Kamis, 05 Juli 2007

Berbuat Baik Menunggu Kabar Gaib?

Ada seorang yang bermimpi dirinya dikejar-kejar oleh seekor ular naga yang ganas. Dalam mimpinya itu, ia lari lintang pukang. Namun malangnya, seberapa kuat pun ia berlari, ular naga yang selalu menyemburkan api dari mulutnya itu tetap saja dapat mengikutinya. Ke manapun ia bersembunyi, selalu saja dapat ditemukan oleh ular naga itu. Dalam kepanikannya, akhirnya ia berjumpa dengan seorang tua renta yang wajahnya bercahaya bak rembulan. Berharap bahwa orang tua ini sakti mandraguna, ia pun lalu meminta bantuan padanya untuk mengusir ular naga itu. Tetapi sang kakek berwajah rembulan ini, ternyata malahan menangis sambil mengatakan bahwa dirinya terlalu lemah untuk menghadapi ular naga yang galak itu. Dengan rasa panik yang amat sangat, ia pun lalu kembali lari tunggang langgang menghindari sang ular naga yang tampak semakin bernafsu untuk melumatkan dirinya. Untunglah pada keadaan yang kritis itu ia segera terbangun.
Meskipun hanya mimpi, tetapi rupanya hal ini memberikan kesan yang mendalam bagi jiwanya. Maka dicarinyalah orang yang terkenal pandai membaca tabir mimpi.
"Ular naga itu adalah penjelmaan amal salehmu, sedangkan orang yang tua renta yang berwajah rembulan itu adalah wujud dari amal salehmu", begitulah tutur sang ahli pembaca tabir mimpi.
Mendengar hal itu, orang ini pun tertegun sambil mengingat-ingat perbuatannya selama ini. "Pantas saja kalau orang tua berwajah rembulan itu tidak bisa menolongku, karena amal salehku selama ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pembangkanganku kepada Tuhan," katanya lirih.
Akhirnya orang itupun bertekad untuk bertobat dengan sungguh, yaitu ia akan selalu mentaati perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.
Sebenarnya kisah di atas tidaklah aneh, karena meang setiap orang pernah bermimpi. Tetapi apakah kita harus bermimpi dikejar naga dahulu baru mau bertobat? Apakah kita lupa sudah berapa banyak saudara kita yang meninggal tanpa sempat bermimpi dikejar naga?
(Bahan renugan kalbu, Ir. Permadi Alibasyah, cet. XIII, hal.380)

Peran wasilah di Alam Barzakh

Seorang murid telah didatangi orang tuanya ketika ia berdzikir. Orang tuanya tersebut berkata, ‘Baik-baiklah kamu menitipkan diri di bawah bimbingan Mursyidmu, karena Gurumu (Asy-Syekh Al-Akbar, red) itulah yang telah mengirimkan segala sesuatunya kepadaku. Hal itu disebabkan hanya karena aku mempunyai anak yang menjadi muridnya.’ Selanjutnya diungkapkan, ‘Do’a atau pahala amal shaleh itu tidak akan sampai ke tempat yang dituju, meskipun orang yang melakukan berdo’a atau beramalnya itu dilakukan sambil menangis tidak kenal henti sehabis air mata, atau dengan penuh kekhusyu’an. Do’a itu harus ada wasilah (pengantar)nya agar sampai kepada Allah Zat Yang Tak Terjangkau oleh indera. Syekh al-Akbar Muhammad Daud ini sangat dikenal oleh seluruh penghuni alam Barzakh. Sebab kedatangannya itulah membawa rahmat bagi kami. Orang-orang yang tidak mendapatkan kiriman dari saudaranya yang masih hidup, apabila akan dikumandangkan berita mengenai kedatangan beliau, mereka segera berbaris berdesak-desakkan, hanya ingin mendapatkan hembusan angin jubahnya. Mereka yang berbaris itu semuanya kurus-kurus. Tapi apabila ia menghirup harum terpaan angin dari jubah Syekh al-Akbar, serta merta mereka yang mendapatkan hembusan jubahnya akan segera berubah menjadi gemuk badannya. Bapak sekarang mohon petunjuk kepada Syekh al-Akbar, tolong sampaikan salam kepada beliau! Sebab Bapak meskipun sudah hidup bahagia di sini masih bimbang, sebab perjalanan menuju Padang Mahsyar begitu jauh dan teramat panjang’. Seolah-olah dari yang dikatakan Bapaknya (menurut peunutur), ‘Saya sudah tidak dapat berjuang lagi, harapan saya hanya ada pada anak yang sedang mengikatkan diri kepada Asy-Syekh Al-Akbar. Dan dari itulah ia bisa bahagia dan selamat nantinya di akhirat’.

