Selasa, 17 Juli 2007

Seandainya saya masih hidup

Pada saat diadakannya wisata dzikir di Cipatujah (Pantai Selatan) beberapa hari yang lalu (14 Juli 2007) ada selintas peristiwa yang menarik untuk diungkap. Ada seorang ibu (murid Idrisiyyah) yang sering mengalami ‘kehadiran’ ruhani. Karena seringnya, ia sudah ‘pengalaman’ tentang tanda-tanda kedatangan seorang makhluk gaib (Rijalul Ghaib).
Saat program acara wisata spiritual Cipatujah ia merasa tidak siap untuk dihadiri oleh ruhani-ruhani suci. Dan akhirnya sebagaimana biasanya ia mendapat sinyal-sinyal kedatangan seorang Awliya Allah yang ingin ’meminjam tubuhnya’. Apa yang ia katakan pada ruhani gaib itu,
’Sekarang saya tidak menerima kedatangan tamu, saya mau berdagang tahu. Yang lain saja!’.... pernyataan itu pun diucapkannya berulang-ulang’. Hingga akhirnya sosok ruhani gaib yang tiada lain adalah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan itu berhasil ia tepis dan tidak mampu ’mengganggu’ aktivitasnya selama acara tersebut.
Rupa-rupanya kedatangan ruhani Syekh Abdul Muhyi itu ’disambut’ oleh murid Idrisiyyah yang lain. Syekh Abdul Muhyi berhasil ’menundukkan’ raga si murid. Dengan meminjam tubuh si murid, Syekh Abdul Muhyi mengatakan,
’... Seandainya saya masih hidup, saya akan menjadi murid Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra.!’
Pernyataan ini sudah diungkap beberapa puluh tahun yang lalu.
[Lihat Buku ‘Biografi Tokoh-tokoh Al-Idrisiyyah’]. Hanya saja waktu itu yang menjadi Syekh al-Akbar (sulthan Awliya) adalah Ghautsul A’zham Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra.

Ada apa dengan ‘Cipatujah’?

Wisata dzikir di Cipatujah memiliki misteri yang tidak diketahui banyak, termasuk murid Idrisiyyah sekalipun. Mereka (khususnya) pengurus dengan waktu dan persiapan yang sangat terbatas hanya bersikap ‘Sami’na wa Atho’na.
Beberapa hari sebelum acara tersebut Ruhani Syekh al-Akbar memberitahukan kepada salah seorang murid, mengapa diadakan acara tersebut secara mendadak? Syekh al-Akbar mengisyaratkan bahwa akan ada kejadian yang teramat besar di bumi yang saat ini kita pijaki. Sebenarnya P. Jawa ini akan meledak, dan guncangannya akan terdengar dan dirasakan oleh seluruh penjuru dunia!
Namun bumi yang sedang bergolak ini masih memandang keberadaan Sulthan Awliya di atasnya. Kethuilah bahwa gerak turun aliran darah Syekh al-Akbar secara fisik sangat berpengaruh secara significant terhadap fenomena alam saat ini.
Mengapa bumi ini bergejolak? Ooh, Syekh al-Akbar sedang mengekspresikan kekecewaan terhadap umat ini yang tidak mau peduli dengan keberadaan Imam Zaman!! Mereka (umat Islam khususnya) sudah tidak peduli dengan keberadaan Khalifah Rasulnya saat ini. Mereka acuh tak acuh.
Apa nasib umat ini jika informasi keberadaan Khalifah Zaman sudah diinformasikan, sedang mereka mengingkarinya?! Jangan heran bumi ini akan menggeliat dengan hebat. Kejadian alam yang belum pernah terjadi pada masa dahulu akan muncul. Apa gunanya dengan apa yang orang-orang usahakan selama ini tentang dunianya?
Pandangan ruhaniyah ternyata berbeda dengan pandangan mata kita yang sering tertipu dengan kesibukan dunia ini.
Dan, selang beberapa jam Menteri ESDM Bapak Purnomo Yusgiantoro dalam jumpa persnya (setelah menghadap Presiden) menginformasikan bahwa sejumlah gunung-gunung berapi di Indonesia dalam kondisi aktif . Pemerintah segera membuat rencana-rencana penanggulangan bencana alam skala nasional, mengantisipasi dengan kondisi Siaga terhadap gunung-gunung yang tiba-tiba menjadi aktif.
[Ada satu gunung dalam posisi siaga aktif, yaitu G. Soputan (Sulut). Dan 10 gunung lainnya dalam posisi waspada, yaitu: G. Talang (Sumbar), Anak Krakatau (Lampung), G. Merapi (Jateng), G. Semeru dan G. Bromo (Jatim), G. Batubara (NTT), G. Lokon dan G. Karangetang (Sulut), G. Dukono & G. Ibu (Maluku Utara).]
Berita ini merupakan relevansi sinyal ruhaniyah yang didapat oleh seorang murid Idrisiyyah. Hal ini menandakan alam ruhani lebih dahulu mengetahui kondisi-kondisi yang akan terjadi terhadap alam ini.
Setelah acara di Cipatujah (keesokan harinya) pemerintah menginformasikan bahwa beberapa gunung yang disebutkan sebelumnya turun posisinya dari siaga menjadi waspada.
Alhamdulillaaah!
Yaa, Allah Yaa Rahmaan, lindungilah kami pada saat air mata darah sudah tidak lagi berarti! Jangan jadikan kami sebagai orang-orang yang terlambat menggapai karunia hidayah-Mu.
Yaa, Allah Yaa Rahmaan, panjangkanlah usia Beliau, Syekh al-Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan, agar tersisa waktu dan kesempatan bagi kami untuk membenahi diri, dan orang-orang yang belum mendapatkan curahan anugerah hidayah Birokrasi Ilahiyyah.


