan ceramah, duduk dengan orang-orang yang dishalehkan, dan sebagainya. Betapa banyak amal akhirat hanya akan menjadi amal dunia lantaran buruknya niat, yakni menyebabkan cacat amalnya.

Hadirin Rahimakumullah,

Di awal tahun 1990an, email, komputer dan handphone hanya dinikmati oleh segelintir orang. Kini, 20 tahun kemudian, di seluruh dunia, 1,4 milyar orang telah mempunyai e-mail, ada 1 miliar komputer, dan 3,3 miliar pengguna handphone–sekitar separuh dari jumlah penduduk dunia. Proses ini akan terus berkembang. 10 tahun mendatang perkembangannya akan lebih cepat dari 100 tahun kemarin.

Teknologi bisa menjadi dunia saja, tapi bisa menjadi amal akhirat. Begitu mudah dengan era kemajuan teknologi sekarang ibadah bisa kita wujudkan. Membaca atau mempelajari Al-Quran saat ini mudah sekali melalui komputer atau handpone. Pengetahuan agama dari bentuk word hingga digibok sudah banyak beredar di internet. Semuanya bukan saja bisa menjadi lahan ibadah tapi mempermudah sesuatu yang sulit dan mempersingkat ketertinggalan kita mengenai informasi agama.

Tapi teknologi ibarat 2 bilah mata pisau, bisa menjadi sahabat dan bisa menjadi musuh kita, disadari atau tidak. Kalau anak-anak mengunjungi warnet untuk main game saja, yang dewasa hanya untuk kesenangan duniawi semata, maka bukanlah teknologi itu menjadi nilai rahmat yang membawa manfaat akhirat, tapi mengurangi umur, mempercepat azab dan menambah catatan panjang bahan hisab kita di hadapan Allah SWT. Dengan banyak informasi yang kurang mendidiklah anak-anak tidak mau mendengar nasehat orang tuanya, susah diajak ibadah, tapi kalau diajak tempat wisata, tempat belanja, mall, barulah mereka mau. Inilah fenomena anak zaman sekarang.

Anak-anak mesti kita arahkan menuju hal-hal yang positif, jadikan kepintarannya untuk menegakkan syiar Islam, jadikan kecerdasannya untuk menelaah permasalahan umat di masa mendatang, jadikan kelebihannya untuk menegakkan Dien Allah dan Rasul-Nya. Jika semua membiarkan arus teknologi informasi yang begitu pesat tanpa dibarengi dengan pendidikan agama, maka bisa jadi generasi muda muslim malah menjadi musuh bagi agamanya sendiri. Na’udzubillah.

Hadirin yang berbahagia,

Syekh Ahmad bin Idris Al-Fasi mengungkapkan,

إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْخُلَ السِّالِكُ فِى أَمْرٍ مِنْ أُمُوْرِهِ قَوْلاً اَوْفِعْلاً فَلْيَعْلَمْ اَنَّ اللهَ تَعَالَى لاَبُدَّ اَنْ يُوْقِفَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ وَيَسْئَلَهُ عَنْ ذلِكَ الْأَمْرِ فَلْيَعُدَّ الْجَوَابَ لِسُؤَالِ الْحَقِّ تَعَالَى.

Apabila seseorang Salik mau melakukan suatu tindakan baik perkataan maupun perbuatan, maka dia harus mengetahui bahwa sesungguhnya Allah senantiasa berdiri di depannya dan akan menanyakan tentang perbuatan tersebut. Maka persiapkanlah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Allah SWT Yang Haq.

Apabila jawaban tersebut benar dan akan diridhoi serta diterima oleh-Nya, laksanakanlah tindakan tersebut. Maka akibat tindakan tersebut terpuji di dunia dan akhirat. Demikian pula sebaliknya”.

Sebagaimana orang yang berpantang saat sedang sakit. Kalau sedang sakit diabetes, silahkan banyak makan nasi, banyak makan yang manis-manis jika ia tidak mengikuti nasehat dokter. Akibatnya, ia sendiri yang akan merasakannya nanti. Tapi jika ia sudah merasakan akibatnya maka ia akan menahan diri dari akibat yang akan dideritanya, yang tidak bisa dipindahkan kepada siapapun rasa sakitnya itu.

Ibadah terbagi menjadi 2 (dua). Ada yang disukai nafsu dan ada yang tidak. Harta pun demikian, ada yang bisa membawa kebaikan atau keburukan. Dampak negatif harta itu berdasarkan sabda Nabi Saw adalah:

1. Al-‘Ana’ fi jam’ihi, payah mengumpulkannya,

2. Wasy-Syughlu ‘an dzikrillahi ta’aalaa bi-ishlaahihii, lalai mengingat Allah karena sibuk mengatur harta,

3. Wal khouf min saalibihii, menimbulkan kecemasan dicuri hartanya,

4. Wahtimaala ismi al-bakhil linafsisi, disandangkan sifat bakhil atas dirinya karena tidak mau berderma,

5. Wa Mufaaroqotash shoolihiin min ajlihi, menjauhkan dirinya dari orang-orang saleh karena kesibukannya.

Bukanlah Islam itu anti harta, anti kemajuan, anti teknologi. Bahkan Islam harus lebih maju dari yang lain. Al-Islaam ya’luu walaa yu’laa ‘alaiih.

Bukanlah orang yang lebih baik di antara kalian (kata Nabi) meninggalkan dunia untuk akhiratnya, dan bukan pula meninggalkan akhirat untuk dunianya. Tapi orang yang lebih baik di antara kalian adalah orang yang mengambil keduanya (dunia dan akhirat). Selaras dengan do’a:

Robbanaa aatinaa fid dun-yaa hasanah wafil aakhiroti hasanah waqinaa ‘adzaaban naar.

