Kamis, 22 November 2007

Obat Mata yang Paling Ampuh

Oleh: Vikar
Mata merupakan salah satu indera vital bagi manusia, dengannya kita dapat melihat dengan jelas mana yang lebih baik dari yang buruk, tanpanya kita akan merasakan ketidak-sempurnaan sebagai manusia, dan salah dalam menggunakannya akan membuat kita melihat dalam kebutaan.
Secara phisikologis dan sufis (mistis), seseorang dapat dinilai melalui matanya, karena mata adalah pancaran dan cerminan dari apa-apa yang ada di dalam hati, meskipun mulut dapat berkata lain namun mata tetap tidak dapat menyembunyikan dan menutupinya. Dalam kedokteran pun tidak heran jika kita akan jumpai seorang dokter yang memeriksa penyakit pasiennya melalui mata.
Berkembang pesatnya peradaban manusia akan membuat mata mudah terjangkiti oleh virus-virus peradaban yang mengakibatkan kerusakan atau kaburnya penglihatan dan sebagainya, meskipun secara dzahirnya terlihat baik, sehat dan kedua mata masih berfungsi normal, akan tetapi secara batiniahnya adalah layu dan tidak sehat. Saya menyadari, sebagian besar orang belum mengetahuinya, ada baiknya saya tuliskan sedikit mengenai obat ampuh yang dapat menangkal virus-virus tersebut yang mana telah dipraktekkan oleh ulama salaf terdahulu dan hasilnyapun telah terlihat jelas pada mata mereka.
Di sebuah mesjid, ketika muadzzin mengumandangkan azan, sampailah ia pada dua kalimat syahadat atas kerisalahan Nabi Muhammad SAW. Pada saat syahadat yang pertama dilantumkan, saya membaca “Shallallahu ‘alaika ya Rasulallah”, dan pada syahadat yang kedua, saya mencium kedua ujung ibu jari dan mengusapkannya ke mata sambil berucap “Qurrat ‘aini bika ya rasulallah Allahumma matti’ni bi as-sam’i wa al-bashari, Allahummah Fadz ‘ainay wa nurhima”. Jamaah yang hadir di saat melihat perbuatan tersebut bertanya dan berdebat bahkan ada yang mengatakan bid’ah.
Setelah selesai shalat berjamaah, semakin ribut dan ramai orang bertanya serta berdebat. Secara singkat saya hanya menjawab “Itulah obat yang paling ampuh untuk menjaga mata dan melindunginya dari segala macam bentuk penyakit mata”, orang yang minus pada matanya pun dapat menggunakan untuk mengurangi keminusan bahkan menyembuhkannya jika diamalkan secara berkesinambungan, dan orang-orang yang mempraktekkannya akan lebih jelas melihat jalan yang terang dan benar, terpancar pada kedua matanya ketajaman yang tidak dapat dinilai dan bahkan dapat menundukkan pandangan orang lain.
Sebagian ulama mengatakan bahwa hal ini adalah bid’ah. Sebagaimana dalam kitab “Talkhish al-Maqashid al-Hasanah” oleh Az-Zarqani bahwa Hafid al-’Arafi berkata jika hal ini tidak mempunyai dasar hukumnya dan diada-ada oleh Sufyan bin Uyainah. Ulama-ulama Wahhabi pun dengan tegas menyatakan bahwa hal ini adalah bid’ah.
Maslah ini sebenarnya telah disebutkan oleh ulama-ulama salafu salihin, seperti Al-’Alamah as-Sanwani dalam penjelasannya terhadap kitab “Mukhtashar Shahih al-Bukhari” oleh Ibnu Abi Hamzah. Juga seperti al-Faqih ad-Dilzali dalam kitab “Mujarrabat”nya, yang mengatakan bahwa sebagian besar ulama-ulama terdahulu telah mempraktekkannya yang menunjukkan sebagai qudwah bagi orang lain.
