”Pada saat pasukan FPI merusak kendaraan-kendaraan kami, kami sudah tidak berdaya. Mobil yang saya tumpangi sudah tidak mampu bergerak lagi. Satu persatu mobil-mobil kami dirusak, hingga ada seorang dari mereka berdiri di atas mobil kami, lalu menghujamkan linggisnya bertubi-tubi ke kaca mobil depan. Namun sebelum mereka menghantamkan linggis tersebut, salah seorang penumpang kami berteriak, ’Madaad Syekh Akbaaar!’ Sungguh mengherankan, Linggis yang dihantam ke kaca mobil kami, tidak berhasil memecahkan kaca mobil kami sedikit pun! Kami pun merasa beruntung, karena mobil kami tidak rusak seperti mobil kawan-kawan yang lain.”
Demikianlah paparan seorang penggerak sebuah ormas yang mewadahi orang-orang miskin di ibukota. Namun keberadaannya yang sering melakukan demo ini dicurigai oleh pihak-pihak yang tidak menyenangi keberadaannya sebagai kelompok yang beraliran komunis dan berbasis kekuatan rakyat bawah. Akhirnya, entah mengapa pihak FPI tiba-tiba menyerang mereka dengan alasan ketidaksetujuannya dengan komunis. Apakah mereka dibayar oleh pemerintah? Wallaahu A’lam.
Di balik peristiwa itu, ada catatan kecil namun penting bagi koorninator ormas ini. Yakni apakah sebenarnya ungkapan Madad Syekh al-Akbar itu. Rupa-rupanya ungkapan ini diucapkan oleh seseorang yang bukan dari jama’ah Tarekat Al-Idrisiyyah. Lalu dari manakah ia mendapatkannya. Setelah diselidiki, ternyata ada seorang murid Idrisiyyah yang mengajarkan kepadanya ungkapan tersebut. Lalu ia lakukan dalam berbagai hal sebelum ia mengalami suatu peristiwa. Bahkan ketika ia teriris pisau, ia menjadi latah mengucapkan kalimat tersebut.
Selanjutnya, pimpinan organisasi ini datang sowan kepada Syekh al-Akbar untuk memohon kepada Beliau memberikan bimbingan kepada anggotanya, agar lebih mengerti atau memahami ajaran Islam. Apalagi perjuangan yang selama ini ia lakukan sebenarnya masih belum sempurna, karena pendekatannya masih bersifat duniawi (ekonomi). Banyak umat Islam yang miskin secara ekonomi, juga miskin secara spiritual. Agamanya sendiri saja belum banyak diketahuinya.
Akhirnya Syekh al-Akbar memberikan restu, dan mendukung apa yang sedang diperjuangkan pimpinan ormas ini, asal tidak melupakan majelis pengajian untuk menimba agama Islam lebih serius.
Selasa, 30 Oktober 2007
LAILATUL QADR 2007 (lanjutan)
Sebagaimana diceritakan sebelumnya bahwa berita malam Lailatul Qadr itu pada awalnya terdapat 2 waktu, yakni malam 23 atau 25. Sebenarnya menurut seorang murid lainnya, mengutarakan isyarat malam Lailatul Qadr awalnya jatuh pada malam 25 (malam Ahad). Kemudian Allah merubah waktu tersebut menjadi 23.
Dalam hati si murid bertanya-tanya, ’Mengapa demikian?’ Pada saat ia melaksanakan shalat malam pertanyaan itu terjawab, ada sebuah suara terdengar, ’Allah menghormati Kekasih-Nya!’ Hal ini menjadi renungan baginya, sehingga ia membandingkan sebuah peristiwa yang pernah terjadi pada masa dahulu di mana ketika Allah mengabarkan akan menjadi seorang khalifah di muka bumi. Maka serentak para malaikat mempertanyakannya. Maka Allah berfirman, ’Aku Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui!’
Refleksi peristiwa malam Lailatul Qadr yang diubah waktunya juga demikian. Pada awalnya para malaikat telah mengetahui ketetapan bahwa malam Lailatul Qadr itu adalah malam 25. Namun para malaikat bertanya-tanya mengapa malam itu diubah. Cerita berikut akan menjelaskan pertanyaan ini.