Wahai Tuhan kami berikanlah kepada kami kebaikan dunia dan akhirat, lindungilah kami dari siksa api neraka.

Yaa Allah luaskan rizki kami, jangan jadikan luasnya rizki sebagai penghalang bagi akhirat kami. Jadikanlah rizki di dalam genggaman tangan kami, dan jangan letakkan di dalam lubuk hati kami.

LQ, 10 Desember 2010

Selasa, 23 November 2010

Raden Batoro Katong

PEMBAWA ISLAM PERTAMA & LEGENDARIS PONOROGO
Raden Katong, yang kemudian lazim disebut Batoro Katong, bagi masyarakat Ponorogo mungkin bukan sekedar figur sejarah semata. Hal ini terutama terjadi di kalangan santri yang meyakini bahwa Batoro Katong-lah penguasa pertama Ponorogo, sekaligus pelopor penyebaran agama Islam di Ponorogo.

Batoro Katong, memiliki nama asli Lembu Kanigoro, tidak lain adalah salah seorang putra Prabu Brawijaya V dari selir yakni Putri Campa yang beragama Islam. Mulai redupnya kekuasaan Majapahit, saat kakak tertuanya, Lembu Kenongo yang berganti nama sebagai Raden Fatah, mendirikan kesultanan Demak Bintoro. Lembu Kanigoro mengikut jejaknya, untuk berguru di bawah bimbingan Wali Songo di Demak. Prabu Brawijaya V yang pada masa hidupnya berusaha di-Islamkan oleh Wali Songo, para Wali Islam tersebut membujuk Prabu Brawijaya V dengan menawarkan seorang Putri Campa yang beragama Islam untuk menjadi Istrinya.

Berdasarkan catatan sejarah keturunan generasi ke-126 beliau yaitu Ki Padmosusastro, disebutkan bahwa Batoro Katong dimasa kecilnya bernama Raden Joko Piturun atau disebut juga Raden Harak Kali. Beliau adalah salah seorang putra Prabu Brawijaya V dari garwo pangrambe (selir yang tinggi kedudukannya).

Walaupun kemudian Prabu Brawijaya sendiri gagal untuk di-Islamkan, tetapi perkawinannya dengan putri Cempa mengakibatkan meruncingnya konflik politik di Majapahit. Diperistrinya putri Cempa oleh Prabu Brawijaya V memunculkan reaksi protes dari elit istana yang lain. Sebagaimana dilakukan oleh seorang punggawanya bernama Pujangga Anom Ketut Suryongalam. Seorang penganut Hindu, yang berasal dari Bali.

Tokoh yang terakhir ini, kemudian desersi untuk keluar dari Majapahit, dan membangun peradaban baru di tenggara Gunung Lawu sampai lereng barat Gunung Wilis, yang kemudian dikenal dengan nama Wengker (atau Ponorogo saat ini). Ki Ageng Ketut Suryangalam ini kemudian di kenal sebagai Ki Ageng Kutu atau Demang Kutu. Dan daerah yang menjadi tempat tinggal Ki Ageng Kutu ini dinamakan Kutu, kini merupakan daerah yang terdiri dari beberapa desa di wilayah Kecamatan Jetis.

Ki Ageng Kutu-lah yang kemudian menciptakan sebuah seni Barongan, yang kemudian disebut REOG. Dan reog tidak lain merupakan artikulasi kritik simbolik Ki Ageng Kutu terhadap raja Majapahit (disimbolkan dengan kepala harimau), yang ditundukkan dengan rayuan seorang perempuan/Putri Campa (disimbolkan dengan dadak merak). Dan Ki Ageng Kutu sendiri disimbolkan sebagai Pujangga Anom atau sering di sebut sebagai Bujang Ganong, yang bijaksana walaupun berwajah buruk.

Pada akhirnya, upaya Ki Ageng Kutu untuk memperkuat basis di Ponorogo inilah yang pada masa selanjutnya dianggap sebagai ancaman oleh kekuasaan Majapahit. Dan selanjutnya pandangan yang sama dimiliki juga dengan kasultanan Demak, yang nota bene sebagai penerus kejayaan Majapahit walaupun dengan warna Islamnya. Sunan Kalijaga, bersama muridnya Kiai Muslim (atau Ki Ageng Mirah) mencoba melakukan investigasi terhadap keadaan Ponorogo, dan mencermati kekuatan-kekuatan yang paling berpengaruh di Ponorogo. Dan mereka menemukan Demang Kutu sebagai penguasa paling berpengaruh saat itu.

Demi kepentingan ekspansi kekuasaan dan Islamisasi, penguasa Demak mengirimkan seorang putra terbaiknya, yakni yang kemudian dikenal luas dengan Batoro Katong dengan salah seorang santrinya bernama Selo Aji dan diikuti oleh 40 orang santri senior yang lain.

Raden Katong akhirnya sampai di wilayah Wengker, lalu kemudian memilih tempat yang memenuhi syarat untuk pemukiman, yaitu di Dusun Plampitan, Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan. Saat Batoro Katong datang memasuki Ponorogo, kebanyakan masyarakat Ponorogo adalah penganut Budha, animisme dan dinamisme.

Singkat cerita, terjadilah pertarungan antara Batoro Katong dengan Ki Ageng Kutu. Ditengah kondisi yang sama sama kuat, Batoro Katong kehabisan akal untuk menundukkan Ki Ageng Kutu. Kemudian dengan akal cerdasnya Batoro Katong berusaha mendekati putri Ki Ageng Kutu yang bernama Niken Gandini, dengan di iming-imingi akan dijadikan istri.

