Rabu, 10 Desember 2008

HUKUM BERSURBAN

(Petikan Kitab Ad-Di’amah Fii Ahkaami Sunnatil ‘Imaamah, karya Al-Muhaddits Sayid Muhammad bin Ja’far al-Kattani)

Dengan Nama Allah Yang Pengasih dan Penyayang. Dan shalawat dan salam terlimpahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabatnya.
Telah menyebutkan Pengarang kitab Muhadharah al-Awail (mengikuti perkatan Imam Jalaluddin as-Suyuthi) bahwa yang pertama kali melilitkan surban di kepalanya adalah Bapak kita Adam As. Dan Jibril lah yang melilitkan surban di kepalanya sewaktu Nabi Adam baru keluar dari syurga ke dunia. Saat berada di syurga Beliau memakai mahkota.
Sesudah masa Beliau (Adam As) yang mengenakan surban adalah Dzulqarnain. Ia menggunakan mahkota (raja) sebelumnya. Sebabnya mengenakan surban adalah karena ia memiliki 2 tanduk seperti kuku hewan yang bergerak-gerak. Maka Beliau menutupinya. Suatu ketika ia memasuki kamar mandi bersama sekretaris pribadinya. Dan ia meletakkan surban dari kepalanya (sehingga tampak kedua tanduknya). Lalu berkata Dzulqarnain kepada sekretarisnya, ‘Ini adalah sesuatu yang belum pernah tampak kepada siapapun selain kamu! Jika aku mendengar (rahasia ini) dari yang lain maka aku akan membunuhmu!’
Maka keluarlah sekretarisnya itu. Setelah itu ia dibayang-bayangi oleh rahasia yang akan membawanya kepada kematian. Ia pun pergi (untuk mengeluarkan rahasianya itu) ke padang pasir (yang sepi), lalu ia letakkan mulutnya ke tanah, dan mengatakan, ‘Sesungguhnya Raja (Dzulqarnain) memiliki 2 tanduk!’
Maka Allah Ta’ala menumbuhkan dari setiap kalimatnya itu 2 batang bambu. Orang yang melihat (2 batang pohon di tengah padang pasir ini) merasa takjub, dan memotongnya, kemudian dijadikan seruling. Saat seruling itu ditiup maka terdengarlah suara berkumandang, ‘Sesungguhnya Raja (Dzulqarnain) memiliki 2 tanduk!’ Maka tersebarlah berita ini ke seluruh kota. Berkata Dzulqarnain, ‘Ini sudah menjadi kehendak Allah!’ (Kitab Awa-il as-Suyuthi)
Dalam Kitab Nihayah disebutkan bahwa kedudukan ‘Imamah (surban) bagi bangsa Arab laksana mahkota (Tijan) bagi para Raja, karena kebanyakan manusia tidak menutupi kepalanya (dengan kopiah putih dan surban).
Ibnu Syaibah, Abu Daud, Ibnu Mani’, Al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Ali Ra., ‘Nabi Saw memakaikan surban di atas kepalaku pada hari Ghadir Khum, dan menguraikan ujungnya ke pundakku’. Dan Beliau berkata, ‘Sesungguhnya aku ditolong sewaktu perang Badar dan Hunain oleh para malaikat yang bersurban’. Beliau juga bersabda, ‘Sesungguhnya pemisah antara Kafir dan Iman adalah surban!’ Dalam riwayat lain ‘pemisah antara kaum muslimin dan kaum musyrikin’.
Beliau bersabda, ‘Umatku senantiasa dalam keadaan fitrah selama ia mengenakan surban’. (HR. Dailami)
Sabda Nabi Saw: ‘shalat 2 raka’at dengan bersurban lebih utama 70 kali daripada tanpa surban’. (Musnad Firdaus)
Sabda Nabi Saw, ‘Sesungguhnya para malaikat menyampaikan shalawat kepada orang-orang yang mengenakan surban di hari Jum’at’. (HR. Thabrani, Abu Nu’aim) Dalam riwayat lain disebutkan ‘para malaikat memohonkan ampun bagi orang-orang yang mengenakan surban di hari Jum’at’.
Berkata Al-‘Arif Billah Syamsuddin Al-Hanafi mengenai hadits, ‘Bersurbanlah, agar membedakan kalian dengan umat sebelum kalian!’ maknanya, ‘Berbedalah kalian dengan orang sebelum kalian, karena mereka tidak menganakan surban!’
Firman Allah Ta’ala: Ya , jika kalian bersabar dan bertaqwa, dan mereka datang menyerang kalian dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kalian dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda (As-Suumatu). (Ali Imran: 125) Para Mufassirin menyebutkan bahwa pengertian As-Suumatu (السومة) dengan dhommah huruf Sin (سُ) adalah Surban.