Syekh Daud al-Baghdadi menyebutkan dalam risalahnya bahwa saya tidak pernah mendapatkan hadis-hadis yang menunjukkan atas masalah ini, akan tetapi bisa jadi bersumber dari perkataan Rasulullah SAW:”Akan turun rahmat yang berlimpah di saat menyebutkan nama-nama orang shaleh”. Hal serupa juga dikemukakan oleh Ibnu Jauzi, Hafidz ibnu Hajar dari Imam Ahmad, juga oleh imam Suyuti dalam kitabnya “Al-Jami’ as-Sahghir”.
Diriwayatkan dari Ibnu Jawzi dati Sufyan bin Uyainah bahwa pada saat menyebutkan nama orang-orang shaleh akan bercucuran rahmat. Demikian juga yang dikemukakan oleh Syekh Daud al-Baghdadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang shaleh dan tiada keraguan akan turunnya rahmat yang berlimpah pada saat menyebutkan namanya, sehingga berdoa pada saat turunnya rahmat adalah mustajab dan orang yang mendengar serta berucap “Qurrat ‘aini bika ya Rasulallah” adalah doa terjaganya mata serta akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka tidak ada larangan padanya.
Ulama Hanafiah, seperti Thahthawi, menukilkan dalam penjelasannya terhadap kitab “Maraqi al-Falah” oleh Qahastani dari kitab “Kunz al-’Ibad fi fadhail al-Ghazw wa al-jihad” oleh abu al-Qasim bin Iqal berkata:”Disunnahkan pada saat mendengar syahadatain atas Rasul untuk mengucapkan Shallallahu ‘alaika ya Rasulallah pada syahadat pertama dan mengucapkan Qurrat ‘aini bika ya rasulallah allahuma matti’ni bi as-sam’i wa al-bashari pada saat mendengar syahadat yang kedua setelah mencium kedua ujung ibu jari sambil mengusapkannya ke mata, maka Rasulullah SAW akan menjadi penunjuk jalan baginya untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat”.
Dalam Hasyiyah al-Baidhawi dari syekh Abu al-Wafa berkata:”Saya telah mendapatkan dalam beberapa fatwa bahwasanya Abu Bakar As-shiddiq ra mendengar azan, pada saat muazzin sampai pada ucapan dua kalimat syahadat atas Nabi, ia mencium kedua ujung ibu jarinya dan mengusapkannya di kedua matanya, kemudian yang melihat perbuatan Abu Bakar tadi bertanya kepadanya:”Mengapa engkau melakukan yang demikian ya Aba Bakar?”, ia menjawab:”Saya bertabarruk dengan kemuliaan namamu ya rasul”, kemudian Rasulullah berkata:”Kamu benar, dan barangsiapa yang melakukan hal tersebut ia akan selamat dari kerabunan dan terjaga di sisiku jika ia mengucapkan “Allahummah Fadz ‘Ainay wa nurhima”, Ya Allah jagalah kedua mataku dan cahayanya. Hal serupa disebutkan oleh Ad-Dilimi dalam kitabnya “Al-Firdaus” mengenai hadis Abu Bakar ra tadi, dan juga disebutkan oleh at-Thahthawi dalam kitabnya “Al-Fadhail”. Hal serupa pun akan dijumpai dalam Hawasyi al-’Alamah as-sayyid Muhammad bin Abidin dalam “Ala ad-Dar”, malah ia mensunahkannya. Dengan demikian menunjukkan bahwa tidak ada larangan padanya dan tidak dapat dikatakan sebagai bid’ah.
Sebagian ulama mengkhususkannya hanya pada azan tanpa Qamat sebagaimana penjelasan al-Qahastani pada catatan kaki bukunya, dan sebagian yang lain membolehkannya bukan saja pada azan melainkan pada setiap mendengar ucapan dua kalimat syahadat atas Nabi, bahkan pada saat mendengarkan namanya.
Dari semua urain di atas, jelaslah apa yang dibutuhkan oleh mata agar terhindar dari segala macam bentuk virus peradaban dan obat yang ampuh untuk menyembuhkan kerabuan pada mata dan sebagainya. Karena hidup di zaman modern, mata tidak akan terhindar dari melihat apa-apa yang tidak patut untuk dilihat. Olehnya itu jagalah mata dan melindunginya seperti apa yang telah dikemukakan di atas. Wallahu a’lam bisshawab.