Kemudian Niken Gandini inilah yang dimanfaatkan Batoro Katong untuk mengambil pusaka Koro Welang, sebuah pusaka pamungkas dari Ki Ageng Kutu. Pertempuran berlanjut dan Ki Ageng Kutu menghilang, pada hari Jumat Wage di sebuah pegunungan di daerah Wringin Anom Sambit Ponorogo. Hari ini oleh para pengikut Kutu dan masyarakat Ponorogo (terutama dari abangan), menganggap hari itu sebagai hari naas-nya Ponorogo.

Tempat menghilangnya Ki Ageng Kutu ini disebut sebagai Gunung Bacin, terletak di daerah Bungkal. Batoro Katong kemudian, mengatakan bahwa Ki Ageng Kutu akan moksa dan terlahir kembali di kemudian hari. Hal ini dimungkinkan dilakukan untuk meredam kemarahan warga atas meninggalnya Ki Ageng Kutu.

Setelah dihilangkannya Ki Ageng Kutu, Batoro Katong mengumpulkan rakyat Ponorogo dan berpidato bahwa dirinya tidak lain adalah Batoro, manusia setengah dewa. Hal ini dilakukan, karena Masyarakat Ponorogo masih mempercayai keberadaan dewa-dewa, dan Batara. Dari pintu inilah Katong kukuh menjadi penguasa Ponorogo, mendirikan istana, dan pusat Kota, dan kemudian melakukan Islamisasi Ponorogo secara perlahan namun pasti.

Pada tahun 1486, hutan dibabat atas perintah Batara Katong, tentu bukannya tanpa rintangan. Banyak gangguan dari berbagai pihak, termasuk makhluk halus yang datang. Namun, karena bantuan warok dan para prajurit Wengker, akhirnya pekerjaan membabat hutan itu lancar.

Lantas, bangunan-bangunan didirikan sehingga kemudian penduduk pun berdatangan. Setelah menjadi sebuah Istana kadipaten, Batara Katong kemudian memboyong permaisurinya, yakni Niken Sulastri, sedang adiknya, Suromenggolo, tetap di tempatnya yakni di Dusun Ngampel. Oleh Katong, daerah yang baru saja dibangun itu diberi nama Prana Raga yang berasal atau diambil dari sebuah babad legenda "Pramana Raga". Menurut cerita rakyat yang berkembang secara lisan, Pono berarti Wasis, Pinter, Mumpuni dan Raga artinya Jasmani. sehingga kemudian dikenal dengan nama Ponorogo.

Kesenian Reog yang menjadi seni perlawanan masyarakat Ponorogo mulai di eliminasi dari unsur-unsur pemberontakan, dengan menampilkan cerita fiktif tentang Kerajaan Bantar Angin sebagai sejarah reog. Membuat kesenian tandingan, semacam jemblungan dan lain sebagainya. Para punggawa dan anak cucu Batoro Katong, inilah yang kemudian mendirikan pesantren-pesantren sebagai pusat pengembangan agama Islam.

Dalam konteks inilah, keberadaan Islam sebagai sebuah ajaran, kemudian bersilang sengkarut dengan kekuasaan politik. Perluasan agama Islam, membawa dampak secara langsung terhadap perluasan pengaruh, dan berarti juga kekuasaan. Dan Batoro Katong-lah yang menjadi figur yang diidealkan, penguasa sekaligus ulama.

Beliau kemudian dikenal sebagai Adipati Sri Batoro Katong yang membawa kejayaan bagi Ponorogo pada saat itu, ditandai dengan adanya prasasti berupa sepasang batu gilang yang terdapat di depan gapura kelima di kompleks makam Batoro Katong dimana pada batu gilang tersebut tertulis candrasengkala memet berupa gambar manusia, pohon, burung ( Garuda ) dan gajah yang melambangkan angka 1418 aka atau tahun 1496 M.

Batu gilang itu berfungsi sebagai prasasti "Penobatan" yang dianggap suci. Atas dasar bukti peninggalan benda-benda purbakala tersebut dengan menggunakan referensi Handbook of Oriental History dapat ditemukan hari wisuda Batoro Katong sebagai Adipati Kadipaten Ponorogo, yakni pada hari Ahad Pon Tanggal 1 Bulan Besar, Tahun 1418 saka bertepatan dengan Tanggal 11 Agustus 1496 M atau 1 Dzulhijjah 901 H. Selanjutnya tanggal 11 Agustus ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Ponorogo.

Batoro Katong dikenal memiliki sebuah pusaka tombak bernama Kyai Tunggul Naga. Tombak ini memiliki pamor kudung, tangkainya dari sulur pohon jati dan terdapat ukiran naga, dengan ukuran panjang kira-kira 60 cm.

Ada dua versi tentang asal muasal tombak pusaka tersebut. Yang pertama versi keturunan Demang Kutu Ki Ageng Suryangalam dan versi Babad Ponorogo.

Versi keturunan Demang Kutu, menyebutkan bahwa tombak Kyai Tunggul Naga dulunya milik Ki Ageng Suryangalam yang menjadi demang di Kutu. Dimana, Demang Suryangalam yang sebelumnya pujangga di istana Majapahit pergi meninggalkan istana karena kecewa. Nasehat-nasehatnya untuk menata negeri Majapahit tidak didengarkan oleh Prabu Kertabhumi. Menjelang runtuhnya kerajaan besar itu, keadaan negeri semrawut, bobrok. Banyak gerakan separatis ingin memisahkan diri dari Majapahit.

Sikap oposan Demang Suryangalam ini membuat Prabu Kertabhumi marah, ia kemudian menyuruh salah seorang puteranya yang bernama Raden Batara Katong untuk menangkap Demang Suryangalam. Setelah berhasil mengalahkan Demang Kutu, Raden Batara Katong kemudian memiliki tombak Kyai Tunggul Naga. Adapun tombak itu aslinya berasal dari Tuban, pusaka Adipati Tuban Ranggalawe. Tombak Kyai Tunggul Naga dikenal sebagai pusaka yang ampuh.

Sedang menurut versi Babad Ponorogo, tombak Kyai Tunggul Naga diperoleh Batara Katong dari hasil bersemadi di sebuah tanah lapang tanpa rumput sehelai pun yang disebut ara-ara. Waktu itu Ponorogo masih disebut Wengker. Raden Batara Katong ditemani oleh Ki Ageng Mirah, Patih Seloaji dan Jayadipa. Dari ara-ara itu didapatkan tombak Kyai Tunggul Naga, payung dan sabuk.

Sampai saat ini, nama Batoro Katong, di abadikan sebagai nama Stadion dan sebuah jalan utama Ponorogo. Batoro Katong-pun selalu di ingat pada peringatan Hari Jadi Ponorogo, tanggal 1 Suro. Pada saat itu, pusaka tumbak Kara Welang di kirab dari makam Batoro Katong di kelurahan Setono, Kota Lama, menuju Pendopo Kabupaten. Menurut Amrih Widodo (1995), pusaka sebagai artefact budaya memang seringkali diangkat statusnya oleh kekuasaan pemerintah lokal, sebagai totems, suatu yang secara sengaja di keramatkan dan menjadi simbol identitas lokal.

Hal inilah yang menunjukkan Batoro Katong memang tak bisa lepas dari alam bawah sadar masyarakat Ponorogo, dan menjadi simbol masa lalu (sejarah) sekaligus bagian dari masa kini. Batoro Katong bukan sekedar bagian dari realitas masa lalu, namun adalah bagian dari masa kini. Hidup di alam hiperealitas, dan menjadi semacam belief yang boleh emosi, keyakinan, kepercayaan masyarakat. Mengutip The Penguin Dictionary of Psycology, Niniek L.Karim mendefinisikan belief sebagai penerimaan emosional terhadap suatu proposisi, pernyataan dan doktrin tertentu.

Bagi kalangan tokoh-tokoh muslim tradisional, Batoro Katong tidak lain adalah peletak dasar kekuasaan politik di Ponorogo, dan lebih dari itu seorang pengemban misi dakwah Islam pertama. Posisinya sebagai penguasa sekaligus ulama pertama Ponorogo inilah yang menjadi menarik untuk dilacak lebih jauh, terutama dalam kaitan membaca wilayah alam bawah sadar yang menggerakkan kultur politik kalangan pesantren, khususnya elit-elitnya (kyai dan para pengasuh pesantren) di Ponorogo.

Alam bawah sadar inilah yang menurut psikolog Freudian, dominan menggerakkan perilaku manusia. Dan alam bawah sadar ini terbentuk dari tumpukan keyakinan, nilai, trauma-trauma yang terjadi dimasa lalu, yang kemudian hidup terus di bawah kesadaran individu dan suatu masyarakat dari waktu ke waktu.

Bagi masyarakat Ponorogo, Batoro Katong adalah tokoh dan penguasa pertama yang paling legendaris dalam masyarakat Ponorogo. Sampai saat ini Batoro Katong adalah simbol kekuasaan politik yang terus dilestarikan oleh penguasa di daerah ini dari waktu ke waktu. Tidak ada penguasa Ponorogo, yang bisa melepaskan dari figur sejarah legendaris ini.

Sumber: sunangesengkediri.blogspot.com

Rabu, 10 November 2010

Ibnul Qayyim al-Jauziyah

Dalam “Madarijus salikin” hal. 307 jilid 2 Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Agama secara menyeluruh adalah akhlak, barang siapa melebihi dirimu dalam akhlak, berarti ia melebihi dirimu dalam agama. Demikian pula tasawuf, Imam al Kattani berkata, “Tasawuf adalah akhlak, barangsiapa melebihi dirimu dalam akhlak berarti ia melebihi dirimu dalam tasawuf.”

11-11-'10

Kamis, 04 November 2010

Kisah Ja’far Ash-Shadiq dengan Imam Abu Hanifah

Ibnu Syabramah berkata:

Saya dan Abu Hanifah pernah menemui Ja’far Ash-Shadiq. Saya memperkenalkan Abui Hanifah kepada beliau. ‘Kenalkan, ini temanku. Ia adalah salah seorang Fuqaha Iraq’.

Mendengar itu beliau lalu berkata, ‘Apakah ia yang menganalogikan agama dengan nalarnya? Apakah ia Nu’man bin Tsabit?’

Saya tidak tahu siapa nama sebenarnya dari Abu Hanifah sehingga saya hanya bisa diam ketika beliau menanyakan itu. Akan tetapi Abu Hanifah kemudian berkata, ‘Ya, saya adalah Nu’man bin Tsabit, semoga Allah selalu memberikan yang terbaik kepada Anda’.

Setelah itu beliau berkata kepada Abu Hanifah, ‘Bertaqwalah kepada Allah dan jangan engkau menganalogikan agama dengan nalarmu karena orang pertama yang melakukannya adalah Iblis ketika ia mengatakan Aku lebih baik dari Adam. Engkau menciptakannya dari tanah, sedangkan aku Engkau cipttakan dari api. Ketahuilah Iblis telah salah dalam analoginya hingga ia akhirnya tersesat’.

Abu Hanifah hanya terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Imam Ash-Shadiq. Beliau lalu melanjutkan, ‘Apakah kamu pernah mencoba melakukan analogi dengan kepala dan tubuhmu?’

‘Tidak,’ jawab Abu Hanifah.

‘Kalau begitu, coba beritahukanlah kepadaku mengapa Allah menjadikan air mata itu asin sedangkan kotoran telinga pahit? Mengapa Allah menjadikan hidung berair da menjadikan rasa tawar pada dua bibir?’

‘Saya tidak tahu,’ jawab Abu Hanifah.

