“Memperbaiki dunia mulai dari Diri Sendiri “
Setelah mendengar info tentang pengaruh Kata-Kata Negatif terhadap Air yang ditulis dalam buku "The Hidden Messages in Water " karya Masaru Emoto disebutkan tentang banyaknya orang yang melakukan percobaan, sayapun tertarik untuk melakukannya sbb:
Tempatkan nasi sisa yang sudah didiamkan semalaman kedalam 2 toples dengan jumlah yang sama, kemudian ditutup rapat. Masing-masing toples di tempelin label yang berisi kata2 sbb:
Toples A: "Kamu Pintar, Cerdas, Cantik, Baik, Rajin, Sabar, Aku Sayang Padamu, Aku Senang Sekali Melihatmu, Aku Ingin Selalu di dekatmu, I LOVEYOU, Terima Kasih.
Toples B: "Kamu Bodoh, Goblok, Jelek, Jahat, Malas, Pemarah, Aku Benci Melihatmu, Aku Sebel Tidak mau dekat dekat kamu"
Kedua Botol ini saya letakkan terpisah dan pada tempat yg sering dilihat, saya pesan pada istri, anak, dan pembantu untuk membaca label pada botol tersebut setiap kali melihat botol2 tersebut.
Dan inilah yang terjadi pada nasi tersebut setelah 1 minggu kemudian: Nasi dalam botol yang di bacakan kata-kata Negatif ternyata cepat sekali berubah menjadi busuk dan berwarna hitam dengan bau yang tidak sedap. Sedangkan Nasi dalam botol yang di bacakan kata-kata Positif masih berwarna putih kekuningan dan baunya harum seperti ragi. Silahkan teman-teman mencobanya sendiri.
Kalau di buku dikatakan ada yang mencoba dengan tiga botol dimana botol ketiga tidak diberi label apa2 alias diabaikan / tidak diperdulikan, dan ternyata nasi dalam botol yang diabaikan membusuk jauh lebih cepat dibandingkan botol yang dipapar kata "Kamu Bodoh".
Bayangkan apa yang akan terjadi dengan anak-anak kita, pasangan hidup kita, rekan-rekan kerja kita, dan orang-orang di sekeliling kita, bahkan binatang dan tumbuhan di sekeliling kita pun akan merasakan efek yang ditimbulkan oleh getaran-getaran yang berasal dari pikiran, dan ucapan yang kita lontarkan setiap saat kepada mereka. Maka sebaiknya selalu sadar dan bijaksana dalam memillih kata-kata yg akan keluar dari mulut kita, demikian juga kendalikanlah pikiran-pikiran yang timbul dalam batin kita. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua. Inilah contoh bagaimana orang membangun perdamaian mulai dari menjaga tutur kata yang baik.
Note :
Seseorang telah mengirim tulisan ini dengan pesan “jika anda juga merasa bermanfaat untuk orang lain, silahkan forward kepada rekan2 anda“.
Saya lalu ingat pada kisah pendekar legendaris Musashi yang mengurung diri di kamarnya setelah kakinya terluka menginjak paku. Ketika ditanya, mengatakan sedang mawas diri karena penasaran: mengapa pendekar pedang nomer satu, bisa dilukai hanya oleh paku yang diam? Seperti yang sering dialami, kalau paku itu digunakan sebagai senjata rahasia, dengan mudah bisa mengatasinya. Apa gunanya belajar kalau tidak terus dilatih? Lalu dia sadar bahwa masih ada banyak kekurangan dalam membina diri. Karena itu bertekad akan lebih giat lagi dalam berlatih! Konfusius mengajarkan:
“Belajar dan selalu dilatih, tidakkah itu menyenangkan?
Kawan-kawan datang dari jauh, tidakkah itu membahagiakan.
Sekalipun orang tidak mau tahu, tidak menyesali:
Bukankah itu sikap seorang Kuncu? “
( Lun Gi A / I-1 )
Kita juga harus lebih giat lagi dalam ikut menyebarkan hal-hal yang baik semacam ini, darimanapun asalnya, supaya tidak hanya bad news saja yang bisa berkembang (sale-able).
Tulisan: Jusuf Sutanto Dosen di Fakultas Psikologi, Universitas Pancasila. Dosen tamu di Islamic College for Advanced Studies.
Note Tambahan:
Bayangkan apa yang akan terjadi dengan anak-anak kita, pasangan hidup kita, rekan-rekan kerja kita, dan orang-orang di sekeliling kita, bahkan binatang dan tumbuhan di sekeliling kita pun akan merasakan efek yang ditimbulkan oleh getaran-getaran yang berasal dari pikiran, dan ucapan yang diungkapkan oleh seorang Pewaris Cahaya Kenabian, Syekh al-Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan Ra. Tidakkah kita sadar akan membutuhkannya jika efek ruhaniyah yang suci itu akan juga membekas pada jiwa-jiwa yang hadir di majelisnya.
Maka adalah bijaksana jika kita memilih Majelis Syekh al-Akbar sebagai pilihan tepat untuk sarana pembinaan dan pembentukan mental diri kita, pasangan hidup kita, anak-anak kita, saudara-saudara kita. Betapa besar pengaruh dzikir yang dikumandangkan. Bukan sekedar kata-kata positif, bukan sekedar untaian motivasi, dan bukan sekedar dzikir biasa, tapi dzikir yang berkualitas, yang dapat membangkitkan potensi Ilahiyyah yang mencerahkan kehidupan di akhir zaman. Dzikir yang sesuai dengan irama zaman adalah nutrisi ruhani yang sesungguhnya, yang efeknya fokus kepada nilai esensi hidup.
Kalau orang lain sudah membuktikan, maka mengapa kita mesti ragu dengan keutamaan majelis ilmu dan dzikir Syekh al-Akbar. Kalau orang lain sudah berpendapat membangun perdamaian dunia dimulai dari memperdengarkan tutur yang baik, maka perdamaian (keselamatan) akhirat dimulai dari respek terhadap suara petunjuk dan penyejuk hati. Semoga renungan ini bermanfaat.
Jakarta, 23 April 2009