SEORANG DOKTOR NEUROLOGI MENEMUI KEAJAIBAN ALLAH.......

Seorang dokter di Amerika Serikat telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang ditemuinya dalam penyelidikannya. Dia amat kagum dengan penemuan tersebut, sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran.
Dia adalah seorang Dokter Neurologi.
Setelah memeluk Islam, dia amat yakin akan pengobatan secara Islam dan dengan itu telah membuka sebuah klinik yang bertemakan "Pengobatan Melalui Al-Qur'an" .
Kajian pengobatan melalui Al-Qur'an membuatkan obat-obatannya berdasarkan apa yang terdapat di dalam Al-Qur'an. Di antara kaedah-kaedah yang digunakan termasuk berpuasa, madu lebah, biji hitam (black seed) dan sebagainya.
Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam, maka dokter tersebut memberitahu bahwa semasa beliau melakukan kajian urat saraf, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia yang tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara normal.
Setelah membuat kajian yang memakan waktu lama, akhirnya beliau mendapati bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak manusia melainkan pada ketika seseorang itu sedang sujud semasa mengerjakan Shalat!! !
Urat tersebut memerlukan darah hanya untuk beberapa ukuran yang tertentu saja. Ini berarti bahwa darah hanya akan memasuki urat tersebut mengikut kadar shalat waktu yang diwajibkan oleh Islam......Begitulah keagungan ciptaan Allah!!!
Orang yang tidak menunaikan shalat, otaknya tidak akan dapat menerima darah yang cukup untuk berfungsi secara normal!!!
Oleh sebab itu, kejadian (fitrah) manusia sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam 'sepenuhnya' karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agama-Nya yang indah ini."

PETUAH IMAM SYAFI’IE

4 PERKARA UNTUK SEHAT
Empat perkara menguatkan badan:
1. makan daging
2. memakai wangi-wangian
3. kerap mandi
4. berpakaian dari kapas

Empat perkara melemahkan badan:
1. banyak bersetubuh
2. selalu cemas
3. banyak minum air ketika makan
4. banyak makan bahan yang masam

Empat perkara menajamkan mata:
1. duduk mengadap kiblat
2. bercelak sebelum tidur
3. memandang yang hijau
4. berpakaian bersih
Empat perkara merusakkan mata:
1. memandang najis
2. melihat orang dibunuh
3. melihat kemaluan
4. membelakangi kiblat

Empat perkara menajamkan fikiran:
1. tidak banyak bergurau
2. rajin bersugi (gosok gigi)
3. bercakap dengan orang soleh
4. bergaul dengan para ulama

4 CARA TIDUR
1. TIDUR PARA NABI
Tidur terlentang sambil berfikir tentang kejadian langit dan bumi.
2. TIDUR PARA ULAMA' & AHLI IBADAH
Miring ke sebelah kanan untuk memudahkan terjaga untuk sholat malam.
3. TIDUR PARA RAJA YANG LOBA
Miring ke sebelah kiri untuk mencernakan makanan yang banyak dimakan.
4. TIDUR SYAITAN
Menelungkup/ tiarap seperti tidurnya ahli neraka.