‘Ketahuilah, Allah menjadikan itu semua sebagai karunia bagi hamba-hamba-Nya. Dua mata adalah lemak yang jika tidak asin maka ia akan meleleh. Sedangkan telinga sangat rawan dimasuki oleh binatang kecil sehingga jika tidak pahit akan menggigitnya. Adapun hidung adalah untuk menghirup bau yang harum sekaligus yang busuk sehingga jika di sana tidak ada air, semua itu tidak akan bisa tercium. Sedangkan dua bibir adalah untuk makan. Jika tidak tawar, maka rasa makanan tdak akan bisa tercicipi’.

‘Sekarang, beritahu kepadaku kalimat yang awalnya adalah syirik akan tetapi akhirnya adalah iman?’

‘Saya tidak tahu,’ jawab Abu Hanifah.

‘Kalimat tersebut adalah, ‘Laa Ilaaha Illallaah,’ beliau memberitahukan.

‘Kalau begitu, beritahukanlah aku manakah yang lebih besar dosanya antara membunuh atau berzina?’

‘Membunuh,’ jawab Abu Hanifah.

‘Jika demikian, mengapa Allah menerima dua saksi untuk kasus pembunuhan, sedangkan dalam kasus perzinahan harus ada empat orang saksi?’

Abu Hanifah terdiam mendengar pertanyaan beliau. Karena Abu Hanifah tidak bisa menjawab, beliau melanjutkan: ‘Manakah ibadah yang lebih baik, shalat atau puasa?’

‘Tentu saja shalat, ‘ jawab Abu Hanifah.

‘Kalau begitu, mengapa Allah mewajibkan untuk mengganti puasa bagi perempuan haid, akan tetapi Allah tidak memerintahkan untuk mengganti (mengqadha) shalat?’

Kali ini pun Abu Hanifah hanya terdiam dan tidak bisa menjawab.

Setelah itu beliau melanjutkan, ‘Bertaqwalah kepada Allah, jangan pernah mengatakan dalam masalah agama dengan nalarmu karena kami semua di hadapan Allah nanti akan mengatakan firman Allah atau sabda Rasulullah, sedangkan kamu dan teman-temanmu akan mengatakan, menurut kami …….’. Sungguh Allah adalah Zat Yang Kuasa melakukan apa yang Dia kehendaki. Dengarkan jawaban dari pernyataan saya tadi. Dituntutnya lebih banyak saksi dalam kasus zina karena tujuannya untuk menutupi, sedangkan gugurnya shalat bagi orang haid karena kuantitasnya yang banyak dan berulang-ulang sehingga sangat pantas diberikan keringanan’.

Diambil dari: 215 Kisah yang Meneguhkan Iman, Mitra Pustaka. Terjemah An-Nawadir, karya Syekh Syihabuddin al-Qalyubi.

Kamis, 4 November 2010.

Sabtu, 02 Oktober 2010

Kisah Tsabit bin Ibrahim (Ayahnya Imam Hanafi)

Seorang lelaki yang saleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat Sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lezat itu. akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya. Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah yang telah dimakannya.
Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, "Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya". Orang itu menjawab, "Aku bukan pemilik kebun ini. Aku Khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya". Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, "Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini." Pengurus kebun itu memberitahukan, "Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalan sehari semalam". Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, "Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : "Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka"
Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata," Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu maukah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?" Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, "Tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat." Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera ia bertanya, "Apa syarat itu tuan ?" Orang itu menjawab, "Engkau harus mengawini putriku !"
Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, "Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?" Tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, "Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang yang lumpuh!"
Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai istri gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, "Selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan !"
Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, "Aku akan menerima pinangannya dan perkawinanya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul 'alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta'ala".
Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun istrinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam ,"Assalamu'alaikum..." Tak dinyana sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi jadi istrinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu , dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya . Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi istrinya itu menyambut uluran tangannya. Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini.
"Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada dihadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula", Kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya ? Setelah Tsabit duduk di samping istrinya , dia bertanya, "Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta . Mengapa ?" Wanita itu kemudian berkata, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah".
Tsabit bertanya lagi, "Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?"
Wanita itu menjawab, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan ?"Tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan istrinya. Selanjutnya wanita itu berkata, "aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta'ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta'ala".
Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat saleh dan wanita yang memelihara dirinya. Dengan bangga ia berkata tentang istrinya, "Ketika kulihat wajahnya... Subhanallah , dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap". Tsabit dan istrinya yang salihah dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia. Itulah Al Imam Abu Hanifah An Nu'man bin Tsabit.

Sumber: http://solihin87.cybermq.com/

Rabu, 01 September 2010

Keutamaan Malam Kemuliaan 'Lailatul Qadr'

Sholat Sunat Lailatul Qadr

مَنْ صَلىَّ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ رَكْعَتَيْنِ يَقْرَأُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ مَرَّةً وَاْلإِخْلاَصِ سَبْعَ مَرَّاتٍ, فَإِذَا سَلَّمَ يَقُوْلُ أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ سَبْعِيْنَ مَرَّةٍ فَلاَ يَقُوْمُ مِنْ مَقَامِهِ حَتَّى يَغْفِرُ اللهَ لَهُ وَلِأَبَوَيْهِ وَيَبْعَثُ اللهُ تَعَالَى مَلاَئِكَةً إِلىَ الْجِنَانِ يَغْرُسُوْنَ لَهُ اْلأَشْجَارِ وَيَنْبُوْنَ الْقُصُوْرَ وَيُجْرُوْنَ اْلأَنْهَارَ وَلاَ يَخْرُجُ مِنَ الدُّنْيَا حَتَّى يَرَى ذَلِكَ كُلَّهُ. تفسير حنفي
“Siapa yang menjumpai Lailatul Qadar, dan ia shalat 2 raka’at, setiap raka’at membaca Fatihah 1x, dan Surat Al-Ikhlash 7x, sehabis salam beristighfar 70x, maka tidaklah ia bangun dari duduknya, hingga Allah mengampuni ia dan kedua orang tuanya. Dan Allah mengutus malaikat ke syurga supaya menenam pohon-pohon untuknya, mendirikan gedung-gedung, membuka pintu-pintu air bengawan, dan ia tidak keluar dari dunia, kecuali melihat semua itu”. Tafsir Hanafi.

