Selasa, 12 Agustus 2008

Arti Sebuah Mimpi

Pada saat menghadiri walimah seorang murid, Syekh al-Akbar bersama rombongan jama’ah memasuki gedung yang sudah dipadati oleh tamu (para undangan). Di atas panggung tampak kedua calon mempelai yang diapit oleh kedua orang tuanya masing-masing. Acara resepsi berlangsung hingga pukul 2 siang, dan rombongan Syekh al-Akbar datang lebih kurang 1 jam menjelang acara usai.
Melihat Syekh al-Akbar datang, dari atas panggung salah seorang Bapak mertua pengantin (murid) datang bergegas menghampiri Syekh al-Akbar. Ia meraih tangan Syekh al-Akbar, dan mengajaknya ke sebuah meja seolah ada sesuatu penting yang ia ingin katakan.
‘Pak Kiyai, saya ingin bertanya tentang suatu masalah! Boleh tidak?’ si Bapak bertanya.
‘Boleh saja!’ jawab Syekh al-Akbar santai.
‘Begini, saya pernah bermimpi. Mimpi ini sudah lama tapi masih saya ingat. Dalam mimpi tersebut saya seolah berada di padang pasir yang luas. Saat itu saya dalam keadaan sendiri, tidak ada yang menemani. Tiba-tiba ada sebuah suara entah dari mana, yang mengatakan ‘Kalau engkau ingin mencari jalan keselamatan dan mencapai kepada tujuan maka jalanlah lurus ke depan. Apabila ada yang mengajakmu saat engkau berjalan nanti janganlah engkau hiraukan, siapapun orang itu!’
‘Maka sayapun berjalan lurus di padang yang luas itu sesuai dengan apa yang diisyaratkan petunjuk suara tadi. Di tengah perjalanan saya bertemu dengan seorang wanita yang cantik, ia mengajak saya, ‘Jalan yang lurus (keselamatan) itu adalah ke sini (sambil tangannya mengarahkan kepada arah kanan)!’ ‘Tapi saya tidak menghiraukannya, dan saya terus berjalan mengikuti apa yang telah diamanatkan kepada saya!’
‘Setelah berjalan lama, kemudian saya menemukan seorang anak kecil di persimpangan jalan. Ia berkata kepada saya, ‘Jalan yang menyampaikan kepada tujuan adalah sebelah sini (sambil mengarahkan tangannya ke arah kiri jalan)!’. Tawaran ini pun saya tidak gubris, dan saya tetap berjalan terus’.
‘Setela sekian lama saya berjalan, tiba-tiba saya melihat sebuah masjid. Saya masuk ke dalamnya. Dan di dalam ada orang yang sedang shalat berjama’ah yang di depannya ada seorang imam. Saya maju ke depan dan sholat di belakangnya. Setelah selesai salam, saya menengok ke arah kanan dan kiri, ternyata semua jama’ah telah lenyap. Saya tinggal seorang diri. Saya melihat Imam tergeletak tidak sadarkan diri. Saya berfikir harus bagaimana menghadapi kenyataan ini. Kemudian saya berkata dalam hati, ‘Saya kuat memanggulnya!’ Lalu saya angkat sosok Imam tersebut. Saya berhasil mengangkat tubuhnya, tapi saya tidak diperlihatkan wajahnya. Tiba-tiba terdengarlah suara, ‘Dia adalah Rasulullah!
‘Begitulah cerita mimpi saya. Bagaimana ta’bir mimpi tersebut Kiyai?’ Sambil menatap Syekh al-Akbar dengan penuh perhatian.
‘Mimpi tersebut adalah pertanda keadaan zaman saat ini setelah ditinggalkan Nabi Muhammad Saw 15 abad yang lalu. Betapa banyak godaan yang akan dilewati manusia dalam mencapai tujuan Keridhaan Allah melalui jalan yang lurus. Banyak yang mengaku-ngaku mereka berada pada posisi yang benar. Mereka merasa benar, dan yang lain pun merasa benar. Wanita yang ditemui dalam mimpi tersebut adalah gambaran dunia yang menggoda Bapak. Sedangkan anak kecil yang menggoda adalah perumapamaan pemimpin majazi. Pemimpin majazi adalah pemimpin yang mengajak kepada kepentingan dunia semata. Karakternya adalah seperti kanak-kanak, yang menginginkan segala sesuatunya dengan cara yang instan.
‘Siapakah yang dimaksud dengan Imam yang Bapak angkat itu? Tiada lain adalah Khalifah Rasulullah saat ini yang meneruskan kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. Kebetulan yang diberikan mandat saat ini adalah saya (Syekh al-Akbar). Kalau di Idrisiyyah, banyak murid-murid yang dipertemukan dengan Rasulullah, tapi begitu diperlihatkan wajahnya, maka berubahlah wajahnya menjadi wajah Syekh al-Akbar. Oleh karena Bapak belum diinformasikan kepemimpinan Syekh al-Akbar dan dipertemukan sosoknya maka dalam mimpi tersebut tidak diperlihatkan wajahnya. Padahal apabila diperlihatkan, maka yang terlihat adalah peran ganti Rasulullah pada zaman ini’.
‘Wah, jawaban Pak Kiyai ini benar-benar membuat saya lega dan puas. Gamblang sekali penjelasan yang Pak Kiyai berikan. Sudah banyak Ulama atau Kiyai yang saya tanyakan tidak membuat saya lega dan puas sebagaimana uraian yang Pak Kiyai berikan. Terima kasih Pak Kiyai atas penjelasannya. Mari kita teruskan acara resepsinya!’
Batu Tulis, 11 Agustus 2008

Tidak ada komentar: