Jumat, 29 Januari 2010

Wujud Ruhani Sulthan Awliya

Sudah lama tidak terdengar informasi ruhaniyah mengenai tanda-tanda kekhalifahan Syekh al-Akbar Muhyiddin Syekh Muhammad Daud Dahlan. Kali ini berasal dari salah seorang murid yang berasal dari tetangga Masjid Al-Fattah di Jl Batu Ceper.

Ia menuturkan pengalamannya yang baru terjadi kemarin. Ada seorang anak temannya yang sakit. Anak tersebut ada yang ‘menumpangi’ atau diganggu makhluk halus. Ia mengalami karasukan berkali-kali yang menyusahkan kedua orang tuanya. Setelah mendapatkan saran oleh seseorang, maka ia bawa kepada salah seorang Ustadz yang dipandang memiliki kelebihan berintraksi dengan yang ghaib dan bisa mengobati anak kawannya tersebut.

Saat mengadakan terapi terhadap anak tersebut, sang Ustadz sempat berkata kepada si murid baru ini, ‘Tolong do’akan saya, mudah-mudahan anak ini bisa disembuhkan!’ ‘Insya Allah,’ jawab si murid yang tidak tahu menahu soal pengobatan.

Akhirnya si murid yang baru beberapa hari ditalqin ini ikut mendampingi sang Ustadz yang termasuk jama’ah Naqsabandi itu. Si murid berdzikir dengan bacaan yang ia bisa (hafal). Katanya, ‘Saya waktu itu hanya membaca, ‘Laa Ilaaha Illallaah Muhammadur Rosuulullaah fii kulli lamhatiw wanafasin ‘adada maa wasi’ahuu ‘ilmullaah’ saja berulang-ulang.

Ia sempat menyaksikan si Ustadz melakukan atraksi seperti main pencak, berusaha mengusir makhluk asing yang berada di dalam tubuh anak itu. Saat ia melakukan atraksi itu tiba-tiba lampu mati. Seluruh rumah yang berada di lingkungan komplek itu mati semua. Sedangkan perumahan yang berada di seberang rumah tidak. Ketika itu terdengar Ustadz berkata, ‘Ampun Syekh ….!’

Beberapa saat lampu menyala kembali beserta listrik yang berada di lingkungan rumah itu. Anak yang sakit diganggu makhluk halus itu pun akhirnya pulih, sehat kembali.

Setelah keluar dari rumah, Ustadz tadi bertanya kepada si murid, ‘Itu tadi guru kamu ya?’ Si murid tidak mengerti apa yang Ustadz tanyakan. ‘Memang Ustadz tadi melihat apa?’ Tanya si murid. Ustadz dari Kemayoran ini berkata, ‘Guru kamu tadi hadir, tubuhnya setinggi langit. Kepalanya hingga ke ujung langit dan selendangnya menjuntai hingga ke bumi. Kalau Beliau muncul, seluruh makhluk halus tidak ada yang berani mendekat. Siapa nama Gurumu itu?’

‘Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan. Saya baru menjadi murid Beliau!’ Jawab orang Batu Ceper ini.

Itulah ruhani Sulthan Awliya, yang meliputi keberadaan bumi dan langit.

Jakarta 29 Januari 2010



MENGEJAR KELINCI

By : John Y. Rusly

Ada sebuah kisah Tiongkok yang saya dengar

Seorang murid berkata pada gurunya,
"Guru, bila saya belajar tidak hanya dari Anda, tetapi juga dari guru-guru yang lain, bukankah ilmu saya akan berlimpah ?"

Sang guru tersenyum, menatap lembut sang murid, lalu berkata,
"Dia yang mengejar mengejar dua kelinci (pada waktu bersamaan), tidak akan mendapatkan kelinci!"

Sang murid bingung, dan terpekur;
"Bukankah 1+1 =2, dan 2+2=4 ? artinya 2 guru + 2 guru = 4 ilmu ? ".

Sang guru, seakan-akan dapat membaca pikiran muridnya, melanjutkan;
"Dalam kehidupan ini, tidak semua ilmu yang kamu pelajari akan terpakai. Hanya segelintir ilmu yang akan kamu gunakan untuk memperbaiki kualitas hidupmu".

"Hidup ini terlalu singkat, untuk dapat mempelajari semua ilmu. Bila kamu mempelajari semua ilmu, lalu memilah-milah ilmu yang terbaik untukmu, kapankah kamu punya waktu untuk menerapkannya ?"

"Tujuan belajar adalah bukan untuk mengetahui, tetapi untuk menerapkan, untuk kemakmuran dan kebahagiaanmu, serta masyarakat di sekelilingmu".

Sang murid, dengan mimik muka serius, bertanya;
"Lalu, bagaimanakah caranya mendapatkan ilmu terbaik, yang terhebat dan dalam waktu cepat mengantarkan kita pada kesuksesan ?".

Sang guru, kembali tersenyum, dan menjawab dengan lembut,

"Tidak ada guru yang terbaik, dan tidak ada ilmu yang terbaik. Yang terbaik tahun lalu, belum tentu terbaik di tahun mendatang."

"Lalu, siapakah yang terbaik?"

"Semua ilmu itu baik, asal cocok dengan pengguna ilmunya. Kecocokan dalam bakat, sifat, kepribadian dan juga kecenderungan si pengguna, akan sangat menentukan kecepatan penguasaan ilmu tersebut".

"Daripada menghabiskan waktu untuk mencari banyak ilmu, lalu memilah-milah yang terbaik, bukankah lebih mudah bagimu untuk mencari hanya seorang guru yang sesuai, lalu Anda belajar sebanyak-banyaknya, dan sedalam-dalamnya, dari Beliau ?"

Sang guru mengakhiri percakapan dengan sebuah renungan.

"Dalam kehidupan, manusia lebih menghargai banyak dari pada dalam".
Manakah yang lebih berarti bagi Anda;

Banyak bisnis yang membuat kepala pening, atau satu bisnis yang membuat Anda untung besar ?

Banyak proyek yang tidak selesai, atau satu pekerjaan yang mendapatkan pujian ?

Banyak ilmu yang belum diterapkan, atau satu ilmu yang menghasilkan banyak ?

Ah, alangkah sederhananya hidup ini ..
Mengapa harus dibuat rumit?