Selasa, 06 November 2007

Wirid Ba’da Shalat Tahajjud

Baru saja Syekh al-Akbar ingin mengumandangkan keberadaan Birokrasi Ilahiyyah, telah muncul beberapa aliran yang diyakini oleh sebagian besar umat Islam sebagai aliran sesat. Keadaan ini menyebabkan beban penyampaian keberadaan Khalifah Rasul ini menjadi bertambah berat. Karena dikhawatirkan adanya sebuah pemahaman ’baru’ dianggap berbeda oleh kalangan masyrakat adalah keliru atau sesat. Padahal masyarakat belum mengerti parameter kebenaran dalam Dienul Islam yang sesungguhnya. ”Memang Iblis sedang mengadakan manufer untuk mencegah Khalifah Rasul untuk maju”, oleh karenanya perbanyaklah bacaan ini, ’Laa ilaaha illallaahu wahdahuu laa syariikalah, lahul mulku walahul hamdu yuhyii wayumiitu wahuwa ’alaa kulli syai-in qodiir’. Dengan do’a yang dibaca setiap ba’da fardhu 10 kali ini gangguan musuh-musuh Allah diperkecil kekuatannya. Selanjutnya Syekh al-akbar Muhyiddin Muhammad Dahlan menginstruksikan kepada murid Al-Idrisiyyah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan shalat tahajjud di setiap malamnya. Dan setelah shalat hendaknya memperbanyak bacaan ini sebanyak 50 kali. Ditambah dengan 10 X 5 ba’da fardhu = 50 kali. Jadi kalimat ini dibaca sebanyak 100 kali setiap hari. Syekh al-Akbar Ra. mengungkapkan bahwa kita mesti online setiap hari agar sinyal pertolongan dari Allah lebih kuat daripada gangguan musuh-Nya, iblis laknatullah.
Berpisah dengan paparan di atas, seorang murid pernah mengalami peristiwa ruhani sebulan sebelumnya. Di suatu malam ia bangun malam untuk menunaikan shalat tahajjud. Pada saat ia melafalkan niat, ’Ushollii sunnatat tahajjud lillaahi ta’alaa..’ Belum selesai takbir ia ucapkan tiba-tiba terdengar suara ’Ma’muuman!’ (niat mengikuti imam). Berulang tiga kali suara tersebut ia dengar. Kemudian ia menjadi terdiam untuk menyelidiki suara tersebut dari mana. Setelah itu ia baru sadar bahwa saat ia berniat shalat ada sosok Syekh al-Akbar di depannya. ”Ma’muman, kamu ikuti Bapak (Syekh al-Akbar, red)! Kemana yang lainnya?” Syekh al-Akbar bertanya kepada si murid. Si murid bingung, karena ketika ia melihat ke belakang ia tidak melihat siapa-siapa. Barulah ia sadar bahwa ia telah dihadiri ruhani Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Qs.
Saya mengatakan, ’Hei, ingatkah cerita kamu waktu yang lalu kepada saya?’ Si murid yang mengalami peristiwa tersebut terdiam, mencoba mengingat-ingat. Akhirnya ia baru ingat. Saya pun berkomentar, ’Sekarang berita kamu baru terealisasi dengan fatwa (instruksi) Beliau Ra.’ Ruhaniyah mendahului lahiriyah!

Peran Non Muslim

Ada seorang murid yang mempunyai istri yang bermimpi bahwa suatu ketika ia menghadiri pengajian di Pekan Santri Qini di Pesantren Pegendingan, Tasikmalaya. Ia ikut masuk ke dalam masjid menyaksikan sebuah keranda mayat sedang diusung. Begitu dibuka ada sebuah mayat yang berkalungkan salib di tubuhnya. Dan setelah ia seksama memperhatikan, di keranda mayat tersebut ada gambar salib yang jelas sekali. Semua murid-murid di dalam masjid menggiring keranda tersebut hingga ke depan.
Sejak ia mengalami mimpi tersebut, si istri menjadi bimbang diajak mengaji ke Idrisiyyah. Apakah ada hal-hal yang menyimpang sehingga ia mengalami peristiwa mimpi tersebut. Beberapa bulan ia sempat absen merenungkan apa yang sebenarnya terjadi.
Mendengar cerita tersebut, seorang pengurus menjelaskan bahwa gambaran mimpi tersebut bukanlah gambaran yang negatif. Karena mimpi tersebut ada hubungannya dengan ’keakraban’ Syekh al-Akbar dengan beberapa pihak non muslim dalam rangka mensukseskan program dakwah yang sedang dibina beliau melalui kerjasama berbagai usaha (ekonomi).
Melalui orang-orang non muslim ini Syekh al-Akbar memaparkan ajaran Islam yang sesungguhnya, yang sering disalahartikan oleh ’dunia luar’. Di antara ekses yang diharapkan adalah kesan Islam teroris, anarkis, terbelakang hilang dalam pandangan mereka yang non Islam. Belaiu pun menjelaskan betapa agama Islam itu mudah dan relevan dengan perkembangan zaman. Islam senantiasa menyambut nilai-nilai perubahan dan kemajuan.
Akhirnya melalui interaksi pergaulan bisnis itulah muncul sikap simpati mereka kepada kepribadian Syekh al-Akbar. Sehingga di antara mereka mau mempercayakan hartanya untuk diinvestasikan untuk usaha tambak yayasan Al-Idrisiyyah di Tuban. Selanjutnya, perluasan Masjid Jami’e Al-Fattah di Batu Tulis Jakarta mendapat dukungan seorang non muslim lain yang ingin tanahnya dibeli oleh pihak masjid. Padahal tanah yang dijualnya itu sudah ditawar oleh pedagang dengan harga yang lebih mahal. Tapi, ia tetap bersikeras dan merasa senang jika tanahnya dibeli oleh pihak masjid. Proses tawar menawar berjalan, lalu disepakati bahwa biaya pembebasan itu sebesar 450 juta (dari harga awal 700 juta).
Pihak pengurus masjid berusaha mencari dana pembebasan lahan melalui berbagai upaya. Sampai diputuskan untuk meminjam kepada Bank. Tidak ada bank yang mempercayakan pinjaman kepada pihak masjid. Utusan bank kebanyakan mempertanyakan masalah jaminannya, di samping nilai bangunan dan tanah juga menentukan mulus tidaknya proses pinjaman tersebut.
Lagi-lagi, orang Cina non Islam juga yang membantu. Dia menawarkan diri lewat jaminan namanya agar proses pinjaman itu berhasil. Karena ia sudah sering menggunakan jasa perbankan untuk membantu modal usahanya selama ini. Dan, akhirnya tanah tersebut berhasil dibebaskan untuk perluasan masjid.
Beberapa bulan setelah itu ada cerita menarik, keluarga orang Cina ini mengalami musibah. Mobil yang dikendarai anaknya mengalami kecelakaan. Kondisi mobil rusak parah. Namun anaknya selamat dari peristiwa tragis tersebut. Kepada Syekh al-Akbar ia menceritakan peristiwa tersebut. Ia pun menyebutkan bahwa dengan keberkahan pertolongan do’a Syekh al-Akbar, kejadian tersebut tidak membuatnya berduka karena kehilangan anaknya yang ia cintai.
Cukuplah kiranya cerita ini menjelaskan betapa luwesnya akhlak pergaulan Syekh al-Akbar yang tidak memilah-milah antara muslim maupun yang belum muslim. Pada dasarnya, menurut beliau, semua orang masih dalam proses. Sehingga siapapun yang masih hidup di dunia ini tidak bisa dikatakan sebagai ’orang yang sholeh’. Karena siapa tahu di akhir kehidupannya ia berbelok arah menjadi kafir, Na’udzubillah min dzaalik.
Oleh karenanya orang non muslim berhak mendapatkan informasi Dienul Islam sebagai agama yang bersifat Rahmat, yang membawa nilai-nilai kedamaian dalam seluruh aspek kehidupan baik di dunia maupun akhirat. Sebab, Dienul Islam diturunkan bukan hanya untuk orang Islam, tapi untuk seluruh umat. Mereka perlu diperhatikan oleh kita yang muslim, karena banyak penilaian dan sikap penilaian yang keliru tentang keberadaan Dienul Islam sebagai agama yang ditegakkan dengan pedang (kekerasan).

