Rabu, 01 Agustus 2007

Rela Dimasukkan ke Dalam Neraka

Nabi Musa a.s. suatu hari sedang berjalan-jalan melihat keadaan umatnya. Nabi Musa a.s. melihat seseorang sedang beribadah. Umur orang itu lebih dari 500 tahun. Orang itu adalah seorang yang ahli ibadah. Nabi Musa a.s. kemudian menyapa dan mendekatinya. Setelah berbicara sejenak ahli ibadah itu bertanya kepada Nabi Musa a.s: "Wahai Musa a.s., aku telah beribadah kepada Allah s.w.t. selama 350 tahun tanpa melakukan perbuatan dosa. Di manakah Allah s.w.t. akan meletakkanku di Syurga-Nya?. Tolong sampaikan pertanyaanku ini kepada Allah s.w.t.". Nabi Musa a.s. mengabulkan permintaan orang itu. Nabi Musa a.s. kemudian bermunajat memohon kepada Allah s.w.t. agar Allah s.w.t. memberitahukan kepadanya di mana ummatnya ini akan ditempatkan di akhirat kelak.
Allah s.w.t. berfirman, "Wahai Musa sampaikanlah kepadanya bahwa Aku akan meletakkannya di dasar Neraka-Ku yang paling dalam". Nabi Musa a.s. kemudian mengabarkan kepada orang tersebut apa yang telah difirmankan Allah s.w.t. kepadanya. Ahli ibadah itu terkejut. Dengan perasaan sedih ia beranjak dari hadapan Nabi Musa a.s.. Malamnya ahli ibadah itu terus berfikir mengenai keadaan dirinya. Ia juga mulai terfikir bagaimana dengan keadaan saudara-saudaranya, temannya, dan orang lain yang mereka baru beribadah selama 200 tahun, 300 tahun, dan mereka yang belum beribadah sebanyak dirinya, di mana lagi tempat mereka kelak di akhirat. Keesokan harinya ia menjumpai Nabi Musa a.s. kembali. Ia kemudian berkata kepada Nabi Musa a.s., "Wahai Musa a.s., aku rela Allah s.w.t. memasukkan aku ke dalam Neraka-Nya, akan tetapi aku meminta satu permohonan. Aku mohon agar setelah tubuhku ini dimasukkan ke dalam Neraka maka jadikanlah tubuhku ini sebesar-besarnya sehingga seluruh pintu Neraka tertutup oleh tubuhku jadi tidak akan ada seorang pun akan masuk ke dalamnya". Nabi Musa a.s. menyampaikan permohonan orang itu kepada Allah s.w.t. Setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Nabi Musa a.s. maka Allah s.w.t. berfirman, "Wahai Musa sampaikanlah kepada umatmu itu bahwa sekarang Aku akan menempatkannya di Syurga-Ku yang paling tinggi".

Ibn Taymiyya (661-728 H./1263-1328 M)

Majmu' Fatawa Ibn Taymiyya, Dar ar-Rahmat, Cairo, Vol, 11, page 497, Kitab Tasawwuf:  "Kamu harus tahu bahwa syaikh-syaikh terbimbing harus diambil sebagai petunjuk dan contoh dalam agama, karena mereka mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Tariqat para syaikh itu adalah untuk menyeru manusia ke Kehadiran Allah dan ketaatan kepada Nabi."
Juga dalam hal 499:  "Para syaikh di mana kita perlu mengambil sebagai pembimbing adalah teladan kita dan kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita dalam Haji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai Ka' bah, para syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal) menuju Allah dan Nabi kita.
Di antara para syaikh yang dia sebut adalah: Ibrahim ibn Adham, Ma'ruf al-Karkhi, Hasan al-Basri, Rabia al-Adawiyya, Junaid ibn Muhammad,
Syaikh Abdul Qadir Jilani, Shaikh Ahmad ar-Rafa'i, and Shaikh Bayazid al- Bistami.
Ibn Taymiyya mengutip Bayazid al-Bistami pada 510, Volume 10: "...Syaikh besar, Bayazid al-Bistami, dan kisah yang terkenal ketika dia menyaksikan Tuhan dalam kasyf dan dia berkata kepada Dia:" Ya Allah, bagaimana jalan menuju Engkau?". Dan Allah menjawab: "Tinggalkan dirimu dan datanglah kepada-Ku".
Ibn Taymiah melanjutkan kutipan Bayazid al-Bistami, " Saya keluar dari diriku seperti seekor ular keluar dari kulitnya". Implisit dari kutipan ini adalah sebuah indikasi tentang perlunya zuhd (pengingkaran-diri atau pengingkaran terhadap kehidupan dunia), seperti jalan yang diikuti Bayazid al-Bistami.
Kita melihat dari kutipan di atas bahwa Ibn Taimiyah menerima banyak Syaikh dengan mengutipnya dan meminta orang untuk mengikuti bimbingannya untuk menunjukkan cara menaati Allah dan Rasul saw.

Apa kata Ibn Taymiah tentang istilah tasauf
Berikut adalah pendapat Ibn
Taimiyah tentang definisi Tasauf dari strained, Whether you are gold or gold-plated copper." Sanai.
Following is what Ibn Taymiyya said about the definition of Tasawwuf, from Volume 11, At-Tasawwuf, of Majmu'a Fatawa Ibn Taymiyya al-Kubra, Dar ar-Rahmah, Cairo:
"Alhamdulillah, penggunaan kata tasauf telah didiskusikan secara mendalam. Ini adalah istilah yang diberikan kepada hal yang berhubungan dengan cabang ilmu (tazkiyat an-nafs and Ihsan)."
"Tasauf adalah ilmu tentang kenyataan dan keadaan dari pengalaman. Sufi adalah orang yang menyucikan dirinya dari segala sesuatu yang menjauhkan dari mengingat Allah dan orang yang mengisi dirinya dengan ilmu hati dan ilmu pikiran di mana harga emas dan batu adalah sama saja baginya. Tasauf menjaga makna-makna yang tinggi dan meninggalkan mencari ketenaran dan egoisme untuk meraih keadaan yang penuh dengan Kebenaran. Manusia terbaik sesudah Nabi adalah Shidiqin, sebagaimana disebutkan Allah: "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah, yaitu: Nabi, para shiddiqqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. 4:69)" Dia melanjutkan mengenai Sufi,"mereka berusaha untuk menaati Allah.. Sehingga dari mereka kamu akan mendapati mereka merupakan yang terdepan (sabiqunas-sabiqun) karena usaha mereka. Dan sebagian dari merupakan golongan kanan (ashabus-syimal)."