Imam Nawawi (620-676 H./1223-1278 M

Dalam suratnya al-Maqasid: "Ciri jalan sufi ada 5:
1. menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai dan sendiri
2. mengikuti Sunah Rasul dengan perbuatan dan kata
3. menghindari ketergantungan kepada orang lain
4. bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit
5. selalu merujuk masalah kepada Allah swt [Maqasid at-Tawhid, p. 20]

Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H./780-855 M)

Imam Ahmad (r): "Ya walladii 'alayka bi-jallassati ha'ula'i as-Sufiyya. Fa innahum zaadu 'alayna bikathuratil 'ilmi wal murqaba wal khashiyyata waz-zuhda wa 'uluwal himmat (Anakku jika kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka tetap mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka orang-orang zuhud dan mereka memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi," --Tanwir al-Qulub, p. 405, Shaikh Amin al-Kurdi) Imam Ahmad (r) tentang Sufi:"Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka" ( Ghiza al-Albab, vol. 1, p. 120)

Imam Syafi'i (150-205 H./767-820 M)

Imam Shafi'i: "Saya bersama orang sufi dan aku menerima 3 ilmu:
1. mereka mengajariku bagaimana berbicara
2. mereka mengajariku bagaimana meperlakukan orang dengan kasih dan hati lembut
3. mereka membimbingku ke dalam jalan tasauf
[Kashf al-Khafa and Muzid al-Albas, Imam 'Ajluni, vol. 1, p. 341.]

Imam Malik (94-179 H./716-795 M)

Imam Malik (716-795 M) (r): "man tassawaffa wa lam yatafaqqah faqad tazandaqa wa man tafaqaha wa lam yatsawwaf faqad fasadat, wa man tafaqqaha wa tassawafa faqad tahaqqaq. (Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasauf tanpa fikh maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fikh tanpa tasauf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasauf dan fikh dia meraih kebenaran)." (dalam buku 'Ali al-Adawi dari keterangan Imam Abil-Hassan, ulama fikh, vol. 2, p. 195

Imam Abu Hanifa (700-767 M)

Imam Abu Hanifa (81-150 H./700-767 M) (r) berkata, "Jika tidak karena dua tahun, saya telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Ja'far as-Sadiq dan mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar".
Ad-Durr al-Mukhtar, vol 1. p. 43 bahwa Ibn 'Abideen said, "Abi Ali Dakkak, seorang sufi, dari Abul Qassim an-Nasarabadi, dari ash-Shibli, dari Sariyy as-Saqati dari Ma'ruf al-Karkhi, dari Dawad at-Ta'i, yang mendapatkan ilmu lahir dan batin dari Imam Abu Hanifa (r), yang mendukung jalan Sufi." Imam berkata sebelum meninggal: lawla sanatan lahalaka Nu'man, "Jika tidak karena dua tahun, Nu'man (saya) telah celaka." Itulah dua tahun bersama Ja'far as-Sadiq.