Sebelum dzikir tengah malam diadakan, Syekh al-Akbar pamit dari ruangan masjid setelah memberikan taushiyah untuk beristirahat sejenak (karena sesuai jadwal panitia Ramadhan beliau akan kembali lagi ke masjid memimpin shalat sunat pada jam 2 malam). Semua jama’ah menyaksikan Beliau keluar ruangan. Namun apa yang dilihat oleh seorang murid berbeda. Ia mengatakan bahwa sosok Syekh al-Akbar itu tetap ada di daerah mimbar sedang duduk mengikuti jalannya majelis dzikir.
Di tengah malam itu, di masjid Jami’e Al-Fattah dipenuhi dengan ratusan jama’ah dari berbagai daerah. Mereka berdzikir bersama, bermunajat dan memohon ampun kepada Allah. Saat berkumandang, ’Astaghfirullaahal ’azhiim wa atuubu ilaiih!’ ruhani Syekh al-Akbar naik ke atas dalam posisi duduk. Semakin dalam ungkapan taubat itu semakin tinggi naiknya Syekh al-Akbar ke atas langit.
Begitu disuarakan istighfar shogir ’Astaghfirullah!’ ’Astaghfirullah!’ berulang kali Syekh al-Akbar berdiri. Ada sebuah tangga yang beliau pijaki hingga ke tasa langit. Jumlah anak tangga tersebut sejumlah Guru-guru (Masyayikh) Al-Idrisiyyah, dari Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra., terus sampai kepada Syekh Abdul Aziz ad-Dabbagh Ra. Tampak jelas saat Beliau menapakinya satu demi satu. Namun ketika sampai tangga selanjutnya yang berhadapan dengan ’Arasy, ada 2 buah tangga yang ketika Beliau (Syekh al-Akbar M. Daud Dahlan) menapakinya tubuh beliau sudah tidak kelihatan lagi. Yang tampak hanyalah kedua mata kaki beliau saja.
Setelah itu lenyaplah seluruh tubuh Beliau. Tiba-tiba ada sebuah suara keras menggema, ’Kalian lihat! Saksikan oleh kalian mereka yang sedang berdzikir kepada-Ku! Lihatlah! Masih ada di zaman yang penuh kerusakan ini hamba-hamba-Ku yang bertaubat, memohon Ampun kepada-Ku dengan sungguh-sungguh!’ Lihatlah mereka, karena seseorang yang Aku utus kepada mereka!’ Menurut si murid yang mendengarnya, suara tersebut mengalahkan gemuruh dzikir jama’ah masjid Jami’e Al-Fattah ketika itu. Suaranya begitu keras dan berulang-ulang seolah-olah suara tersebut ingin memberikan bukti agar yang mendengarnya percaya.
Setelah muncul suara itu, seperti sekumpulan burung-burung di atas langit yang melihat setumpuk makanan di persada bumi, para malaikat bersegera turun berduyun-duyun menengok sekumpulan orang yang berdzikir di masjid Jami’e Al-Fattah. Inilah bukti firman Allah ’Tanazzalul malaaikatu war-Ruuhu fiihaa!’ Ternyata firman Allah itu begitu nyata, malaikat-malaikat dengan sayapnya turun ke bumi tampak jelas terlihat. Pemandangan yang begitu mengesankan jiwa. Lailatul Qadr bukanlah legenda di sisi orang-orang yang telah dibukakan mata hatinya.
Dalam hati si murid bertanya-tanya, ’Mengapa demikian?’ Pada saat ia melaksanakan shalat malam pertanyaan itu terjawab, ada sebuah suara terdengar, ’Allah menghormati Kekasih-Nya!’ Hal ini menjadi renungan baginya, sehingga ia membandingkan sebuah peristiwa yang pernah terjadi pada masa dahulu di mana ketika Allah mengabarkan akan menjadi seorang khalifah di muka bumi. Maka serentak para malaikat mempertanyakannya. Maka Allah berfirman, ’Aku Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui!’
Refleksi peristiwa malam Lailatul Qadr yang diubah waktunya juga demikian. Pada awalnya para malaikat telah mengetahui ketetapan bahwa malam Lailatul Qadr itu adalah malam 25. Namun para malaikat bertanya-tanya mengapa malam itu diubah. Cerita berikut akan menjelaskan pertanyaan ini.
