Senin, 03 September 2007

Ibunda Syekh al-Akbar (Siti Aminah)

Pada tanggal 4 April 2007 bertepatan dengan tanggal 14 Rabi’ul Awal 1428 H. telah berpulang ke Hadirat Allah, seorang Ibu yang patut menjadi contoh bagi kaum mukminat saat ini.
Seorang murid menginformasikan bahwa 40 hari sebelum wafat, beliau telah dimasukkan ke dalam syurga bersama-sama dengan Ibu Siti Zubaidah (Istri Syekh al-Akbar Abdul Fattah). Beliau adalah Ratu bidadari kedua di syurga setelah Ibu Siti Zubaidah.
Murid (yang belum pernah bertemu dengan Almarhumah) ini juga menuturkan, beliau (Ibu Siti Aminah) memiliki keutamaan pekerti yang patut dicontoh. Di antaranya adalah sosok yang taat dan penurut kepada suami. Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra. mengatakan bahwa Ibunya adalah sosok yang tidak memiliki musuh (walaupun ada yang memusuhinya). Banyak kaum ibu merasa kehilangan. Karena teladan beliau sebagai seorang ibu begitu melekat di hati mereka.
Salah satu kenangan yang dapat diceritakan di sini adalah ketika H. Daud (sang anak) dipesankan oleh Ibunda untuk menjadi pengusaha yang sukses. ‘Cukuplah adik-adikmu yang meneruskan dakwah perjuangan ayahmu! Biarlah engkau yang menjadi pengusaha yang berhasil agar kelak dapat membantu adik-adikmu menjadi Ulama yang nanti meneruskan jejak langkah ayahmu (Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra.).
Inilah ungkapan sederhana seorang Ibu kepada anaknya yang secara lahir melihat bahwa anaknya yang pertama ini tidak seperti anak-anak lainnya. Pemuda Daud Dahlan saat itu berprofesi sebagai seorang pelukis. Di mata Ibundanya tidak ada tanda-tanda atau bakat menjadi seorang Ulama pada diri Daud Dahlan. Inilah yang menyebabkan Ibunya memerintahkan dirinya untuk ‘berbeda’ dari adik-adiknya yang rata-rata disekolahkan atau di pesantrenkan.
Maka betapa kagetnya seorang Ibu ketika di luar dugaan anaknya yang disuruh menjadi pengusaha itu ternyata malah dikukuhkan sebagai Khalifah Rasul pengganti ayahnya. Dari berbagai sumber diceritakan, sang Ibu berkata lirih, ‘Dauud, Dauud, tolong dia! Dia tidak bisa apa-apa! Bantu dia meneruskan perjuangan ayahnya!’
Dikisahkan, setelah beberapa waktu H. Daud Dahlan dikukuhkan secara ruhaniyah oleh Rasulullah Saw menjadi Syekh al-Akbar, Ibunda mencium tangan dan kaki anaknya yang kini menjadi Gurunya tersebut. (Hal ini mengingatkan kita kepada kisah Al-Quran tentang sujudnya Nabi Ya’kub As kepada Nabi Yusuf As, anaknya). Sejak saat itu Ibunda Siti Aminah tidak menganggap H. Daud Dahlan sebagai anaknya, tapi dia adalah Gurunya.
Keutamaan beliau semasa hidup, menguatkan informasi ruhaniyah yang menyatakan bahwa beliau mesti dimakamkan dekat dengan sang suami, Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra.
Belakangan penulis (ketika Qini) mendapatkan informasi bahwa beliau memiliki martabat kewalian Imamaini (martabat Awliya di bawah Sulthan Awliya yang hanya ada 2 orang di setiap masa). Syekh al-Akbar menyatakan, informasi ini tidak begitu manfaat jika dipublikasikan. Karena ada yang percaya dan ada yang tidak. Cukup sekedar informasi saja.
----oooo000O000oooo----

Akhlaq Wali Abdal

Akhlaq para Wali Abdal itu ada 10:

  1. Bersih hati,
  2. Dermawan dalam hartanya,
  3. Sidik (lurus) lidahnya,
  4. Rendah diri,
  5. Sabar dalam penderitaan,
  6. Menangis di waktu sendirian,
  7. Nasehat kepada sesama makhluk,
  8. Kasih sayang sesama mukmin,
  9. Memikirkan kerusakan dunia,
  10. Memperhatikan dan mengambil ibarat dari segala kejadian.