Kamis, 01 November 2007

Keutamaan Shalawat 'Azhimiyyah

Sayid Ahmad Syarif as-Sanusi Ra. meriwayatkan bahwa Sayid Muhammad bin Ali as-Sanusi Ra. suatu ketika menerangkan keutamaan membaca Shalawat ‘Azhimiyyah, bahwa sesungguhnya membaca Shalawat ‘Azhimiyyah sekali menandingi bacaan Kitab Shalawat Dala-ilul Khairat sebanyak 33.333 kali. Ditanyakan mengapa demikian? Karena keutamaan Shalawat ‘Azhimiyyah itu disebabkan keutamaan para Guru-guru Ra. (yang meriwayatkannya).
Kisah:
Pengarang Dalaiul Khairat: Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abdur Rahman bin Abu Bakar bin Sulaiman Al Jazuli Rahimahullah, nasabnya Jazulah, sebuah qabilah dari daerah Barbar di Susil Aqsha. Belajar ilmu di Fez (Maroko), dan di sanalah beliau mengarang Dalail.
Adapun asal mulanya beliau menyusun kitab Dalail, suatu hari beliau akan mengambil air wudhu untuk sholat. Tetapi beliau tidak mendapatkan alat buat mengambi air dalam sumur. Keadaan itu terus berlangsung sampai ia melihat seorang anak perempuan kecil yang memandanginya dari tempat yang cukup tinggi, lalu anak kecil itu bertanya kepada beliau: “Siapakah Anda?” Beliau kemudian menjelaskan hal ihwal beliau, maka anak itu berkata: “Tuan ini ahli membaca sholawat kepada Rasulullah SAW, dan Tuan ini termasuk orang yang dihormati, mengapa Tuan bingung tidak mendapatkan air?” Kemudian ia pun meludah ke dalam air sumur itu, seketika itu pula airnya naik dan akhirnya memudahkan untuk berwudhu.
Setelah merampungkan wudhunya Syaikh al Jazuli bertanya: “Dengan apa engkau memperoleh karomah (kemuliaan) ini?” Jawabnya: “Karena saya memperbanyak membaca sholawat kepada Nabi SAW, yang mana jika seseorang berjalan di daratan yang tiada makanan & air, bergantunglah binatang-binatang buas kepadanya”. Lalu beliau bersumpah untuk mengarang sebuah kitab sholawat Nabi SAW, pelindungku, yang melebihi ilmu Aqliyah dan Naqliyah.
Sebelum beliau mengajarkan ilmunya dan tarbiyah kepada muridnya beliau melakukan riyadhah / khawat / uzlah selama 14 tahun setelah mendapat talqin (ijazah) Thariqat Syadziliyah. Setelah beliau keluar ke masyarakat, beliau menjadi masyhur di berbagai tempat dan negeri, murid beliau mencapai 12.000 orang lebih.
Beliau berkata: “Allah telah berfirman kepadaku: “Wahai hambaKu, sesungguhnya Aku menganugerahkan karomah dan derajat luhur kepadamu ini, karena kamu senang memperbanyak Sholawat kepada NabiKu”.
Pada tanggal 16 Rabiul Awal 870 H beliau wafat, ddisemayamkan di desa Sus al Aqsha. Setelah 77 tahun dari wafatnya, jenazahnya dipindahkan ke Marakesy, maka didapati jenazahnya itu utuh sebagaimana waktu dipendam pertama kali. Makamnya banyak diziarahi orang, dikarenakan baunya yang semerbak. Hal ini dikarenakan beliau menyukai membanyakkan sholawat kepada Nabi SAW selama hidupnya. (Asraarur Rabbaniyyah wal Fuyudhatir Rahmaniyyah ‘aas Sholawatid Dardiriyyah, Sy. Ahmad as Showi)

Sejarah Ilmu Nahwu

Latar belakang Abul Aswad Ad-Dualy menyusun ilmu ini adalah bermula saat ia dan putrinya berada di bawah atap rumahnya. Kemudian putrinya melihat ke langit, bintang-bintang dan gemerlapan cahayanya sewaktu keadaan gelap. Putrinya berkata padanya, "Yaa abati, maa ahsanus samaa-i ?". Ia mengira maksud putrinya adalah menanyakan, " Adakah sesuatu yang lebih baik dari bintang?"
Maka putrinya berkata, "Wahai ayahku, bukan begitu maksudku, tetapi yang kumaksud adalah (saya) ta'ajub karena keindahannya."
Ia berkata, "Kalau begitu katakanlah : maa ahsana as-samaa-a (alangkah indahnya langit itu).
Pada pagi hari, ia menghadap pada Sayyiddina Ali dan melaporkan kepadanya, " Wahai amirul Mu'minin, telah terjadi percakapan dengan putriku sesuatu yang tidak kami mengerti". Lalu ia menceritakan peristiwa yang telah ia alami bersama anaknya (seperti yang telah dituturkan di atas). Imam Ali berkata, "Ini adalah akibat bercampurnya bahasa Ajam (non Arab) dan Bahasa Arab". Kemudian beliau memerintahkannya untuk membuat aturan bahasa.
Abul Aswad lalu membeli sehelai kertas dan setelah beberapa hari ditulis di atasnya pembagian kalimat yang terdiri dari tiga bagian, yaitu isim, fi'il dan huruf yang mengandung arti dan pengertian ditambah ta'ajub (tulisan itu disodorkan pada Imam Ali). Lalu Imam Ali berkata, "Inha nahwa haadza" (Buatkan contoh seperti ini), karena itulah ilmu ini dinamakan "Ilmu Nahwu".
(An-Nisa Sholiha)