Munajat Nabi Musa As.
Nabi Musa As. bermunajat, ‘Wahai Tuhan, aku ingin selalu dekat dengan-Mu!’ Firman Allah, ‘Aku selalu dekat dengan orang yang bangun di malam Kemuliaan Lailatul Qadr’.
Berkata Musa As, ‘Ya Tuhan, kelak di hari kiamat aku ingin melintasi Shirat dengan cepat bagaikan kilat menyambar!’. Firman Allah, ‘Yang demikian itu mudah bagi orang yang suka bersedekah di malam Kemuliaan Lailatul Qadr’.
Berkata Musa As., ‘Ya Tuhan, aku ingin memperoleh rahmat-Mu!’ Firman Allah, ‘Rahmat-Ku adalah bagi orang yang berkasih sayang kepada orang miskin di malam Kemuliaan Lailatul Qadr’.
Berkata Musa As, ‘Ya Tuhan, kelak aku ingin duduk di bawah pohon-pohon syurga sekaligus menikmati buahnya’. Firman Allah, ‘Itu untuk orang yang suka bertasbih di malam Kemuliaan Lailatul Qadr’.
Berkata Musa As, ‘Ya Tuhan, kelak aku ingin bebas dari siksa api neraka!’ Firman Allah, ‘Yang demikian itu mudah bagi orang yang beristighfar di malam Kemuliaan Lailatul Qadr sampai pagi’.
Berkata Musa As, ‘Ya Tuhan, aku benar-benar mendambakan keridhaan-Mu!’ Firman Allah, ‘Ridha-Ku adalah bagi orang yang melakukan shalat 2 raka’at di malam Kemuliaan Lailatul Qadr’.
(Zubdatul Wa’izhin)

Golongan Yang Tidak mendapatkan Kemuliaan Lailatul Qadr
Imam Ar-Razi menjelaskan bahwa ketika fajar telah muncul di pagi hari Lailatul Qadr, Jibril As berseru: ‘Hai jama’ah malaikat, berangkatlah, berangkatlah, berangkatlah!’ Jawab mereka, ‘Hai Jibril, apakah yang telah Allah lakukan kepada umat Muhammad yang benar-benar muslim pada malam ‘Kemuliaan’ ini? Jawabnya, ‘Pada malam ‘Lailatul Qadr’ ini Allah Swt telah memandang mereka dengan pandangan penuh rahmat (kasih sayang), dan telah memaafkan mereka serta mengampuni mereka, kecuali 4 golongan, yitu: (1) Pecandu arak, (2) Yang durhaka kepada kedua orang tuanya (3) Yang memutuskan persaudaraan (4) Yang bertengkar (bermusuhan) dan tidak menyapa lebih dari 3 hari’. (Zubdatul Wa’izhin)

Senin, 30 Agustus 2010

Keutamaan Ramadhan

Ini adalah suatu Bab yang menyatakan Kelebihan Bulan Ramadhan.

Dari Anas Ra. dari Nabi Saw, 'Tiada seorang hamba melihat awal bulan (hilal) lalu ia bertahmid dan memuji (mensyukurinya), dan membaca Fatihah sebanyak 7 kali, melainkan ia dihindari dari penyakit mata pada bulan itu'.

Dari Ali Ra., sabda Nabi Saw,

يَا عَلِيُّ إِذَا رَأَيْتَ الْهِلَالَ فِيْ أَوَّلِ الشَّهْرِ فَقُلْ الله أَكْبَرُ ثَلاَثاً وَالْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ خَلَقَنِيْ وَخَلَقَكَ وَقَدَّرَكَ مَنَازِلَ وَجَعَلَكَ آيَةً لِّلْعَالَمِيْنَ يُبَاهِي اللهُ بِكَ الْمَلاَئِكَةَ يَقُوْلُ يَا مَلاَئِكَتِيْ اُشْهِدُوْا إِنِّيْ قَدْ أَعْتَقْتُ هَذَا الْعَبْدَ مِنَ النَّارِ

'Apabila engkau melihat awal bulan maka bacalah 'Allaahu Akbar' 3 kali dan Alhamdulillaahiladzii kholaqonii wakholaqoka waqoddaroka manaazila waja'alaka aayatal lil 'aalamiin, niscaya Allah akan membanggakannya di hadapan para malaikat, 'Saksikanlah kalian bahwa Aku telah memerdekakannya dari api neraka!'

Atau bacaan,

اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالإِِيمَانِ ، وَالسَّلامَةِ وَالإِِسْلامِ ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ

Allahumma ahillahu ‘alayna bilyumni wal iimaani was salaamati wal islaami. Robbii wa Robbukallah.

