Sebuah karya Imam Nawawi al-Bantani yang memberikan syarah kitab Tasawuf Hidayatul Adzkiya' yang berupa Sya'ir (Nazham) karya Syekh Zainudin (Kakek Zainudin al Malibari, pengarang kitab Fathul Mu'in).
Di muka kitab Imam Nawawi menjelaskan mengapa pengarang kitab Hidayatul Adzkiya ini memilih jalan tasawuf,
…………Kemudian ketahuilah bahwa Nazhim (penyusun Nazham) ini adalah Syekh Zainuddin bin Ali Ahmad asy-Syafi'i (madzhab Syafi'i dalam syari'atnya).
Beliau dilahirkan di kota Kausyan, satu bagian dari kota-kota Malibar, pada saat matahari telah terbit, di hari Kamis tanggal 12 Sya'ban tahun 872 atau 971. Seorang pamannya Qadhi Zainuddin bin Ahmad telah memindahkan beliau ke kota Fanan di saat beliau masih kecil.
Beliau wafat di kota Fanan tersebut pada pertengahan malam kedua, malam Jum'at tanggal 16 Sya'ban tahun 928 Hijriah.
Nazhim ini memiliki banyak karya tulis, seperti Tuhfatul Ahibba, Irsyadul Qoshidin fikhtishari Minhajil 'Abidin, Syu'abul Iman, yang ditulis dengan bahasa Arab, ringkasan kitab Syu'abul Iman dengan teks bahasa Persia, karya Sayyid Nuruddin al-Ijy.
Kitab matan ini banyak tersebar di beberapa kota pulau Jawa disetai banyak sekali salah penafsiran, karena hal itulah aku (Imam Nawawi) mengutip bait-bait yang terdapat dalam kitab matan ini, kemudian aku memperjelasnya dengan ringkas.
Penyebab disusunnya bait-bait ini, sebagaimana yang dikisahkan oleh Nazhim (Syekh Zainudin bin Ali), bahwasanya beliau bimbang dalam hal ilmu-ilmu apa yang hendak diperdalamnya, apakah ia harus menyibukkan diri dengan kajian fiqih dan ilmu semacamnya, ataukah dalam kajian tashawuf seperti mengkaji kitab 'Awariful Ma'arif dan semacamnya.
Lalu beliau melihat saat tidur di malam Rabu tanggal 24 Sya'ban tahun 914 H, seseorang yang mengatakan:
"Sesungguhnya tasawuf lebih utama untuk difokuskan, karena sesungguhnya orang yang berenang di dalam air yang mengalir, apabila hendak melintas dari satu tepi ke tepi yang lain di tengah-tengah sungai, maka ia akan berenang ke tujuannya dari arah di mana air mengalir dari arah tersebut, yaitu arah paling atas, hingga ia bisa mencapai ke tujuannya. Ia tidak akan berenang di sisi tengah sungai saja, karena sesungguhnya ia tidak akan mencapai dengan berenang seperti itu ke tujuannya, bahkan ia berakhir ke tepian yang lebih rendah.
Maka dapat dipahami dengan demikian bahwa menyibukkan diri (fokus) dalam kajian ilmu tasawuf dapat mengantarkan ke tujuan, sedangkan menyibukkan diri (fokus) hanya pada ilmu Fiqih dan semacamnya tidak akan menghantarkan kepada tujuan".
Usai mengalami mimpi ini, beliau mulai menyibukkan diri dalam menuliskan bait-bait ini, yang berjumlah 188 bait, lalu beliau menyusun rangkaian bait-bait ini.