Sebelum dzikir tengah malam diadakan, Syekh al-Akbar pamit dari ruangan masjid setelah memberikan taushiyah untuk beristirahat sejenak (karena sesuai jadwal panitia Ramadhan beliau akan kembali lagi ke masjid memimpin shalat sunat pada jam 2 malam). Semua jama’ah menyaksikan Beliau keluar ruangan. Namun apa yang dilihat oleh seorang murid berbeda. Ia mengatakan bahwa sosok Syekh al-Akbar itu tetap ada di daerah mimbar sedang duduk mengikuti jalannya majelis dzikir.
Di tengah malam itu, di masjid Jami’e Al-Fattah dipenuhi dengan ratusan jama’ah dari berbagai daerah. Mereka berdzikir bersama, bermunajat dan memohon ampun kepada Allah. Saat berkumandang, ’Astaghfirullaahal ’azhiim wa atuubu ilaiih!’ ruhani Syekh al-Akbar naik ke atas dalam posisi duduk. Semakin dalam ungkapan taubat itu semakin tinggi naiknya Syekh al-Akbar ke atas langit.
Begitu disuarakan istighfar shogir ’Astaghfirullah!’ ’Astaghfirullah!’ berulang kali Syekh al-Akbar berdiri. Ada sebuah tangga yang beliau pijaki hingga ke tasa langit. Jumlah anak tangga tersebut sejumlah Guru-guru (Masyayikh) Al-Idrisiyyah, dari Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra., terus sampai kepada Syekh Abdul Aziz ad-Dabbagh Ra. Tampak jelas saat Beliau menapakinya satu demi satu. Namun ketika sampai tangga selanjutnya yang berhadapan dengan ’Arasy, ada 2 buah tangga yang ketika Beliau (Syekh al-Akbar M. Daud Dahlan) menapakinya tubuh beliau sudah tidak kelihatan lagi. Yang tampak hanyalah kedua mata kaki beliau saja.
Setelah itu lenyaplah seluruh tubuh Beliau. Tiba-tiba ada sebuah suara keras menggema, ’Kalian lihat! Saksikan oleh kalian mereka yang sedang berdzikir kepada-Ku! Lihatlah! Masih ada di zaman yang penuh kerusakan ini hamba-hamba-Ku yang bertaubat, memohon Ampun kepada-Ku dengan sungguh-sungguh!’ Lihatlah mereka, karena seseorang yang Aku utus kepada mereka!’ Menurut si murid yang mendengarnya, suara tersebut mengalahkan gemuruh dzikir jama’ah masjid Jami’e Al-Fattah ketika itu. Suaranya begitu keras dan berulang-ulang seolah-olah suara tersebut ingin memberikan bukti agar yang mendengarnya percaya.
Setelah muncul suara itu, seperti sekumpulan burung-burung di atas langit yang melihat setumpuk makanan di persada bumi, para malaikat bersegera turun berduyun-duyun menengok sekumpulan orang yang berdzikir di masjid Jami’e Al-Fattah. Inilah bukti firman Allah ’Tanazzalul malaaikatu war-Ruuhu fiihaa!’ Ternyata firman Allah itu begitu nyata, malaikat-malaikat dengan sayapnya turun ke bumi tampak jelas terlihat. Pemandangan yang begitu mengesankan jiwa. Lailatul Qadr bukanlah legenda di sisi orang-orang yang telah dibukakan mata hatinya.
Kamis, 25 Oktober 2007
Lailatul Qadr 2007
Malam Lailatul Qadr yang penuh dengan keagungan itu dinanti-nanti sekian miliar penduduk muslim di dunia. Banyak muslim mencarinya dengan memperbanyak i’tikaf di malam ganjil terakhir di bulan Ramadhan. Kita dapat menyaksikan antusias muslimin dan muslimat beribadah di malam-malam tersebut, di daerah Condet (al-Hawi) misalnya, setiap malam ganjil terakhir berduyun-duyun manusia berjejal untuk melaksanakan tarawih bersama hingga tengah malam. Peristiwa ini menyebabkan lalu lintas di sekitarnya menjadi macet.
”Saya tadi malam habis i’tikaf di masjid Sunda Kelapa!” Ujar seorang kakek tua asal Sumatera Barat. Ia menceritakan bahwa sudah menjadi kebiasaannya berkeliling ke masjid-masjid yang mengadakan i’tikaf di bulan Ramadhan, terutama menanti malam yang agung tersebut. Masjid hingga halaman masjid penuh dengan pria maupun wanita berdzikir dan mendengar renungan muhasabah hingga shalat Dhuha, katanya.
Di masjid-masjid lain banyak mengadakan hal serupa. Demikian halnya di masjid Jami’e Al-Fattah di Batu Tulis. Namun yang berbeda di masjid ini dengan lainnya, jika di bulan Ramadhan di masjid lain mengadakan tawaquf (berhenti sementara) terhadap majelis taklim/dzikirnya, tetapi masjid ini terus mengadakan pengajian di bulan Ramadhan.
Hal lainnya yang berbeda adalah kegiatan menghidupkan malam Lailatul Qadr di masjid ini diadakan pada malam yang sudah diyakini sebagai malam Lailatul Qadr berdasarkan petunjuk ruhaniyah. Melalui petunjuk ruhaniyah inilah malam Lailatul Qadr dapat diketahui secara pasti.
Berkenaan dengan petunjuk malam Lailatul Qadr tahun ini ada sedikit kisah yang dapat menjadi informasi yang cukup berharga bagi kita semua yang ingin menyimak di balik peristiwa malam Lailatul Qadr.
Informasi awal tentang malam yang dinanti-nantikan tersebut adalah malam 25 atau 27. Petunjuk ini didapat melalui beberapa murid Idrisiyyah yang bersua dengan ruhani Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra. Melalui Nabi Khidir As. Bahkan ditambahkan, di antara kedua tanggal tersebut terserah Syekh al-Akbar Muhammad Daud untuk menentukannya. Melalui berita ini Syekh al-Akbar M. Daud dipersilahkan untuk memutuskan kapan malam Lailatul Qadr.
Satu lagi cerita, seorang murid yang beri’tikaf di qubah menceritakan pada suatu malam ia mendengar suara dua orang mengobrol di ruangan qubah. Namun ia tidak tahu asal suara tersebut. Setelah ia selidiki suara itu berasal dari ruang khalwat Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan. Dari dalam qubah tersebut terdengar suara Syekh al-Akbar dengan Nabi Khidhir As. Ia berjalan perlahan-lahan untuk memastikan apakah benar suara tersebut berasal dari dalam kamar. ”Ehm, ada yang nguping pembicaraan nih?” suara keras terdengar dari dalam kamar, yang menyebabkan ia lari berjingkat karena malu ketahuan menguping.
Segera ia memposisikan diri duduk menghadap makam. Sambil memejamkan mata, ia berdo’a, ”Ya Allah, jika benar itu adalah Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan, guru saya, maka datangkanlah ia padaku!” Hatinya terus berkata demikian sambil berdebar-debar memikirkan apa yang sedang terjadi.
”Assalamu’alaikum!” Salam itu terdengar hingga 3 kali, sehingga menyebabkan ia terhenyak dari posisi duduknya. ”Kamu memanggil Bapak?” tanya seseorang yang berdiri tegak di hadapan si murid. Si murid menjawab dengan menunduk, ”Benar Syekh al-Akbar!” Kepalanya tidak mampu ia tegakkan, ia tidak berani menengadah untuk memandang wajah Syekhnya tersebut.
”Sampaikan kepada orang yang dekat dengan Bapak itu (sambil memberi isyarat), besok malam (malam 25) malam Lailatul Qadr. Lihat ke langit, semuanya sudah menunggu-nunggu! Cepat segera beritahu!” Betapa kagetnya si murid begitu ia menengadahkan kepalanya ke langit. Subhanallaah! Para malaikat berjejal memenuhi seluruh langit, seolah-olah sedang mengambil ancang-ancang untuk meluncur ke bumi. Rupa-rupanya mereka telah bersiap-siap untuk ’turun’ menunggu titah Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra. sebagai wakil Allah yang dikuasakan oleh Rasulullah pada masa ini.
Di siang hari, sebelum datangnya malam Lailatul Qadr kabut tipis seolah menutupi seluruh lapisan langit. Wujud matahari tak tampak tertutupi olehnya. Bukanlah pula awan mendung menyelimutinya, karena hanya diiringi angin semilir yang menenangkan suasana di tengah teriknya kemarau.
Akhirnya malam itu seluruh jama’ah berpesta dzikir hingga sahur menjelang.
”Saya tadi malam habis i’tikaf di masjid Sunda Kelapa!” Ujar seorang kakek tua asal Sumatera Barat. Ia menceritakan bahwa sudah menjadi kebiasaannya berkeliling ke masjid-masjid yang mengadakan i’tikaf di bulan Ramadhan, terutama menanti malam yang agung tersebut. Masjid hingga halaman masjid penuh dengan pria maupun wanita berdzikir dan mendengar renungan muhasabah hingga shalat Dhuha, katanya.
Di masjid-masjid lain banyak mengadakan hal serupa. Demikian halnya di masjid Jami’e Al-Fattah di Batu Tulis. Namun yang berbeda di masjid ini dengan lainnya, jika di bulan Ramadhan di masjid lain mengadakan tawaquf (berhenti sementara) terhadap majelis taklim/dzikirnya, tetapi masjid ini terus mengadakan pengajian di bulan Ramadhan.
Hal lainnya yang berbeda adalah kegiatan menghidupkan malam Lailatul Qadr di masjid ini diadakan pada malam yang sudah diyakini sebagai malam Lailatul Qadr berdasarkan petunjuk ruhaniyah. Melalui petunjuk ruhaniyah inilah malam Lailatul Qadr dapat diketahui secara pasti.
Berkenaan dengan petunjuk malam Lailatul Qadr tahun ini ada sedikit kisah yang dapat menjadi informasi yang cukup berharga bagi kita semua yang ingin menyimak di balik peristiwa malam Lailatul Qadr.
Informasi awal tentang malam yang dinanti-nantikan tersebut adalah malam 25 atau 27. Petunjuk ini didapat melalui beberapa murid Idrisiyyah yang bersua dengan ruhani Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra. Melalui Nabi Khidir As. Bahkan ditambahkan, di antara kedua tanggal tersebut terserah Syekh al-Akbar Muhammad Daud untuk menentukannya. Melalui berita ini Syekh al-Akbar M. Daud dipersilahkan untuk memutuskan kapan malam Lailatul Qadr.
Satu lagi cerita, seorang murid yang beri’tikaf di qubah menceritakan pada suatu malam ia mendengar suara dua orang mengobrol di ruangan qubah. Namun ia tidak tahu asal suara tersebut. Setelah ia selidiki suara itu berasal dari ruang khalwat Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan. Dari dalam qubah tersebut terdengar suara Syekh al-Akbar dengan Nabi Khidhir As. Ia berjalan perlahan-lahan untuk memastikan apakah benar suara tersebut berasal dari dalam kamar. ”Ehm, ada yang nguping pembicaraan nih?” suara keras terdengar dari dalam kamar, yang menyebabkan ia lari berjingkat karena malu ketahuan menguping.
Segera ia memposisikan diri duduk menghadap makam. Sambil memejamkan mata, ia berdo’a, ”Ya Allah, jika benar itu adalah Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan, guru saya, maka datangkanlah ia padaku!” Hatinya terus berkata demikian sambil berdebar-debar memikirkan apa yang sedang terjadi.
”Assalamu’alaikum!” Salam itu terdengar hingga 3 kali, sehingga menyebabkan ia terhenyak dari posisi duduknya. ”Kamu memanggil Bapak?” tanya seseorang yang berdiri tegak di hadapan si murid. Si murid menjawab dengan menunduk, ”Benar Syekh al-Akbar!” Kepalanya tidak mampu ia tegakkan, ia tidak berani menengadah untuk memandang wajah Syekhnya tersebut.
”Sampaikan kepada orang yang dekat dengan Bapak itu (sambil memberi isyarat), besok malam (malam 25) malam Lailatul Qadr. Lihat ke langit, semuanya sudah menunggu-nunggu! Cepat segera beritahu!” Betapa kagetnya si murid begitu ia menengadahkan kepalanya ke langit. Subhanallaah! Para malaikat berjejal memenuhi seluruh langit, seolah-olah sedang mengambil ancang-ancang untuk meluncur ke bumi. Rupa-rupanya mereka telah bersiap-siap untuk ’turun’ menunggu titah Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra. sebagai wakil Allah yang dikuasakan oleh Rasulullah pada masa ini.