[Ya Allah, tampakkan bulan itu kepada kami dengan membawa keberkahan dan keimanan, keselamatan dan Islam. Rabbku dan Rabbmu (wahai bulan sabit) adalah Allah]” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ad Darimi. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan karena memiliki penguat dari hadits lainnya)

Dari Ibnu Abbas Ra., berkata bahwasanya ia mendengar Nabi Saw bersabda bahwa syurga itu bergaya (genit) dan berhias dari suatu saat ke saat karena memasuki bulan Ramadhan. Apabila memasuki awal bulan Ramadhan angin bertiup dari bawah Arasy, dikatakan baginya 'matsiiroh' maka bergoyang segala daun dan dahan di sekeliling pintu syurga. Saat itu diperdengarkan alunan suara merdu yang belum pernah seorang pun di dunia mendengarnya akan keindahannya itu. Bidadari-bidadari berhias dan berdiri di tempat (ruang) utama di syurga. Mereka berseru, 'Adakah yang mau meminang kami kepada Allah Ta'ala sehingga dinikahkan kami dengannya? Wahai Ridhwan (penjaga syurga), malam apakah ini?' Malaikat Ridhwan menjawab, 'Labbaik, ini adalah malam pertama bulan Ramadhan!' Firman Allah Ta'ala, 'Wahai Ridhwan, bukakanlah pintu-pintu syurga untuk umat Muhammad 'Alayhis Salam yang berpuasa. Wahai Malik (penjaga neraka), tutuplah pintu-pintu neraka bagi umat Muhammad 'Alayhis Salam yang berpuasa. Wahai Jibril, turunlah engkau ke bumi. Ikatkan dan kuatkan belenggu syetan beserta segala pengikutnya. Lemparlah ke ombak lautan agar tidak membinasakan umat KekasihKu yang sedang berpuasa!'

Allah berfirman pada setiap malam di bulan Ramadhan, 'Adakah orang yang memohon kepadaKu, niscaya akan Aku berikan. Adakah orang yang bertaubat kepadaKu niscaya akan Aku terima. Adakah orang yang memohon ampun kepadaKu niscaya akan Aku berikan ampunan!?'

Ada penyeru di bulan Ramadhan mengumandangkan, 'Siapa yang memberi hutang bagi yang kaya tidak akan dimiskinkan, semua akan dibayar dan tidak akan dizhalimi!'

Allah setiap hari di bulan Ramadhan melakukan sejuta pembebasan dari api neraka kepada orang yang telah wajib atasnya siksa-Nya.

Adalah pada hari dan malam Jum'at dimerdekakan sejuta kali dalam setiap saat atas penghuni neraka yang telah ditetapkan siksa-Nya. Dan pada akhir bulan Ramadhan, dimerdekakan dari siksa api neraka sejumlah bilangan pembebasan dari awal hingga akhir Ramadhan.

Dan sabda Nabi Saw, 'Barang siapa hadir di majelis dzikir pada bulan Ramadhan, ditulis bagi setiap langkahnya itu ibadah setahun, di hari kiamat besertaKu di bawah 'Arasy, barang siapa mengekali sholat berjama'ah di bulan Ramadhan maka diberi oelh Allah Ta'ala sebuah kota yang bercahaya cemerlang, barang siapa yang berbuat bakti kepada kedua orang tuanya dengan sesuatu yang ia mampu lakukan maka Allah akan melihatnya dengan pandangan lembut dan sayang, dan aku (Rasulullah) mengakuinya (sebagai umat), barang siapa yang menuntut keridhaan suaminya di bulan Ramadhan maka ia akan diberikan pahala Siti Maryam, barang siapa yang menyampaikan hajat seorang muslim pada bulan Ramadhan maka akan dikabulkan sejuta hajatnya, barang siapa berjalan dengan sedekahnya untuk orang faqir yang mempunyai tanggungan maka ditulis baginya setiap langkahnya itu seribu kebajikan dan dihapus baginya seribu kejahatan serta diangkat seribu derajat'.

Jam'ul Jawami', Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani

31 Agustus 2010.

Selasa, 10 Agustus 2010

ANALOGI YANG MENGAGUMKAN !

Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan
merapikan brewoknya.

Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat. Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang Tuhan.

Si tukang cukur bilang, "Saya tidak percaya Tuhan itu ada".

"Kenapa kamu berkata begitu ???" timpal si konsumen.

"Begini, coba Anda perhatikan di depan sana, di jalanan....untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada. Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, Adakah yang sakit??, Adakah anak terlantar?? Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi."

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon karena dia tidak ingin memulai adu pendapat.

Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur.

Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan
dengan rambut yang panjang, berombak kasar mlungker-mlungker-istilah jawa-nya", kotor dan brewok yang tidak dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si konsumen balik ke tempat tukang cukur dan berkata," Kamu tahu, sebenarnya TIDAK ADA TUKANG CUKUR."

Si tukang cukur tidak terima, "Kamu kok bisa bilang begitu!?". Saya di sini dan saya tukang cukur. Dan barusan saya mencukurmu!"

"Tidak!" elak si konsumen. "Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana", si konsumen menambahkan.

"Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!", sanggah si tukang cukur. "Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang ke saya", jawab si tukang cukur membela diri.

"Cocok!"-kata si konsumen menyetujui. "Itulah point utama-nya!. Sama dengan Tuhan, TUHAN ITU JUGA ADA !, Tapi apa yang terjadi...orang-orang TIDAK MAU DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU MENCARI-NYA. Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini."

Si tukang cukur terbengong !!!!

COBA LOGIKA INI KITA TERAPKAN KEPADA ORANG YANG TIDAK MEMPERCAYAI ADANYA WALI ALLAH, ATAU PEWARIS KENABIAN bagi mereka yang mempercayai keberadaannya pada masa sekarang. Bukan Utusan-Nya yang disalahkan, tapi orang yang tidak mau mencarinya, karena MENGANGGAPNYA TIDAK ADA!

TIDAK HANYA NABI KHIDIR!!

Kita mungkin pernah mendengar kisah dalam Al-Quran (S. Al-Kahfi) yang menyebutkan bahwasanya Nabi Khidir pernah membunuh seorang anak kecil, serta melakukan 2 perkara aneh lainnya. Kejadian itu tampak di hadapan Nabi Musa As. sehingga membuat beliau bertanya-tanya mengapa hal itu dilakukannya.

Ternyata hal-hal yang tidak dimengerti atau berbau kontroversial tidak hanya terjadi pada Nabi Khidir saja, melainkan juga terjadi pada orang-orang selain para Nabi Alaihis Salam. Berikut ini kita simak cerita-cerita yang banyak mengandung hikmah:

ABU SULAIMAN AL DARANI berkata: "Suatu hari Nabi Musa Alaihis Salam melewati seseorang yang diterkam binatang buas. Musa Alaihis Salam mencari tahu tentang orang tersebut. Ternyata ia seorang soleh. Lalu Nabi Musa bermunajat: "Ya Tuhanku, sesungguhnya ia orang yang taat kepada-Mu, mengapa aku diberi kesempatan untuk menyaksikan peristiwa ini?" Allah SWT menjawab: "Sesungguhnya ia telah memohon derajat yang tinggi, tetapi amalnya belum mencapai derajat tersebut. Oleh karena itu, Aku berikan cobaan kepadanya agar dapat mencapai derajat yang dia inginkan."

Lain waktu Nabi Musa bermunajat dibukit Thursina. Isinya: "Ya Allah, tunjukkanlah keadilan-Mu kepadaku!" Allah memerintahkan Nabi Musa turun ke lembah. Tidak lama kemudian Musa melihat seorang penunggang kuda datang menuju sebuah sumur. Di situ ia minum dan berwudhu. Setelah salat ia buru-buru pergi, sampai-sampai satu kantong yang berisi uang seribu dinar, tertinggal. Tidak lama kemudian datang seorang bocah. Ia mampir di sumur itu untuk minum. Melihat ada sebuah kantong, ia pungut dan membawanya pergi. Berikutnya datang lagi seorang kakek yang buta. Dengan tertatih-tatih, ia berhasil juga menemukan air. Usai minum ia berwudhu dan salat. Setelah salam, datang lagi si Penunggang Kuda yang kantongnnya ketinggalan. Ia menuduh si kakek itulah yang mengambil kantong tersebut. Walaupun berbagai argumentasi telah disampaikannya kepada si Penunggang kuda itu, namun tuduhan tetap kepadanya. Akhirnya si Penunggang Kuda habis kesabarannya dan ia bunuhlah si kakek buta itu.

Melihat adegan itu, Musa munajat: "Ya Tuhan, sungguh aku tidak sabar atas kejadian itu. Namun aku yakin Engkau sangat adil. Mengapa kejadian mengenaskan itu bisa terjadi?" Malaikat Jibril
Alaihis Salam turun menjelaskan: "Anak kecil yang memungut kantong itu adalah mengambil haknya. Dahulu, ayahnya pernah bekerja di tempat si Penunggang Kuda itu, tetapi ia tidak membayar secara penuh, sejumlah seribu dinar tersebut. Adapun kakek buta itu adalah orang yang telah membunuh ayah anak kecil itu sebelum mengalami kebutaan."

Nabi Musa
Alaihis Salam pernah melihat seorang yang sedang berdoa dengan khusyuk dan nampak memelas. Musa merasa hiba kepada orang itu, karena doanya belum juga dikabulkan Tuhan. Lalu Nabi Musa bermunajat lagi: "Ya Tuhan, jika saja aku mempunyai apa yang dimintanya itu, niscaya akan aku berikan!" Allah SWT menjawab: "Wahai Musa, ketahuilah bahwa Aku sayang kepada orang itu. Akan tetapi dia berdoa kepada-Ku sedangkan hatinya masih mengingat pada kambing yang dimilikinya. Aku tidak mau mengabulkan doa seorang hamba yang ketika berdoa hatinya masih mengingat selain-Ku."


Dikisahkan lagi, Nabi Musa
Alaihis Salam mengadukan sakit giginya kepada Allah. Allah berfirman: "Ambillah rumput tifani dan letakkan di gigimu yang sakit." Nabi Musa Alaihis Salam megikuti perintah itu. Seketika sakit giginya hilang. Beberapa waktu kemudian, ia mengelami sakit gigi lagi. Karena sudah tahu obatnya, ia langsung mengambil rumput tifani dan meletakkannya sebagaimana pertama kali. Cuma anehnya, kali ini bukannya sembuh, sakit giginya justru bertambah parah. Nabi Musa Alaihis Salam kembali memohon pertolongan Allah SWT. Allah SWT berfirman: "Wahai Musa! Aku adalah yang menyembuhkan dan menyehatkan. Aku adalah yang memberikan bahaya dan manfaat. Pada waktu pertama, engkau melakukannya karena Aku, sehingga Kuhilangkan penyakitmu. Sedangkan sekarang engkau melakukannya bukan karena Aku, melainkan rumput tifani itu. (Hikayat Sufi).

Pada lain waktu, nabi Musa Alaihis Salam bermunajat kepada Allah: "Ya Tuhan. Katanya Engkau Pengasih lagi Penyayang. Tapi kenapa masih ada hamba-Mu yang dimasukkan ke dalam neraka?" Allah SWT tidak menjawab langsung, tapi menyuruh Musa menanam padi sampai dipanen dan hasilnya dibawa pulang ke rumah. Perintah Allah itu dikerjakan oleh nabi Musa Alaihis Salam. Kemudian Allah SWT bertanya: "Apakah semua padi hasil panen itu kau bawa pulang kerumah?" Musa menjawab: "Tidak, ya Tuhan! Yang saya bawa pulang adalah padi yang baik. Sedang yang tidak baik (hampa) dan busuk, saya bakar, agar tidak merusak padi yang baik-baik." Lalu Alllah SWT menjawab: "Begitulah, wahai Musa. Bagi hamba-hamba- Ku yang baik, Aku masukkan ke dalam surga-Ku. Tapi yang tidak baik Aku bakar agar tidak merusak hamba-Ku yang baik-baik." Wallahu a’lam. **