Ada seorang murid mempunyai Bapak yang tidak menyetujuinya ikut pengajian di Al-Idrisiyyah. Apa yang diekspresikan oleh anaknya yang Idrisiyyah ini selalu dhadapi dengan sikap anti pati. Sang anak bahkan pernah diintimidasi oleh bapaknya selama 3 bulan dengan tidak diberikan makan. Hal ini dilakukan bapaknya agar anaknya mau meninggalkan pengajian yang dianggapnya ortodok, ketinggalan zaman.
Mengenai kondisi kecintaan murid ini kepada Gurunya, menurut saya tidak diragukan lagi. Setiap aktivitas yang akan ia kerjakan, ia selalu berucap, ‘Madad Syekh Akbaar!’ Berulang-ulang kalimat itu terdengar di dalam rumah, membuat sang bapak merasa risih mendengarnya. Si Bapak berkata, ‘Sedikit-sedikit Syekh Akbar, sedikit-sedikit Syekh Akbar! Emang-nya Syekh Akbar itu siapa sih, fanatik banget kamu ini!’ Sang anak hanya terdiam sambil senyum-senyum saja.
Foto Syekh Akbar yang ada di dinding rumah pun ia komentari, ‘Foto siapa nih? kenal juga enggak!’ Mengenai busana (berghamis dan bersurban), bapaknya berceloteh, ‘Kamu ini berpakaian kayak kiyai saja! Kiyai bukan, ustadz juga bukan, nyantri juga enggak!’
Begitulah kira-kira sikap seorang bapak yang sangat kontra terhadap anaknya yang sedang berusaha mengamalkan ajaran-ajaran Islamiyyah. Si anak hanya terus berdo’a semoga Allah membukakan pintu hati bapaknya agar mau menerima ajaran Idrisiyyah yang sedang diamalkannya ini.
Nah, baru kemarin saya mendengar cerita terbalik mengenai bapaknya ini. Si anak menceritakan kepada saya perihal bapaknya ini. Dan saya tahu persis bagaimana watak bapaknya ini, temperamennya sangat keras!
Suatu ketika bapaknya membaca buku Hadiqah Riyahin (buku wirid jama’ah Al-Idrisiyyah), si anak melihatnya. Lalu anak yang polos ini berlalu di hadapan bapaknya dan bertanya spontan, ‘Bapak sedang ngapain?’ Buru-buru tangan Bapak yang sedang memegang buku tersebut meletakkan kembali buku wirid tersebut di atas meja, sambil menjawab, ‘Ah, gak baca apa-apa, Bapak cuma lihat-lihat buku apa ini di meja’. Si anak mendengarnya dengan penuh tanda tanya.
Beberapa hari kemudian, ia mengintip kamar bapaknya. Dan ia mendapati bapaknya sedang komat-kamit memegang buku Hadiqah Riyahin, seolah-olah sedang menghafalkan apa yang sedang ia baca. Sang anak hatinya berbunga, karena ada perubahan sikap dari bapaknya tersebut.
Beberapa hari kemudian, ia melihat Hp bapaknya tergeletak di meja. Lalu si anak melihat tampilan layar Hp tersebut berbunyi, ‘Kang, Alhamdulillah nih, saya setelah mengamalkan wirid yang diamalkan anak saya, saya tidak jadi dioper (mutasi) ….”. Si anak meletakkan kembali Hp tersebut. Maka mulai cerahlah pandangan matanya melihat peluang bapaknya untuk menjemput hidbapak untuk mau menerima ajaran Al-Idrisiyyah.
Suatu hari saat ia sebelum sholat, dengan sengaja (sambil memegang erat pundak bapaknya dari belakang) ia berteriak sekencang-kencangnya: ‘Madaad Syekh Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan!’ Bapaknya langsung kaget, sambil menoleh ke belakang anaknya yang ingin menjadi makmum, ‘Eh, begitu-begitu amat kelakuan! Jantung Bapak mau copot nih!’ Lalu mereka pun sholat.
Setelah sholat, sebagaimana biasa mereka berdzikir. Sama-sama berdzikir tapi masing-masing bacaan dan aturannya. Kalau sang Bapak duduk berdikirnya, si anak dengan cuek berdiri sambil berdzikir dengan keras. Laa Ilaaha Illallaah Muhammadur Rosuulullaah, fii kulli lamhatiw wanafasin ‘adada maa wasi’ahuu ‘ilmullaah!
Sang Bapak punya seorang ustadz di kantornya, dan kerap kali ia mengungkapkan sosok ustadz tersebut kepada anaknya. Dan ia ceritakan keilmuan dan kelebihannya. Begitu pula dengan si anak, ia pun menceritakan perihal Syekh al-Akbar dengan ajaran Idrisiyyah-nya. Ia pun memberikan kepada bapaknya beberapa buku yang terbit di Idrisiyyah untuk dibaca dan ditelaah bapaknya. Pernah sang anak diajak bapaknya ke kantor. Pada saat ia duduk, bapaknya dihampiri oleh seseorang yang bernama Pak Hasan (bukan nama sebenarnya) yang tak lain adalah ustadz yang selama ini diceritakan Bapaknya. Pak Hasan berkata, ‘Ron, pengajian yang dilakukan anakmu itu adalah haq (benar), tidak ada yang menyimpang. Saya sudah meneliti buku-buku yang kamu berikan kepada saya!’ Seketika anaknya menoleh, lalu ia tatap raut wajah bapaknya. Sang bapak segera ngeloyor pergi menutupi rasa malu di depan anaknya.
Suatu hari si anak sengaja menaruh foto berbingkai Syekh Akbar di meja. Bapaknya menegur si anak, ‘Kenapa sih foto orang sholeh ditaruh tergeletak sembarangan. Coba dong dipasang di dinding! Kan pantes!?
Lain waktu dilihat Bapaknya celingak-celinguk (takut ketahuan), ia mendekati foto Syekh Akbar, kemudian foto yang berada di dinding tersebut diusap-usap dan dibersihkannya dengan kain. Anaknya yang melihat dari tempat rahasia senyum bercampur geli, karena sikap Bapaknya kepada Syekh Akbar dan Al-Idrisiyyah sudah berubah. Tapi ia tetap menyembunyikan apa yang ia ketahui selama ini.
Hari kemarin sebelum cerita ini ditulis, ada musibah yang menimpa bapaknya yang membuat hati anaknya senang. Lho kok begitu? …. Bapaknya jatuh terperosok lubang, lalu spontan berteriak, ‘Madaad Syekh Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan!’ Si anak di samping kaget mendengarnya. Bapaknya menjadi malu setengah mati.
Selanjutnya penulis belum tahu apa yang akan terjadi pada Bapaknya ini. Dan kejadian apa lagi yang akan membuahkan cerita dari hasil ‘perseteruan’ bapak-anak ini. Yang diketahui hanyalah do’a sang anak semoga Bapaknya menjadi murid. Aamiin.
18 April 2008