Bersyahadat Di alam Ruhani

Mimpi seorang murid ini mengejutkan, dan belum pernah terjadi sebelumnya. Suatu ketika dalam mimpinya ia melihat ada seseorang yang dikenalnya datang kepadanya. Orang tersebut adalah orang keturunan (Cina) beragama non muslim yang sudah meninggal. Rumahnya berdekatan dengan Masjid Jami’e Al-Fattah.
Orang itu berkata, ‘Tolong bimbinglah saya bersyahadat, saya ingin menjadi umat Islam!’ Si murid berkata, ‘Ya tunggu, nanti saya akan panggil Guru saya. Madaad Syekh Akbar!’ Maka datanglah Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan dan menanyakan apa keperluannya. Lalu diceritakan oleh si murid mengenai keinginan orang tersebut yang ingin menjadi seorang muslim.
Syekh al-Akbar berkata, ‘Tunggu dulu, saya akan memanggil Rasulullah Saw’. Seketika suasana menjadi hening dan syahdu, sunyi tidak ada angin seperti suasana malam Lailatul Qadr. Setelah lebih kurang selama 10 (sepuluh) menit datanglah Rasulullah Saw seolah-olah turun dari langit. Saat itulah Syekh al-Akbar menyuruh orang tersebut mengikuti apa yang beliau sebutkan, ‘Asy-hadu allaa ilaaha illallaah, wa Asy-hadu anna Muhammadar rosuulullaah!’ Syahadat itu dilafazhkan berulang-ulang selama 3 kali.
Selesai pengucapan syahadat yang dihadiri oleh Rasululullah Saw itu, maka Rasulullah pun pamit, dan mengucapkan salam. Sebelum ruhani Beliau Saw naik ia bersuara lantang, ‘Madaad Syekh al-Akbar Muhammad Daud!’ Selanjutnya Beliau naik ke langit dan lenyap dari pandangan.
Yang bermimpi terbangun, dan ia melihat jam menunjukkan pukul 1 tengah malam.
Beberapa hari kemudian ia melaporkan peristiwa itu kepada Gurunya, dan menanyakan mengapa Allah memberikan karunia mimpi yang indah hingga bertemu dengan Rasulullah Saw. Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra. mengatakan, ‘Karena kedhaifan engkau-lah Allah berikan karunia itu. Agar engkau sebagai murid menjadi kuat keyakinannya terhadap Gurunya’.
Catatan:
Setelah ditelusuri siapa gerangan orang yang dimaksud dalam mimpi ini. Ternyata orang tersebut memang mempunyai sifat yang terpuji selama hidupnya (meskipun ia non-muslim). Ia senantiasa bersangka baik terhadap Syekh al-Akbar (waktu itu Sy. Akbar Muhammad Dahlan) dan murid-muridnya. Pernah terlihat ketika ia membeli sayur mayur ia bersedia mengalah, membiarkan orang-orang mesjid mendahuluinya. Ketika ada jama’ah Idrisiyyah yang ingin berbelanja di warungnya ia memperlihatkan sikap yang ramah sekali. Bahkan sering ia berpartisipasi dalam berbagai kegiatan mesjid seperti Idul Qurban, Maulid, dsb.

Sholawat Fatihiyyah (Shalawat Pembuka)

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ, وَالْهَادِيْ إِلىَ صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ, وَعَلَى ألِهِ وَصَحْبِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ.
Yaa Allah sampaikanlah shalawat dan salam serta berkahilah atas pemimpin dan pelindung kami, Muhammad SAW, pembuka perkara-perkara yang tertutup, dan penutup apa-apa yang terdahulu, Penolong Haq (kebenaran) dengan Haq (Kebenaran), Penunjuk kepada jalan Engkau yang lurus. Dan atas keluarga beliau, dengan sebenar-benar nilai dan ukurannya yang penuh dengan Keagungan.

Keutamaan Sholawat Fatihiyyah (Sholawat Pembuka)
Shighat Sholawat Fatihiyyah ini dinisbahkan kepada Sayyidi Muhammad al Bakri Rahimahullah. Disebutkkan bahwasanya barangsiapa membaca sholawat ini sekali dalam hiddupnya, niscaya masuk syurga. Para pemimpin Shufi di Maghrib (Maroko) mengatakan bahwa sholawat tersebut turun atas beliau (Sy. Al Bakri) dalam bentuk tulisan (lembaran) dari Allah. Jika membacanya sekali sebanding dengan pahala 6X (kali) khatam Quran, demikianlah Nabi SAW mengabarkan kepadaku, kata Syaikh Al Bakri.
Di antara kelebihannya adalah membacanya sekali menandingi 10.000 sholawat, ada yang mengatakan 600.000 sholawat. Barang siapa malaziminya selama 10 hari, niscaya diampuni oleh Allah SWT daripada segala dosa. Barang siapa membacanya pada malam Kamis atau Jum’at atau Senin, menyertai / berkumpul ia dengan Nabi SAW. Dan membacanya setelah sholat 4 raka’at. Raka’at awal membaca Al Qadr 3X, raka’at kedua membaca Al Jalzalah 3X, raka’at keetiga membaca Al Kafirun 3X dan pada raka’at keempat membaca Al
Mu’awwidzatain 3X. Membacanya lebih utama menggunakan wangi-wangian.
(Diambil dari Afdholus Sholawat, Sy. Yusuf an Nabhani)