Di siang hari, sebelum datangnya malam Lailatul Qadr kabut tipis seolah menutupi seluruh lapisan langit. Wujud matahari tak tampak tertutupi olehnya. Bukanlah pula awan mendung menyelimutinya, karena hanya diiringi angin semilir yang menenangkan suasana di tengah teriknya kemarau.
Akhirnya malam itu seluruh jama’ah berpesta dzikir hingga sahur menjelang.
Selasa, 02 Oktober 2007
Gelar Muhyiddin
’Tolong sampaikan kepada Syekh al-Akbar, Beliau mendapatkan satu anugerah lagi dari Allah melalui Nabi Khidir As. Gelar tersebut adalah Muhyiddin. Jadi sekarang Beliau bernama Syekh al-Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan Ra.’ Demikian salah seorang murid menuturkan kisah pertemuannya dengan Nabi Khidir As.
Apa arti Muhyiddin? Muhyiddin (Muhyi ad-Din) artinya orang yang menghidupkan agama (Islam). Gelar ini (menurut Nabi Khidir As.) sebenarnya diberikan pula kepada setiap Sulthan Awliya pada setiap masa. Yang memberikan nama ini adalah Nabi Muhammad Saw kepada Khalifah-khalifah Beliau di setiap zaman. Dan saat ini adalah Beliau (Syekh al-Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan Ra.).
Ruhani Rasulullah Saw menyatakan pula, ’Sebenarnya gelar tersebut telah diberikan kepada Sadatul Idrisiyyah (Guru-guru Al-Idrisiyyah yang bermartabat Sulthan Awliya) lainnya. Sebagaimana dahulu diberikan pula kepada Quthbul Ghauts Syekh Abdul Qadir Jaelani. Hanya gelar tersebut disatarkan (disembunyikan)’.
Beliau (Syekh al-Akbar) menurut Nabi Khidir As. mempunyai kelebihan membuka atau menyingkap berbagai jalan. Tidak aneh jika banyak kandungan isi Al-Quran Beliau bedah dengan ketajaman analisa yang Allah anugerahkan kepada Beliau.
Dalam sehari Nabi Khidhir berdialog (bertatap muka) dengan Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra. (secara ruhaniyah) lebih dari 70 kali. Interaksi (perjumpaan) itu bahkan terjadi pada saat beliau sedang berbicara di hadapan murid-muridnya. Hanya saja hanya sedikit murid yang menyadari akan hal itu.
Apa arti Muhyiddin? Muhyiddin (Muhyi ad-Din) artinya orang yang menghidupkan agama (Islam). Gelar ini (menurut Nabi Khidir As.) sebenarnya diberikan pula kepada setiap Sulthan Awliya pada setiap masa. Yang memberikan nama ini adalah Nabi Muhammad Saw kepada Khalifah-khalifah Beliau di setiap zaman. Dan saat ini adalah Beliau (Syekh al-Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan Ra.).
Ruhani Rasulullah Saw menyatakan pula, ’Sebenarnya gelar tersebut telah diberikan kepada Sadatul Idrisiyyah (Guru-guru Al-Idrisiyyah yang bermartabat Sulthan Awliya) lainnya. Sebagaimana dahulu diberikan pula kepada Quthbul Ghauts Syekh Abdul Qadir Jaelani. Hanya gelar tersebut disatarkan (disembunyikan)’.
Beliau (Syekh al-Akbar) menurut Nabi Khidir As. mempunyai kelebihan membuka atau menyingkap berbagai jalan. Tidak aneh jika banyak kandungan isi Al-Quran Beliau bedah dengan ketajaman analisa yang Allah anugerahkan kepada Beliau.
Dalam sehari Nabi Khidhir berdialog (bertatap muka) dengan Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra. (secara ruhaniyah) lebih dari 70 kali. Interaksi (perjumpaan) itu bahkan terjadi pada saat beliau sedang berbicara di hadapan murid-muridnya. Hanya saja hanya sedikit murid yang menyadari akan hal itu.
Langganan:
Postingan (Atom)