Murid Baru Yang Beruntung

Terkadang Syekh al-Akbar mengungkapkan hal-hal gaib/ruhani untuk menghilangkan ruang kejenuhan itu meskipun karunia ruhani itu bukan tujuan. Ia hanya alat untuk menghilangkan kebekuan kita.
Suatu pengajian, beliau pernah mengungkapkan ada seorang murid baru yang telah diberikan karunia istimewa dari Allah di alam barzakhnya. Sebelum menjadi murid ia sudah terbiasa dengan perkara haram dan makruh. Meskipun kenal dengan Syekh al-Akbar (karena masih ada hubungan famili) ia belum mempunyai respon terhadap keberadaan kepemimpinan Ilahiyyah. Namun setelah ia diuji dengan sakit, ia segera berserah diri kepada Syekh al-Akbar. Akhirnya ia dibai’at menjadi murid. Orang itu hanya diberi ’titipan’ pesan dari Syekh al-Akbar agar senantiasa membanyakkan dzikir Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum.
Sebelum sakitnya membawa ajal ada kisah unik di mana ia telah diberitahu bahwa ia akan meninggal setengah jam lagi tepat jam 4 sore. Dan benarlah apa yang ia katakan itu. Ia mengajarkan keluarganya yang hadir menjelang wafatnya dengan banyak berdzikir kepada Allah. Sebelum wafat, ia melihat Syekh al-Akbar beserta jama’ah Idrisiyyah hadir di rumahnya (secara ruhani) menunggu ’kepulangan’ dirinya.

Alam gaib menyelimuti dirinya sehingga ia ketika ia diperlihatkan gemerlapnya syurga ia tidak lagi memikirkan urusan dunia. Ia membenarkan apa yang telah dijanjikan Syekh al-Akbar kepada dirinya. Ia merasa senang dengan pemberian Allah lewat keberkahan Syekh al-Akbar yang membimbingnya selama ini.
Setelah menceritakan itu semua, Syekh al-Akbar mengungkapkan, ’Demikianlah murid yang jauh keberadannya dari Bapak. Hanya amalan dzikir Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum yang ia pegang selama ini. Bagaimana dengan murid Idrisiyyah yang istiqamah menjalankan ibadahnya?! Yang setiap hari mengamalkan Hadiqatur Riyahin, mengiringi berbagai kebijakan kepemimpinan Birokrasi Ilahiyyah, yang selalu hadir di setiap pengajian, yang terus menerus ikut perjuangan Syekh al-Akbar, yang lebih banyak menerima bimbingan beliau! Apakah maqam (kedudukannya) sama?! Tentu, syurga beserta apa yang ada di dalamnya itu jauh melebihi apa yang diberikan murid yang hanya berdzikir Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum tadi.
Apakah kita hanya berpuas dengan kedudukan yang ada saat ini? Syekh al-Akbar berharap semua murid meningkatkan amal ibadahnya agar selamat dari siksa api neraka.

Sifat Para Nabi As

Abu Darda Ra. berkata:
12 macam sifat para Nabi As:

  1. Mereka yakin terhadap janji-janji Allah,
  2. Mereka putus harapan dari makhluk,
  3. Permusuhan mereka hanya kepada syetan,
  4. Mereka rajin memperbaiki urusan mereka,
  5. Mereka kasih sayang kepada makhluk,
  6. Mereka sanggup menanggung penderitaan untuk kepentingan kemaslahatan,
  7. Mereka yakin pada syurga, jika mereka berbuat amal, yakni benar bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan pahalanya,
  8. Mereka tunduk pada Haq (kebenaran),
  9. Mereka tidak jemu memberi nasehat meskipun pada musuh,
  10. Mereka tidak menyimpan kelebihan harta, dan selalu memberikan kepada fakir miskin,
  11. Mereka selalu berwudhu,
  12. Mereka tidak gembira jika mendapat, dan tidak sedih jika tidak mendapat dunia.

Tanbihul Ghofilin, Imam Abu Laits Samarqandi Rhm.