Bermula yang menjadi ciri-ciri yang disifatkan atas keberadaannya seorang Sulthan Awliya atau pemimpin zamannya itu beberapa perkara.
Secara Zhahir:
1. Ummy (kebodohan), yang mewarisi karakter Kenabian dan Kerasulan, sebagaimana yang dijalani Rasulullah SAW dan para Sahabatnya. Kebodohan inilah yang menuntunnya kepada kepatuhan & kebijaksanaan dalam menjalani Makrifat kepada Allah Ta’ala.
2. Selalu pada pendirian sikap yang teguh. Yang dimaksudkan adalah perkara-perkara yang menjadi Hak Allah & RasulNya atas hukum-hukum yang telah ditetapkan. Yang menjadikannya sifat keyakinan dan iman, bukan sifat keraguan.
3. Mengikuti aturan-aturan Allah, yakni tidak meremehkan perkara-perkara yang dapat menjauhkan dirinya kepada Allah.
4. Mengikuti aturan-aturan Rasulullah, yakni perkara Sunnahnya, yang hal itu setara dengan nilai perintah.
Secara Batin:
1. Ridha hatinya, memiliki sifat keikhlasan dalam penempuhan Makrifatnya, apapun yang belum diperoleh ataupun halangan yang timbul, tiada menggoyahkan penerimaan hatinya atas takdir yang telah ditakarkan kepadanya.
2. Gemar mencari Ridha Allah, yakni menyenangi perkara-perkara yang mensucikan hati, yang menjauhinya dari kekotoran-kekotoran (hijab) dirinya kepada Allah atau sesama makhluk.
3. Gemar menyayangi, berusaha mengembangkan sifat Rahmatan lil ‘Alamin, sebagaimana Rasulullah SAW.
4. Gemar Riyadhah, mencari kepuasan batin dengan menunjukkan perihal kebenaran yang didatangkan dari Allah dan RasulNya.
Beberapa faktor penunjang yang menjadikan seseorang diangkat menjadi Sulthan Awliya, yaitu:
1. Nasab Rasulullah, merupakan bekal titisan darah yang menjadi bakat Ilahiyyah.
2. Mempunyai keturunan atas takdirNya, tetapi bukan kehendak Mursyid. Dan tiada seorang Mursyid berkehendak agar anaknya jadi seorang Mursyid. Darah kandung itulah yang dapat mendekatkan dan menguatkan batinnya dalam bermakrifat.
3. Diberi kelebihan Sabar, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW bahwasanya kesabaran itu bertingkat-tingkat sesuai martabatnya.
4. Tahan akan ujian. Sudah menjadi ketetapan atas yang demikian itu. Dengan bekal inilah dapat menguatkan dirinya menghadapi berbagai tantangan akan misi yang diembannya sebagai waratsatul Anbiya’.
Perangainya halus dan bijaksana, mengikuti sifat/perangai kepemimpinan Rasulullah SAW.
************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar